Rabu, 22 Oktober 2008

kebudayaan dan peradaban

A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini masalah kebudayaan dan peradaban menggerakan pemikiran banyak orang. Sebelum meneliti kebudayaan dan peradaban, kita harus mengetahui hakekat atau definisi kebudayaan dan peradaban terlebih dahulu. Tapi di situ justru timbulah bermacam-macam kesulitan karena sampai saat ini belum ada kata sepakat megenai kedua istilah tersebut. Ada yang menyamakan tetapi ada juga yang membedakan makna diantara keduanya. Masalah tersebut terkait dengan adanya pencampuran bahasa-bahasa, yaitu homonim sebagai sinonim. Kerap kali kita membaca deretan kata-kata: kebudayaan (BI) = cultuur (Bhs Belanda) = kultur (Bhs Jerman)= culture (Bhs inggris dan perancis) Sebenarnya perbandingan faham tak semudah itu. sebuah kata dalam bahasa satu, meskipun sebunyi dan sama huruf-hurufnya dengan kata dalam bahasa lain, belum memuat makna yang sama. Tiap-tiap bahasa ada sejarahnya. Dan kata-kata yang pada mulanya sama artinya atau sama akarnya dalam dua bahasa, oleh karena itu pemakaiannya yang berlainan kemudian menerima arti yang berlainan pula. Kata culture (Bhs Perancis) itu semakna dengan kata Jerman Bildung (Pendidikan kepribadian) dan kata Itali civilta, sedangkan kata Jerman kultur harus diterjemahkan dengan kata civilization dalam bahasa perancis (rangkaian lembaga-lembaga yang dimiliki oleh suatu bangsa pada waktu tertentu.

Di Indonesia pun juga terdapat banyak penafsiran kebudayaan (culture) dan peradaban (civilization) yang sama sesatnya karena bersumber dari khayalan belaka, tanpa bukti yang sah sehingga ilmu etimologi ini bagi sebagian orang dianggap tidak menyumbang banyak dalam memahami hakekat kebudayaan dan peradaban.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah sama antara peradaban dan kebudayaan serta adakah hal-hal yang membedakan diantara keduanya?
PEMBAHASAN
A. Mengkaji Definisi Kebudayaan dan Peradaban
Kata kebudayaan dan peradaban telah banyak didefinisikan oleh para antropolog. Namun demikian, definisi-definisi itu masih mengacu pada beberapa komponen seperti nilai-nilai, kebiasaan yang dianut oleh masyarakat, misalnya bahasa dan teknologi. definisi-definisi kebudayaan yang saya maksudkan misalnya:
Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat. Upacara kedewasaan dari suku WaYao di Malawi, Afrika. Menurut Edward B. Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Sedangkan menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. (http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya)
Y. de la briere menekankan bahwa kebudayaan adalah khayalan kosong bila tidak berdasarkan kebenaran, keutaaan dan keadilan. culture is “a set material, intellectual and moral values and condition which make it possible and even easy the human community to expand and develop harmoniously.” (J.W.M Bakker,1988:18)
Sama halnya dengan kebudayaan, peradaban pun memiliki berbagai arti dalam kaitannya dengan masyarakat / manusia. Ada yang membedakan makna kebudayaan dan peradaban namun ada pula yang menyamakan diantara keduanya. Seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk pada suatu masyarakat "kompleks".
Peradaban umumnya memiliki makna: penilaian tinggi rendahnya budaya masyarakat tertentu. Yang dinilai yaitu pemikiran-pemikiran atau gagasan-gagasan yang hidup pada masyarakat tersebut, juga perilaku dan hasil-hasil budaya yang berwujud fisik atau artefak misalnya: perangkat dapur, bangunan dan lain sebagainya. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa peradaban mempunyai kaitan erat dengan kabudayan karena yang menjadi ukuran peradaban tersebut adalah hasil-hasil dari kabudayan yang wujudnya: Pemikiran atau ide, perilaku dan hasil budaya yang berwujud fisik.
E.B.Taylor menyatakan bahwa Arti kebudayaan sama dengan Peradaban Analisisnya adalah peradaban dan kebudayaan sama-sama menunjukan pada seluruh pandangan hidup, dan nilai-nilai, norma-norma, institusi-institusi serta pola pikir yang menjadi bagian terppenting dari suatu masyarakat dan terwariskan dari generasi kegenerasi.
Namun ada banyak tokoh pula yang membedakannya. Kebanyakan mereka beranggapan bahwa kebudayaan adalah bagian dari peradaban atau dengan kata lain peradaban muncul karena ada kebudayaan. Tokoh-tokoh tersebut diantaranya:
Braudel,peradaban adalah “sebuah wilayah,’wilayah kultural’, “sekumpulan karakteristik dan fenomena kultural”. Menurut dawson, adalah produk dari “suatu proses tertentu dari kreatifitas budaya sebagai hasil karya dari sekelompok orang atau masyarakat tertentu. Sementara bagi Bagi Spengler, sebuah peradaban adalah suatu kebutuhan ‘yang niscaya’ dari suatu kebudayaan... keadaan-keadaan yang paling kentara dan artifisial dari pelbagai corak manusia yang berkembang...sebuah kesimpulan, sesuatu yang ‘telah menjadi’ dan mendahului sesuatu yng ‘sedang menjadi’. (Ismail,M. Sadat, 2003:40)
Peradaban" dapat juga digunakan dalam konteks luas untuk merujuk pada seluruh atau tingkat pencapaian manusia dan penyebarannya (peradaban manusia atau peradaban global).
Durkheim dan Mauss, adalah “suatu corak “wilayah” moral yang melingkupi suatu bangsa, dengan kebudayaan masing-masing yang hanya menjadi bentuk tertentu dari keseluruhan. (Ismail,M. Sadat, 2003:40)
Bagi tokoh-tokoh yang membedakan kebudayaan dan peradaban ini, kebudayaan merupakan tema umum dalam kaitannya dengan setiap rumusan peradaban. Oleh karena itu, ukuran tinggi atau rendahnya peradaban pada umumnya mereka ukur dari parameter-perameter yang umum misalnya lebih baik atau kurang baik, lebih halus atau kurang halus dan sebagainya. Jadi intinya yang menjadi ukuran peradaban tersebut umumnya nilai-nilai dari hasil budaya misalnya: kesenian, pengetahuan, tata masyarakat negara negara dan sebagainya.Ukuran peradaban zaman ini umumnya diukur dari penguasaan ilmu dan teknologi dan bisa diukur dengan parameter-parameter yang sudah jelas maupun yang abstrak. Nilai-nilai peradaban dan tingkah laku, tata krama, sopan santun dan sebagainya umumnya mengalami perubahan nilai.
Tokoh-tokoh yang membedakan kebudayaan dan peradaban mempunyai poin-poin dalam rangka upaya pembeda, diantaranya: Masyarakat urban dan non urban, faktor mekanis, teknologikal, material, nilai-nilai, dan kualitas intelektual. upaya-upaya ini dimaksudkan untuk membedakan antara kebudayaan dan peradaban dengan asumsi bahwa masyarakat-masyarakat non urban dicirikan sebagai masyarakat primitive dan tidak berubah. sedangkan masyarakat urban berperadaban dan berkembang dinamis dan lebih komplek yang menyebabkan adanya perbedaan dalam kaitannya dengan tinggi dan rendahnya kebudayaan. Namun upaya-upaya ini juga mengalami kendala diantaranya adalah bukti adanya peradaban kuno yang dianggap maju oleh golongan tertentu meskipun masyarakatnya nonurban.
B. Analisis Kritis
Dari banyaknya definisi yang ada tentang kebudayaan dan peradaban, saya berpendapat bahwa kita tidak dapat menilai suatu kebudayaan itu tinggi atau rendah secara objektif karena suatu kebudayaan yang dijadikan sebagai objek bisa jadi dinilai tinggi oleh sebagian orang akan tetapi sebagian yang lain menilai sebaliknya. Menyamakan atau membedakan definisi kebudayaanpun juga subyektif dan relatif. Dengan kata lain, menurut saya penilaian tinggi rendahnya kebudayaan lebih ditentukan oleh subyek yang mangamati ketimbang obyek itu sendiri. Ini Berarti tinggi rendahnya kebudayaan dan peradaban bersifat Subyektif dan relatif. Jadi keterkaitan diri terhadap obyek yang diteliti yang dalam hal ini masalah kebudayaan dan peradaban sangat menentukan definisi yang dibuatnya. Meskipun demikian saya lebih cenderung membedakan antara kebudayaan dan peradaban. Saya sependapat dengan tokoh yang beranggapan bahwa kebudayaan merupakan tema umum dalam kaitannya dengan setiap rumusan peradaban.
Adanya kerancuan definisi kebudayaan dan peradaban secara etimologis seperti yang saya uraikan pada latar belakang masalah dapat kita analisis bahwa dalam memahami makna suatu bahasa pun membutuhkan interpretasi mengenai status penggunaan juga simbol-simbol nilai yang dimaknai oleh masyarakat yang menggunakannya. Misal, kata Jerman kultur harus diterjemahkan dengan kata civilization dalam bahasa perancis padahal kultur dalam bahasa Indonesia diartikan kebudayaan sedang civilization diartikan peradaban. Dalam hal ini ilmu semantiklah yang saya anggap lebih berguna. Boleh jadi satu sifat lebih diutamakan dari pada sifat yang lain sehingga sifat itu menjadi puncak atau iktisar kebudayaan. Sebagai contoh, Kebudayaan pada yunani kuno disebut paideia (pendidikan) sedangkan orang yunani sekarang menyebut kebudayaan adalah politeuma (politik). Kata-kata itu terang-terangan menegaskan pergeseran minat dari alam pendidikan ke alam kenegaraan.
Lalu terkait penilaian tinggi rendahnya kebudayaan yang menurut saya subyektif dan relaif adalah terkait latar belakang budaya yang berbeda. Salah satu aspek yang terpenting dalam kebudayaan adalah teknologi. Maka, dalam sebuah peradaban pasti tidak akan dilepaskan dari tiga faktor yang menjadi tonggak berdirinya sebuah peradaban. Ketiga faktor tersebut adalah sistem pemerintahan, sistem ekonomi, dan IPTEK. Namun kita tidak bisa serta merta menyimpulkan bahwa teknologi tinggi berarti kebudayaan dan peradaban tinggi. Hal tersebut karena ada beberapa orang dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda menilai tinggi rendahnya kebudayaan dari sudut pandang yang berbeda pula. Misalnya Bangsa Timur yang cenderung menilai kebudayaan tinggi jika norma yang dijunjung merka anggap luhur. Dengan demikian kemajuan teknologi yang mereka anggap menggeser nilai-nilai luhur dan justru membawa efek negatif mereka anggap sebagai kebudayaan dan peradaban yang rendah. Dengan demikian terlihat bahwa penilaian tinggi rendahnya kebudayaan ini bersifat subyektif dan relatif. Jadi manusialah yang menjadi sentral dari penilaian tersebut tinggi atau rendah.
Akan tetapi mengingat norma juga merupakan produk budaya, maka norma bisa berubah seiring dengan perubahan zaman. Berbicara mengenai nilai dan norma suatu budaya, maka penting untuk diketahui nilai dan norma siapa yang sebenarnya kita bicarakan. Misal, Bangsa barat menganggap berciuman dimuka umum merupakan hal yang wajar, baik sebagai ekspresi kasih sayang. Akan tetapi sebaliknya, bagi sebagian besar Bangsa Timur hal tersebut dianggap tidak sopan. akan tetapi yang jelas bahwa martabat kebudayaan ditentukan oleh nilai-nilainya, karena tanpa nilai terdapat kemungkinan belaka atau perwujudan kemungkinan yang menyeleweng. Oleh karena itu biasanya nilai yang dijadikan patokan umum adalah nilai kemanusiaan. Kebudayaan dibuat oleh manusia maka harus memiliki nilai-nilai kemanusiaan. Kebudayaan memuat semua itu bukan secara kacau balau dan kabur melainkan secara teratur lagi laras. Misalnya, isi kebudayaan yang tidak teratur dan selaras, maka kebudayaan tersebuttidak dihargai.
C. Kesimpulan
Kita tidak dapat menilai suatu kebudayaan itu tinggi atau rendah secara objektif karena suatu kebudayaan yang dijadikan sebagai objek bisa jadi dinilai tinggi oleh sebagian orang akan tetapi sebagian yang lain menilai sebaliknya. Menyamakan atau membedakan definisi kebudayaanpun juga subyektif dan relatif. Namun menurut saya kebudayaan merupakan tema umum dalam kaitannya dengan setiap rumusan peradaban. Suatu peradaban adalah bentuk lebih luas dari kebudayaan. Sebuah peradaban adalah bentuk budaya paling tinggi dari suatu kelompok masyarakat dan tataran yang paling luas dari identitas budaya kelompok masyarakat manusia yang dibedakan secara nyata dari makhluk-makhluk lainnya.
Setiap peradaban selalu bersifat komprehensif,meskipun tidak memiliki wilayah-wilayah, permulaan-permulaan dan akhir yang jelas yang jelas atau bersifat fana, namun justru hidup sangat lama, ia berkembang, beradabtasi dan sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia. Peradaban secara tidak langsung dapat dikatakan sebagai produk dari proses tertentu dari kreativitas budaya sebagai hasil dari masyarakat tertentu. semakin kreatif dan maju kebudayaan menurut pandangan orang tertentu maka semakin tinggi pula peradaban menurut sudut pandangnya dan sebaliknya.
Adanya kerancuan definisi kebudayaan dan peradaban secara etimologis dapat dianalisa melalui ilmu semantik yang saya anggap lebih berguna. Boleh jadi satu sifat lebih diutamakan dari pada sifat yang lain sehingga sifat itu menjadi puncak atau iktisar kebudayaan.



GOOGLE search
Custom Search

contoh lamaran pekerjaan

Yogyakarta, 11 Oktober 2008
Perihal : Lamaran Pekerjaan
Lampiran : Satu berkas
Yth. Pimpinan Badan Penerbitan Pers Mahasiswa Balairung
Jl. Kembang Merak, Bulaksumur B-21
Yogyakarta
Dengan hormat,
Berkenaan iklan Balkon edisi khusus 2008 yang memuat tentang dibutuhkanya tenaga produksi. Untuk itu saya
nama : Muzdakir Muhlisin
tempat, tanggal lahir : Boyolali, 10 Mei 1988
alamat : Grinting, RT 01/03, Tegalgiri, Nogosari, Boyolali
pendidikan : Mahasiswa Fakultas Filsafat UGM angkatan 2007
bermaksud mengajukan diri untuk mengisi lowongan tersebut. Sebagai bahan pertimbangan, bersama surat ini saya lampirkan
1. Formulir pendaftaran
2. daftar riwayat hidup (Curriculum Vitae)
3. fotocopy KTM
4. pas foto 3 X 4 sebanyak 4 lembar
Besar harapan saya akan terkabulnya permohonan ini. Atas perhatian Bapak saya ucapkan terima kasih.
Hormat Saya,
Muzdakir Muhlisin

CURRICULUM VITAE (CV)

IDENTITAS PRIBADI
Nama : Muzdakir Muhlisin
Tempat, Tanggal Lahir : Boyolali, 10 Mei 1988
Alamat :Grinting, RT01/03, Tegalairi, Nogosari, Boyolali
No Telp : 085 657 226 432
Blog : dz4ki.blogspot.com /bannerkapanlagiku.blogspot.com
Pendidikan : Mahasiswa Fakultas Filsafat UGM angkatan 2007 dengan IPK 3,87
KUALIFIKASI PRIBADI
Saya pribadi pekerja keras, disiplin, mempunyai motivasi tinggi, konsekuen dengan pekerjaan dan tanggung jawab, jujur, mudah untuk bergaul, suka tantangan, berpenampilan menarik, dan menginginkan sesuatu yang baru dan berbeda.
PENDIDIKAN FORMAL
  1. MIM Grinting, Lulus Tahun 2001
  2. SLTP Negeri 1 Ngemplak, Lulus Tahun 2004
  3. SMA Al-Islam 1 Surakarta, Lulus Tahun 2007
  4. S-1 Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada
PENGALAMAN ORGANISASI
1. Anggota Majelis Permusyawaratan Kelas (MPK) SMA Al-Islam 1 Surakarta Periode 2004-2005
2. Anggota Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) SMA Al-Islam 1 Surakarta Periode 2005-2006
3. Panitia Bakti Sosial Keluarga Alumni Al-Islam (KAMAS) 1428 H di Sambi, Boyolali, Surakarta
4. Panitia DERAP Masjid Kampus UGM 1429 H
5. Panitia MAULID NABI DI FILSAFAT
6. Panitia Bedah buku Ramadan Di Filsafat 1429 H
7. Panitia Buka Bersama Masjid Kampus UGM 1429 H
8. Panitia OSPEK Fakultas Filsafat UGM Angkatan 2008
9. Humas SKI Keluarga Muslim Filsafat UGM (KMF) Periode 2007-sekarang
10. Anggota BKM Retorika Fakultas Filsafat UGM Periode 2008-sekarang
SEMINAR DAN PELATIHAN
1. Seminar Intership Entrepreneurship “Menjadi pengusaha Sukses Sejak Mahasiswa” Fakultas Filsafat UGM
2. Workshop Jurnalistik “Cara Cerdas Menjadi Jurnalis” Fakultas Teknologi Pertanian UGM dan Koran Kedaulatan Rakyat
3. Seminar Nasional Ramadan Di Kampus 1428 H “Rekonstruksi Moral Bangsa Melalui Media”
4. Seminar Nasional Ramadan Di Kampus 1429 H “Sebuah Keinginan Dimana Pendidikan Islam Akan Menjawab Tantangan Global”
5. Training Jelajah Hati “Ku Sambut Izroil Dengan Senyuman” Fakultas Kehutanan UGM
6. Pemberdayaan Mahasiswa Berprestasi Sahabat Percepatan Peningkatan Mutu Pembelajaran UGM 2008 (PMB SP2MP)
KETRAMPILAN
1. Komputer Program MS Office dan Internet
2. Mampu bekerja secara pribadi maupun tim
Saya menyatakan bahwa data-data yang tersebut diatas benar-benar sesuai dengan pengalaman dan kualifikasi yang saya miliki.
Yogyakarta, 11 Oktober 2008
Muzdakir Muhlisin

Sengketa Tanah

Keharusan Adanya Hubungan yang Erat Antara Hak Legal dan Hak Moral dalam Kasus Sengketa Tanah
A. Latar Belakang Masalah
Konflik tanah sepertinya tak pernah berakhir. Kasus Tanjungmorawa, Cianjur, Jember Bulukumba, Atang Senjaya, Meruya Selatan dan Pasuruan hanyalah beberapa contoh. Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Joyo Winoto, mengatakan terdapat sedikitnya terdapat 2.810 kasus sengketa tanah skala nasional. Masalah utamanya sebenarnya terletak pada negara yang tidak menghimpun data kepemilikian tanah sejak dari zaman Belanda dan buruknya database Negara. Hingga kini belum ada pengukuran tanah yang dilakukan secara nasional dan menyeluruh oleh pemerintah pusat, padahal pengukuran itu sangat penting sebagai upaya mengurangi masalah sengketa. BPN menyatakan dari 85 juta bidang tanah di Indonesia, baru sekitar 30 persen yang terdaftar dan diberikan hak atasnya. Begitu juga pembuktian surat tanah melalui sertifikasi, ternyata juga belum bisa menyelesaikan masalah karena seringkali sebuah tanah mempunyai sertifikat lebih dari satu.
Dalam setiap kasus tanah, posisi rakyat selalu lemah. Sejumlah kasus menunjukkan, rakyat biasanya tidak memiliki dokumen legal seperti sertifikat. Rakyat mengklaim tanah hanya berdasarkan kepada fakta historis belaka. Jika dengan dokumen legal seperti sertifikat pun, terkadang belum bisa membuktikan kepemilikan secara sah terhadap tanahnya, apalagi hanya dengan mengandalkan aspek historis semata, tentu akan jauh lebih sulit untuk mendapatkan pengakuan. dalam penyelesaian konflik tanah, pemerintah harus melibatkan masyarakat. Banyak kasus yang terjadi, pemerintah selalu berpihak kepada para pemodal saat terjadi konflik agraria antara masyarakat dengan sebuah perusahaan. Dan kalaupun dengan perusahaan negara, biasanya pemerintah selalu mengatasnamakan milik Negara.
B. Kaitan Hak Legal, Hak Moral dan Hati Nurani dalam Sengketa Tanah
Berbicara tentang kasus sengketa tanah secara tidak langsung juga membahas tentang hak legal, hak moral dan hati nurani personal maupun kolektif. Hak legal adalah hak yang didasarkan atas hukum dalam salah satu bentuk. Hak-hak legal berasal dari undang-undang, perturan hukum atau dokumen legal lainnya misalnya sertifikat kepemilikan atas suatu lahan atau tanah. Sedangkan hak moral adalah hak / klaim seseorang secara moral. Hak legal berfungsi sebagai sistem hukum sedangkan hak moral berfungsi sebagai sistem moral. Hak moral didasarkan atas prinsip atau peraturan etis saja. Hak moral belum tentu hak legal juga. Walaupun hak legal tidak dengan sendirinya merupakan hak moral, namun yang ideal adalah bahwa hak moral pada dasarnya merupakan suatu hak legal. Hak moral akan lebih efektif dan mempunyai kedudukan lebih kukuh dalam masyarakat, jika didukung dan dilindungi secara hukum.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kedua macam hak tersebut secara ideal bisa saling mendukung walaupun tidak seluruhnya. Akan tetapi sangat mungkin terjadi keduanya saling bertentangan seperti kasus sengketa tanah yang banyak terjadi dimasyarakat. Dalam kasus sengketa tanah, kita dapat menganalisis bahwa sebenarnya perlu adanya perpaduan antara hukum sebagai dasar atas hak legal dengan moral. Dari segi hukum, Hukum membutuhkan moral. Dalam kekaisaran roma terdapat pepatah Quid leges sine moribus? (apa artinya undang-undang, kalau tidak disertai moralitas?). hukum tidak berarti banyak jika tidak dijiwai oleh moralitas. Tanpa moralitas hukum akan kosong. Kualitas hukum sebagian besar ditentukan oleh mutu moralnya. Sebagai contoh, adanya pemalsuan sertifikat tanah yang dilakukan oeh oknum tertentu sehingga suatu tanah mempunyai sertifikat ganda. Ironisnya, jika terjadi sengketa antara penggugat yang mempunyai sertifikat tanah palsu seringkali menang atas sengketa tanah tersebut karena adanya kongkalikong antara penggugat dengan hakim yang memutuskan perkara tersebut. Disisi lain, pihak tergugat yang mempunyai sertifikat tanah serupa bahkan sertifikat tersebut sebenarnya asli sehingga semestinya mempunyai hak secara moral atas tanah tersebut, harus rela gigit jari dan melepaskan hak legal atas tanah tersebut karena sertifikatnya tidak di sahkan atau tidak disetujui oleh pengadilan. Karena itu hukum harus selalu diukur dengan norma moral. Dan jika ditinjau dari segi moral, hukum dibutuhkan agar moral tidak mengawang-awang sehingga dapat memberi dampak sosial yang lebih besar.
Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Joyo Winoto, mengatakan ada beberapa cara yang dilakukan oleh BPN Untuk menangani permasalahan sengketa tanah yaitu secara sistematik dan ad hoc. Secara sistematik, saat ini BPN dalam proses melakukan penataan proses hukum pertanahan dan kelembagaan untuk menangani kasus-kasus sengketa tanah. Sedangkan secara ad hoc, BPN sudah memiliki deputi baru, yaitu Deputi Pengkajian dan Deputi Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan, Pembuat Akta Pejabat Tanah (PPAT) akan mengecek keaslian dan cek ke lapangan untuk menghindari kepemilikan dokumen ganda.
Tetapi mempraktekan teori-teori tidaklah semudah mengucapkannya. Karena banyak faktor lain yang menentukan teori tersebut dapat dijalankan atau tidak. Kasus Meruya Selatan memberi contoh. Jika dokumen tanah berupa hak girik dipegang PT Portanigra dan tanah tersebut berstatus sengketa, mestinya ribuan warga meruya tak bisa memiliki sertifikat hak milik. Mestinya BPN tidak mengeluarkan dokumen kepemilikan tanah di atas lahan yang terlibat sengketa. Tapi buktinya ribuan warga yang kini mendiami lokasi tersebut, mereka bisa menunjukkan bukti-bukti kepemilikan tanah yang sah, diantaranya berupa sertifikat. PP Nomor 24 Tahun 1997, menyebutkan, setelah terbitnya sertifikat selama lima tahun dan tidak ada keberatan dari pihak mana pun, maka tidak boleh dibuat sertifikat baru atas tanah yang sama. Nyatanya, pengadilan dalam menangani kasus tanah sering mengesampingkan PP ini. Alasannya, jika ada bukti baru atas sebuah tanah bersertifikat, maka BPN berhak mengeluarkan sertifikat baru.
Dengan demikian, sertifikat itu bukan sesuatu yang mutlak sebagai tanda kepemilikan tanah. Yang lebih penting dari itu dan saya rasa yang menjadi kata kunci dari permasalahan ini adalah hati nurani dan kesadaran setiap pribadi di negeri ini. Hati nurani adalah penghayatan tentang baik atau buruk berhubungan dengan tingkah laku konkret kita.hati nurani ini memerintahkan atau melarang kita untuk melakukan sesuatu kini dan di sini. Ia tidak berbicara tentang yang umum, melainkan tentang situasi yang konkrit. Tidak mengikuti hati nurani ini berarti menghancurkan integritas pribadi kita dan mengkhianati martabat terdalam kita.
Hati nurani berkaitan erat dengan kenyataan bahwa manusia mempunyai kesadaran. Dengan kesadaran kita maksudkan kesanggupan untuk mengenal dirinya sendiri dan karena itu dia berefleksi tentang dirinya. Kesadaran inilah yang membedakan manusia dengan binatang yang hanya memiliki pengenalan. Jadi jika manusia tidak menggunakan hati nuraninya, secara tidak langsung dia tidak memakai kesadarannya yang berarti juga dia telah menghewankan dirinya sendiri.
Dari semua ini dapat dipahami bahwa hati nurani mempunyai kedudukan kuat dalam hidup moral kita. Yang berarti juga bahwa kita tidak boleh bertindak yang bertentangan dengan hati nurani. Disisi lain harus disadari bahwa tidak selalu hati nurani kita baik secara obyektif. Akan tetapi, manusia wajib juga mengembangkan hati nurani dan seluruh kepribadian etisnya sampai menjadi matang dan seimbang. Pada orang yang sungguh-sungguh dewasa dalam bidang etis, putusan subyektif dari hati nurani akan sesuai dengan kualitas obyektif dari perbuatannya. Pada orang serupa itu, yang baik secara subyektif akan sama dengan yang baik secara obyektif. Hati nurani harus dididik bersama dengan pendidikan moral dan pendidikan kerohanian atau keagamaan sehingga manusia mengetahui tujuan hidup yang hakiki yakni untuk mengejar keutamaan hidup sebagai manusia dan mengetahui tanggungjawabnya sebagai manusia ciptaan tuhan sehingga mempuyai dasar atau patokan tentang makna kebaikan dan keburukan secara universal dan hakiki.
Jika hati nurani telah dibina sedemikian rupa, maka langkah selanjutnya adalah mengaplikasikannya kedalam kehidupan sosial. Hal tersebut memang bukan suatu perkara yang mudah apalagi jika ditinjau dari sekian banyaknya kasus sengketa tanah yang terjadi hamper di seluruh plosok negeri ini. Tapi hal tersebut juga bukan hal yang mustahil untuk dilaksanakan jika semua manusia di negeri ini mau berusaha untuk menjalani kehidupannya dengan sebaik mungkin sesuai kodratnya sebagai manusia, yakni makhluk yang di karuniai hati nurani yang membedakannya dengan makhluk ciptaan tuhan yang lainnya. Kecuali jika memang kita mau berubah menjadi makhluk lain. Dan akhirnya saya akan menghubungkan kesadaran disini dengan ajaran konfusius tentang shu yakni tidak melakukan apa yang tidak kita inginkan orang lain melakukannya kebada kita. Jika kita tidak suka hak kita di klaim oleh orang maka jangan mengklaim hak orang lain karena dia juga tidak suka haknya di klaim orang.
C. Kesimpulan
· hak moral seseorang atau kelompok pada hakekatnya juga hak legal atasnya.
· Kasus sengketa tanah yang sudah ada harus segera di selesaikan secara hukum, tapi bersamaan dengan itu harus di imbangi dengan pembinaan kesadaran moral dan hati nurani agar kasus tersebut segera selesai dan tidak terjadi kasus – kasus serupa di kemudian hari.
· Perlunya menumbuhkan kesadaran tentang arti penting jati diri (identitas) sosial. Bahwa sebagai makhluk sosial kita memerlukan orang lain.
· Jangan melakukan sesuatu keburukan kepada orang lain yang kita tidak menginginkan sesuatu itu dilakukan orang lain kepada kita.
DAFTAR PUSTAKA

FILSAFAT UGM

TENTANG KAMPUS FILSAFAT TERCINTA
Banyak orang yang merasa asing dengan filsafat. Mereka bertanya filsafat itu ilmu apa, atau apakah orang bisa hidup dengan Filsafat? apakah orang bisa bekerja dan mendapatkan karir yang bagus setelah belajar filsafat? Banyak mahasiswa yang masuk perguruan tinggi tidak mengenal ilmu filsafat. Bahkan meskipun anak-anak Sekolah Menengah Umum (SMU) memiliki kemampuan yang memadai untuk mempelajari filsafat, kesempatan jarang sekali diberikan kepada mereka. Jadi, mudah dipahami jika kesan mahasiswa pada umumnya tentang filsafat, sebuah kesan yang juga tertanam luas dalam masyarakat umum, adalah bahwa mereka tidak mengerti (uninformed) atau menyalahpahami (misinformed) ilmu filsafat. Mereka mungkin bertanya: “Mengapa dan untuk apa saya harus belajar filsafat?”
Saya akan mencoba menguraikan sedikit pengalaman saya selama belajar filsafat. Dulu saya pun merasa takut untuk mempelajari filsafat. Masyarakat di lingkungan tempat tinggal saya dan teman-teman saya selalu mempertanyakan apa itu filsafat? bahkan tidak sedikit yang menafsirkan kalau dengan belajar filsafat kita akan melupakan TUHAN, STRESS, GILA dan pandangan negatif lainnya. Akan tetapi saya punya pertimbangan yang lain pada waktu itu. Saya selalu berdoa agar Tuhan YME (ALLAH SWT) senantiasa memberikan petunjuk dan kebaikan kepada saya, tak terkecuali ketika saya memilih untuk kuliah difakultas filsafat. Oleh karena itu saya yakin bahwa ketika saya diterima menjdi mahasiswa filsafat, itu adalah ketetapan Tuhan dan Tuhan senantiasa memberikan yang terbaik bagi hamba-Nya yang memohon kepada-Nya.
Saya kuliah di Fakultas Filsafat UGM Yogyakarta (WWW.FILSAFAT.UGM.AC.ID). Kesan singkat saya tentang filsafat adalah MENYENANGKAN, MENGASYIKAN, dan kawan-kawannya. Kesan yang mungkin diragukan oleh banyak orang di luar sana. Tapi bagi saya tanggapan mereka tak menjadi masalah bagi saya. Akulah yang menjalani kehidupanku bukan mereka. Saja juga merasa lebih memahami arti kehidupan, yakni Inna sholati, wanusuki wal mamati lillahi rabbil’alamin (Sesungguhnya Sholatku, Ibadahku, Hidupku, dan matiku hanya untuk Rabb (Tuhan) semesta alam. Makna yang sangat dalam dan bermanfaat dalam menjalani hidup.
Logikanya: jika seseorang telah beriman kepada TUHAN, percaya bahwa tuhan penentu segalanya, maka ia akan melakukan apapun yang akan membuat ia dekat dengan TUHAN karena hanya dengan dekat dengan Tuhan lah manusia akan mampu menjalani hidupnya dengan bahagia. disini harus dibedakan antara kesenangan (pleasure) dan kebahagiaan (happiness). Orang yang TIDAK PERCAYA TUHAN bisa jadi ia mendapatkan apa yang mereka inginkan tapi itu hanya kesenangan belaka, sedangkan orang yang PERCAYA TUHAN maka ia akan mendapat kebahagiaan yang tidak dapat diukur dengan Harta, Benda dan lain sebagainya. karena kebahagian letaknya di dalam hati.
Saya ingin memberikan sedikit penjelasan tentang kesan saya tersebut. Simple saja, Filsafat berarti Cinta Kebijaksanaan. Ini memberikan gambaran bahwa orang yang belajar filsafat berarti orang yang belajar kebijaksanaan. Sikap bijaksana adalah sikap yang penting dalam menjalani kehidupan ini. Bijaksana disini mencakup semua aspek kehidupan. misalnya, Mencontek itu tidak baik maka kita tidak boleh mencontek. Contoh sederhana sampai contoh penting seperti dilarang mencuri atau korupsi misalnya. Sangat jelas manfaatnya bagi kita bila kita bisa menjalani hidup secara bijaksana. Yakin lah apabila kita menjalani hidup sesuai apa yang dikehendaki tuhan maka tuhan pasti akan memberikan kebaikan kepada kita. jadi insyaALLAH orang yang belajar filsafat (kebijaksanaan) tidak akan GILA, MURTAD dan hal-hal buruk lainnya. tapi sebaliknya, dengan belajar filsafat orang akan lebih mengenal dirinya, Tuhan, dan me-manage hidupnya dengan baik. Namun perlu digaris bawahi adah tidak semua hal yang berkaitan tentang tuhan itu bisa dilogikakan. iman itu ada di dalam hati. Kita tidak boleh tepuk dada dengan logika yang membuktikan tentang wujud tuhan, karena dengan logika pula orang bisa menunjukan yang sebaliknya. terkadang memang ada perintah Tuhan yang tak bisa diterima dengan logika tetapi perlu diketahui bahwa hal tersebut sebenarnya telah membuktikan kepada kita bahwa tuhan lebih mengetahui tentang sesuatu dan itulah yang membedakan antara manusia dengan Tuhan.
Masalah pekerjaan. Bagi saya belajar saya niatkan untuk beribadah dan mendapat ridho ALLAH dan bukan sekedar untuk mencari kerja. saya percaya bila semua itu saya jalani dengan baik pasti Allah akan memberikan yang terbaik buat kita. Rezeki, Harta dan pekerjaan ada ditangan Allah. Manusia bukanlah penentu. kita hanya wajib berusaha untuk melakukan yang terbaik bagi hidup kita dan Tuhanlah penentunya.Banyak mahasiswa filsafat yang lulus dan mendapat pekerjaan yang layak bahkan tidak sedikit yang menjadi orang sukses di bidang-bidang di luar filsafat karena program studi ilmu filsafat ini tidak membatasi pilihan untuk belajar. dan TIDAK ADA JAMINAN PULA bagi mereka yang kuliah di program study lain bisa sukses dalam hidupnya. Semuanya perlu kerja keras dan doa. dunia pekerjaan saat ini tidak hanya membutuhkan pekerja yang ahli tapi juga harus mampu mempertimbangkan aspek lain yang bisa kita dapatkan dengan belajar filsafat tentunya. Tapi hidup itu kadang harus memilih.


philosophy in your mind?

ABOUT MY BELOVED PHILOSOPHY FACULTY
ABOUT BELOVED CAMPUS PHILOSOPHY
Many people feel doubt with philosophy. They ask: “is philosophy part of science?”, or do people can live with Philosophy? , do people can work and get good career after learning philosophy? Many students who enter college do not know philosophy. Even though [Common/ public] High School children (SMU) have adequate ability to study philosophy, passed to very rare opportunity of them. Become, is easy to comprehend if impression of student in general about philosophy, a impression which is wide also in public society, is that they do not understand (uninformed or misinformed). They possible ask: "Why and to what end I have to learn philosophy?"

Kamis, 16 Oktober 2008

MASALAH PENDIDIKAN DI INDONESIA

MENUJU PENDIDIKAN NASIONAL YANG MAMPU MENJAWAB TANTANGAN GLOBAL
(0leh Muzdakir muhlisin Mahasiswa Fakultas Filsafat UGM)

Permasalahan
Semakin besarnya tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini dan masa depan, dunia yang selalu mengalami perubahan-perubahan yang kian kompleks bahkan rasanya berlari semakin cepat, dan sangat sulit diramalkan mengharuskan bangsa kita ini “terus melangkah” beriringan ,maju ke depan atau kalau perlu mendahului pergerakan zaman. Kalau tidak, seperti yang sudah terjadi saat ini terkaget-kaget dalam meghadapi perubahan global khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu salah satu agenda terpenting yang harus diperhatikan bangsa Indonesia sekarang adalah membenahi dunia pendidikan. Jika ingin menjadi bangsa yang besar dan memimpin peradaban yang tidak hanya di Asia tetapi juga di dunia, maka pendidikan terbaik bagi generasi muda adalah kunci jawaban satu-satunya.
Pendidikan merupakan investasi kemanusiaan karena disanalah masa depan peradaban ini dipertaruhkan. Kini persoalan terbesar kita adalah bagaimana menyesuaikan serta merancang cara berpikir dalam dunia pendidikan menghadapi perubahan dunia. (Benny Susetyo PR,2006)
Pada dasarnya kita juga bergerak, tetapi seperti yang kita ketahui bersama betapa lambatnya kemajuan pendidikan di negara kita ini bahkan di beberapa hal kita justru mundur kebelakang. Tanpa adanya perubahan sistematik dan mendasar pada pendidikan di negara ini, kita akan semakin jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lain.
Kita sering membicarakan masalah-masalah pendidikan, akan tetapi nasib pendidikan di negara ini belum terselesaikan dan bahkan semakin terpuruk karena terlalu banyak yang dibicarakan tidak terkait dengan substansi pendidikan itu sendiri.



Today's Inspiration


I LOVE MY LIFE! I BELIEVE THAT MY LIFE IS VERY EXCITING TO DO



I believe that there always something.
There Something to make,
something to read,
something to know,
something to choose and
something to do.
Make challenges,
read good books,
know about our life purpose,
and do the best for this world.
(zaki Muclision indonesia)



When there is a will,
There is a Way.


"To make a great dream come true,
you must first have a great dream".





have a nice day!!!!!!





Mengkaji Kembali Sistem pendidikan yang sudah ada
Kurang optimalnya pelaksanaan sistem pendidikan (yg sebenarnya sudah cukup baik) di Indonesia yang disebabkan pendidikan belum menempatkan siswa sebagai pribadi yang utuh. Sebenarnya kurikulum Indonesia tidaklah kalah dari kurikulum di negara maju, tetapi pelaksanaannya yang masih jauh dari optimal. Implementasi pendidikan yg kurang benar.Pendidikan di negara kita belum mampu mengembangkan intelektual serta pengetahuan secara komprehensif. Kegiatan pembelajaran semestinya tidak sekedar menekankan pada kompetisi akademik (Learning how to learn) tetapi juga kompetisi secara personal (Learning how to be), bagaimana menerapkan pengetahuan yang di dapat dalam kehidupan sehari-hari (learning how to do), dan memanfaatkan pengetahuan tersebut demi kebaikan dalam kaitanya dengan kehidupan bersama(learning how to live together) Ditambah lagi terlalu seringnya sistem pendidikan yang digonta-ganti tergantung kondisi politik, padahal itu bukanlah masalah utama, yg menjadi maslah utama adalah pelaksanaan di lapangan, kurang optimal.
Penerapan Ujian nasional bukanlah standart yang dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan pendidikan. Dengan diterapkannya standart tersebut, siswa justru harus dibebani dengan kepadatan materi yang tidak banyak membuka ruang diskusi, perdebatan, polemik dan kebebasan berpendapat.


Manajemen Sekolah
Masih banyaknya sekolah belum melaksanakan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah dengan benar. Sebagai dampak diterapkannya Ujian Nasional, banyak sekolah yang berlomba-lomba untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara akademik sehingga bahan pelajaran sudah dipecahkan dan siswa hanya tinggal menghafal saja, sehingga tidak diberi dorongan melakukan pencarian. Seringkali bahan pelajaran diajarkan secara terpisah dan tidak memiliki kaitan historis dengan kenyataan sosial yang dialami siswa. Dengan adanya Ujian Nasional juga mengakibatkan adanya dominasi peran guru yang tidak memberi hak pada siswa karena anak didik hanya dianggap layaknya bejana kosong yang harus ditumpahi informasi , pengetahuan dan ketrampilan siap pakai. Akibatnya Kegiatan belajar mengajar berjalan dalam kebekuan dan teknik hafalan tejadi di hampir semua pelajaran.


Kebijkan Pendidikan yang Adil Bagi Semua
Masalah lain yang dihadapi dunia pendidikan kita yang juga memiliki kaitan erat dengan sistem adalah kebijakan pemerintah yang banyak dianggap merugikan rakyat. Pentingnya pendidikan bagi masa depan bangsa belum menjadi pikiran utama para elite-elite politik pengambil kebijakan, tetapi hanya sebagai sarana perebutan proyek. Banyak RUU yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat disahkan dengan mengatasnamakan rakyat.
Kurikulum pendidikan sering kali di ubah-ubah demi kepentingan politik dan proyek jual-beli buku antara penerbit dan siswa layaknya transaksi jual beli dipasar dengan alasan perbaikan mutu pendidikan. Hal tersebut saya buktikan sendiri dengan pengalaman saya dimana setiap tahunnya orang tua saya harus menyisihkan anggaran lebih untuk membeli buku-buku pelajaran adik saya yang hanya selisih dua tahun karena buku-buku saya sudah tidak dapat dipakai adik saya lantaran berbeda kurikulum.
Lebih parah lagi, Pendidikan dinegeri ini sudah dimasuki intervensi asing dimana liberalisasi pendidikan sebagai sesuatu hal yang tidak perlu ditutup-tutupi.
Liberalisasi (kapitalisasi) pendidikan tinggi merupakan sistem kapitalisme dalam dunia pendidikan tinggi, dengan modus utamanya integrasi pendidikan tinggi dengan pasar global. Liberalisasi pendidikan tinggi berawal dari apa yang dilakukan oleh aktor-aktornya, yaitu Multi National Corporation(MNC) yang dibantu oleh bank dunia/IMF melalui kesepakatan yang dibuat WTO untuk terjun dalam arus globalisasi berdasarkan paham neoliberalisme. (M. Shiddiq al-jawi, 2008)
Dalih dari liberalisasi ini adalah dijauhkannya peran dan tanggung jawab negara dengan istilah yang menipu yakni:”Pembebasan pendidikan dari intervensi negara”
Sebagai contoh adalah pelepasan tanggung jawab Negara ketika UGM di ubah bentuknya menjadi BHMN (Badan Hukum Milik Negara). Akhirnya UGM harus mencari dana sendiri, antara lain melalui “jalur khusus” dalam menerima mahasiswa.
Di satu sisi, hal positif yang dapat dirasakan adalah terciptanya pendidikan dengan kulaitas, efisiensi, dan profesionalisme yang bagus. Pihak penyelenggara pendidikan bisa bebas sesuai dengan kreativitasnya memajukan pendidikan yang dijalankan berdasarkan strategi yang telah dirancang. Penyelenggara pendidikan pun tidak perlu terhambat akan adanya jeratan birokrasi yang berbelit-belit seperti yang terjadi selama ini. Namun di sisi lain, Konsep BHMN secara mudah bisa diidentikkan dengan sebuah korporasi dalam dunia bisnis, yang akan menyebabkan komersialisasi pelayanan pendidikan.
Adanya konsep otonomi, secara makro, mengesankan upaya terselubung pemerintah untuk menghindari tanggung jawab penyisihan dana APBN sebesar 20 persen bagi pendidikan sesuai dengan amanat konstitusi. Masalahnya adalah kemandirian institusi pendidikan yang dibuat pemerintah juga sampai pada adanya kemandirian dari segi pendanaan. Walhasil, institusi pendidikan harus memutar otak untuk bisa membiayai jalannya aktivitas pendidikan secara independen (ANDRIY ARIESSON HP)

Pendidikan Untuk Semua
Dampak terburuk dari Konsep BHMN adalah semakin mahalnya biaya pendidikan yang berakibat pada semakin banyaknya masyarakat yang tidak mampu membiayai pendidikan anak-anaknya. Masih banyaknya masyarakat tidakmampu menekolahkan anaknya karena faktorkemiskinan. Sebagai contoh orang miskin tidak mampu menyekolahkan anaknya di Fakultas kedokteran, meskipun anaknya mempunyai potensi.

Beasiswa kurang tepat sasaran
Program beasiswa yng diharapkan membantu masyarakat untuk memperoleh pendidikan yang layak tidaklah tanpa kendala. Terkadang beasiswa diterima oleh orang-orang yang tidak berhak menerimanya atau tidak tepat sasaran. Disamping itu adanya penyelewengan dana pendidikan. Akibatnya harapan sebagian masyarakat untuk memperoleh pendidikan yang layak hanyalah menjadi hisapan jempol belaka.

Sarana dan Prasarana
Tidak berhenti sampai disini, Carut-marut dunia pendidikan di negara kita ini semakin parah dengan tidak meratanya sarana dan prasarana pendidikan. Khususnya di daerah terpencil, suasana belajar dan mengajar sangat jauh dari kondusif karena banyak gedung sekolah yang sudah tidak layak pakai sehingga kegiatan belajar mengajar harus dilakukan dengan segala keterbatasan yang ada Masih terbatasnya sarana dan prasarana kegiatan belajar mengajar, terutama di daerah terpencil seperti buku pelajaran, alat laboraturium/ praktek, ruang belajar dan lain-lain perlu menjadi bahasan khusus bagi para elite politik dinegeri ini..
Sistem pendidikan yang sering berganti-ganti, bukanlah masalah utama, yang menjadi masalah utama adalah pelaksanaan di lapangan, kurang optimal. Terbatasnya fasilitas untuk pembelajaran baik bagi pengajar dan yang belajar. (Rena Istri Wangi)

Kualitas dan Kuantitas pendidik
Dibeberapa daerah masih kekurangan guru, baik dari segi kualitasnya maupun jumlahnya, namun di daerah lain justru kelebihan guru. Hal ini kurangnya pemerataan di daerah. Sulitnya menyediakan guru-guru berbobot untuk mengajar di daerah-daerah tersebut disebabkan profesi guru didaerah-daerah kurang mendapat apresiasi, dimana guru-guru daerah hanya digaji dengan gaji yang rendah sehingga banyak guru-guru profesional yang enggan di salurkan ke daerah.
Pendidikan di Indonesia tertinggal jauh karena kurang sadarnya masyarakat mengenai betapa pentingnya pendidik dalam membentuk generasi mendatang sehingga profesi ini tidak begitu dihargai dan dipandang sebelah mata (Prof. Nelson Tansu, PhD, 2006)
Banyak sekali kegiatan yang dilakukan depdiknas untuk meningkatkan kompetensi guru, tetapi tindak lanjut yang tidak membuahkan hasil dari kegiatan semacam penataran, sosialisasi. Jadi terkesan yang penting kegiatan itu terlaksana selanjutnya, tanpa memperhatikan manfaat yang dapat diperoleh.
pemetaan guru yang jelas dan akurat, baik data jumlah dan data kompetensi yang dikuasai guru dalam mengajar. Dan perlu pengaturan secara propinsi terhadap penempatan guru, sehingga dengan demikian tidak akan ada suatu daerah tertentu kekurangan guru sementara daerah lain kelebihan guru.(data Pembinaan Pendidikan Menengah no.5 program pembinaan pendidikan dan kebudayaan di Kalimantan Tengah)
Pendidikan Agama dan Kepribadian tidak Menyentuh
Pola pengajaran Agama di indonesia hanya diorientasikan pada pendidikan akademis, padahal keberhasilan anak dalam hal ini tidak dapat diukur dari pencapaian nilai secara kuantitatif tetapi lebih kepada pembentukan akhlaq atau perilaku dan bukan sekedar teori-teori saja.
Pendidikan sebagai praktek pengamalan ajaran agama secara maksimal dengan melalui teknik terapan ajaran-ajaran dasar agama. (kesalehan simbolik menjadi dasar pendidikan) (Eko Prasetyo, 2008)
Ada kasus menarik yang pernah saya amati, dimana ada teman saya yang mencontek ketika ada ujian pendidikan agama. Hal tersebut sangat ironis, ketika perbuatan tidak agamis bahkan dilarang oleh agama tetapi dilakukan ketika pelajaran agama. Hal ini yang kini kita rasakan secara nyata. Ini masalah dan harus disadari sebagai masalah yang serius bagi perkembangan pendidikan Semestinya pelajaran keagamaan diberikan tidak sekedar teori akan tetapi praktek-praktek keseharian sehingga dapat membentuk pribadi yang mulia. kita semua harus menyadarinya sebagai tantangan hebat untuk menyambut masa depan Indonesia yang beradab.

Kesadaran Masyarakat
Pentingnya pendidikan bagi masa depan bangsa belum menjadi kesadaran umum, tetapi hanya menjadi kesadaran pribadi-pribadi.(Benny Susetyo PR)
Masih rendahnya motivasi masyarakat untuk terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan. Banyak orang tua yang hanya membiayai pendidikan anaknya tapi kurang mengawasi perkembangan anaknya. Kita semua harus menyadari bahwa proses perubahan harus dari diri sendiri, dari hal yang paling kecil kemudian hal-hal yang lebih besar, lingkungan dan orang lain. Jika kita ibaratkan ketika ketika menunjuk orang lain salah, sebenarnya pada saat itu ada satu jari yang mengarah pada orang lain tetapi ada tiga jari yang mengarah pada diri kita. Artinya, kesadaran masyarakat ini harus dimulai dari diri kita sendiri.

Minat Baca Rendah
Kesadaran masyarakat diatas mencakup berbagai hal yang berkaitan dengan suksesnya pendidikan di Indonesia, termasuk juga disini adalah kesadaran dalam hal membaca.
“Hidup adalah pembelajaran. Belajar dimulai dari membaca. Membaca tulisan, simbol maupun realitas empirik.....” (Bambang Sudibyo,2008).
Rendahnya minat baca, baik siswa maupun masyarakat pada umumnya menyebabkan pengetahuan kita secara rata-rata jauh dibandingkan negara negara lain
Kedisiplinan
kedisiplinan bangsa ini perlu diperbaiki melihat banyak masyarakat kita yang tidak mau menghargai waktu. Datang kuliah terlambat, suka bermalas-malasan dalam mengerjakan tugas, adalah contoh dari kurangnya disiplin masyarakat kita. Apalagi hal tersebut terbawa ketika para siswa ini sudah bekerja sehingga etos kerja bangsa ini secara umum rendah.

Gaya Hidup dan Teknologi
Semakin pesatnya tegnologi dan informasi justru menjadi masalah dalam dunia pendidikan di Indonesia karena masyarakat belum mampu mem-filter hal-ha yng masuk, termasuk gaya hidup hedonis. Para pelajar banyak yang suka meniru hal-hal yang negatif

Saran
Pemerintah menyediakan kebijakan yang adil bagi semua, berpihak pada kaum lemah, dan tidak menjadi agen penjajah dalam liberalisasi pendidikan. Oleh karena itu kita perlu duduk bersama antara pendidik dan orang tua serta pemerintah dalam rangka merumuskan bersama kebijakan pendidikan yang berorientasi keindonesiaan. Kebijakan yang manusiawi yang bisa membuat manusia Indonesia memiliki harapan ke depan dalam konteks global Selanjutnya, memberikan penyadaran kepada masyarakat bahwa masyarakat selain mempunyai hak, juga mempunyai kewajiban untuk terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan. Tentu saja pemerintah sendiri tidak akan dapat menjalankan sistem pendidikan ini tanpa dukungan dari seluruh komponen bangsa Indonesia, Saya rasa kita masih harus banyak bekerja dan belajar segiat mungkin untuk bisa terus mewujudkan cita-cita besar bangsa ini.
Hal yang tidak kalah penting adalah jangan membebani anak didik dengan kepadatan materi yang tidak banyak membuka ruang diskusi, perdebatan, polemik dan kebebasan berpendapat. Kepadatan materi hanya akan menyebabkan kegiatan belajar mengajar berjalan dalam kebekuan dan hanya mengandalkan teknik hafalan dengan mengabaikan keterampilan.
Dalam hal ini, paradigma baru pendidikan Indonesia dibutuhkan. Harus dan harus, kita menggali kekayaan dan kebesaran visi misi pendidikan dari Ki Hajar Dewantara. Mendesak dan amat urgen merumuskan visi pendidikan yang berorientasi pada pendidikan seutuhnya untuk mencetak manusia Indonesia seutuhnya. (Benny Susetyo PR,2006)
Pendidikan seutuhnya dalam maksud Ki Hajar adalah pendidikan yang tidak mencabut akar budaya yang membuat anak didik menjadi asing dengan realitasnya. Pendidikan harus membuat manusia Indonesia menjadi peka akan budi pekerti. Hal tersebut menjadi penegas atas uraian saya tentang pentingnya pendidikan agama yang tidak sekedar teori tetapi juga praktek Kepekaan inilah yang membuat manusia Indonesia akan terbentuk sebagai pribadi yang berkehalusan budi serta berkeheningan batin.

Referensi
1. http://www.kalteng.go.id/indo/Pendidikan2003.htm
2.http://koranthecampus.wordpress.com/2007/05/03/bhp-solusi-masalah-pendidikan-kita/
3. http://www.sinarharapan.co.id/berita/0608/30/opi01.html
4. ,http://urip.wordpress.com/2006/10/27/masalah-pendidikan-menurut-nelson-tansu/
5. Materi Seminar nasional masalah pendidikan, Oleh Menteri Pendidikan RI Bambang Sudibyo, 2008







Google search

Custom Search