Rabu, 29 Juni 2011

Visit Bali



Sejak kecil, aku pengen sekali liburan ke Bali. Aku tahu Bali sejak aku masih kecil. Pertama kali aku tahu Bali adalah ketika nenekku mendapatkan kalender hadiah dari salah satu produk penyedap masakan. Nenekku adalah penjual bumbu-bumbu dapur di pasar. Jadi, dia sering dapat hadiah kalender atau kaos dari penyetor barang dagangannya. Aku senang sekali melihat gambar-gambar yang ada di kalender itu. Aku berharap suatu saat aku bisa ke tempat itu, namun keinginanku itu awalnya hanya sebatas mimpi. Aku tidak punya cukup biaya untuk pergi ke sana. Sewaktu SMP, Aku berharap ada study Tour ke Bali tapi ternyata tempat wisata yang banyak dipilih oleh teman-temanku adalah Surabaya. Maklum, aku bersekolah di desa, mayoritas teman-temanku berasal dari keluarga menengah ke bawah. Jadi sekolahku memutuskan untuk mengadakan study tour ke Surabaya.
Meskipun keinginanku tak kunjung terwujud, aku tetap berkeyakinan dan penuh harap bahwa suatu saat aku bisa pergi ke Bali. Sewaktu aku SMA juga ada study tour. Tapi, lagi-lagi obyek wisata yang dipilih bukan Bali melainkan Jakarta. Aku sebenarnya juga senang mengunjungi obyek-obyek wisata di Jakarta, di Surabaya, atau di daerah manapun di seluruh Indonesia, aku pun berharap suatu saat dapat mengunjungi berbagai wilayah di seluruh Indonesia. Tapi, tempat yang paling ingin aku kunjungi adalah Bali karena Bali adalah tempat wisata di Indonesia yang pertama kali aku ketahui keindahannya (meskipun hanya melihat dari gambar).
Setelah sekian lama menunggu dan berharap, akhirnya mimpiku benar-benar terwujud. Temanku kuliah mengajakku untuk liburan ke Bali. Aku senang-senang susah mendapat tawaran itu. Di satu sisi aku senang karena mimpiku untuk pergi ke Bali akan benar-benar terwujud. Disisi lain, aku bersedih karena aku tidak punya cukup uang untuk pergi ke sana. Tapi, temenku memberi tawaran yang membuatku senang. Katanya, kami bisa ke sana hanya bermodal uang lima ratus ribu rupiah. Akhirnya kau memutuskan untuk ikut karena uang beasiswaku masih sisa.
Perjalananku ke Bali tidak semulus yang aku bayangkan. Aku dan teman-temanku memutuskan untuk naik kereta api ekonomi jurusan banyuwangi. Aku cukup mengeluarkan uang dua puluh lima ribu rupiah untuk membeli tiket kereta. Sebelum aku berangkat, aku pergi ke ATM dulu untuk mengambil uang. Di sini lah masalah muncul, kartu ATM tertelan mesin ATM. Karena hal itu, aku sempat berputus asa dan hendak mengurungkan kepergianku. Tapi, teman-temanku sangat baik. Mereka berjanji akan meminjami aku uang dulu. Lalu aku putuskan ikut ke Bali tanpa uang sepeserpun.
Ketika berangkat dari stasiun Lempuyangan Yogyakarta, kereta yang kami tumpangi kosong. Penumpang yang masuk gerbong yang kami tumpangi hanya sedikit. Aku senang sekali, karena aku pikir kalau gerbong ini kosong sampai banyuwangi, aku bisa tidur nyaman. Hehe.. tapi ternyata prediksiku salah. Sesampainya di Solo, banyak penumpang yang masuk gerbong. Parahnya lagi waktu di madiun. Sudah tidak ada lagi tempat duduk yang kosong tapi tetep aja banyak penumpang yang masuk sampai-sampai gerbong itu benuh dan sumpek. Setelah delapan jam perjalanan, kereta yang kami tumpangi baru kembali sepi. Huft.. rasanya capek sekali.
Setelah sampai di banyuwangi, rasanya badanku sudah mau patah-patah. Kami sepakati untuk naek angkot biar cepat sampai pelabuhan. Sesampainya di pelabuahn, kami naik kapal. Perjalanan sampai Bali memerlukan waktu 1 jam perjalanan. Sesampainya di Bali, kami menyewa angkot lagi untuk pergi ke Pompies, Legian. Sesampainya di sana, kami mencari penginapan dengan harga murah. Aku senang sekali sudah sampai Bali. Rasanya percaya nggak percaya. Karena capek, kami putuskan untuk istirahat sejenak. Setelah agak siang, kami baru mandi lalu kluar hotel.Tempat yang pertama kami kunjungi adalah Monumen peledakan bom Bali di jalan legian Kuta. Aku sangat sedih melihat onumen itu. Seandainya tidak ada orang-orang egois yang sok benar dan mengatasnamakan agama untuk melakukan kekerasan itu, pasti monumen itu tidak akan ada di sana.
Tempat wisata satu satunya di Legian hanyalah Pantai Legian dengan ombak yg bisa mencapai ketinggian 3 meter sehingga bagus berselancar. Oleh karena itu, kami bersepakat patungan untuk menyewa mobil. Kami menghampiri salah satu rental mobil yang ada di jalan legian. Karena jumlah kami cukup banyak, jadi tiap anak cukup membayar 50 ribu untuk menyewa mobil.
Kami tidak mau menyia-nyiakan waktu, keesokan harinya, kami pagi-pagi sekali sudah dijemput oleh sopir yang telah kami sewa. Tempat yang pertama kali kami kunjungi selain di legian adalah Pantai Sanur. empat ini letaknya adalah persis di sebelah timur kota denpasar. Pantai Sanur dikenal sebagai Sunrise beach (pantai matahari terbit. Karena lokasinya yang berada di sebelah timur pulau Bali, maka pantai Bali ini menjadi lokasi yang tepat untuk menikmati sunrise atau matahari terbit. Hal ini menjadikan tempat wisata ini menarik, bahkan ada sebuah ruas di pantai Sanur ini yang bernama pantai Matahari Terbit karena pemandangan saat matahari terbit sangat indah jika dilihat dari sana. Sebagian kawasan pantai ini mempunyai pasir berwarna putih yang eksotis. Dilengkapi dengan pohon pelindung, kami bisa duduk-duduk sambil menikmati jagung bakar ataupun lumpia yang banyak dijajakan pedagang kaki lima. Kami menunggu sunrise sejak jam 4.30 WITA. Setelah matahari terbit, kami sangat senang sekali karena sunrise sangat indah. Kami tak mau melewatkan moment itu. Kami berfoto-foto dan tanpa malu-malu, kami juga mengajak bule-bule di sana untuk berfoto bersama kami.
Setelah menikmati sunrise di Sanur, kami melanjutkan tour ke Jimbaran yang terletak di sebelah selatan pulau Bali. Lokasinya tidak jauh dari Bandara Internasional Ngurah Rai. Kata pemandu kami, sebelum menjadi terkenal seperti saat ini, Jimbaran merupakan sebuah kampung nelayan tradisional. Kami ke Jimbaran hanya untuk mencari sarapan. Di Jimbaran terdapat banyak rumah makan atau restoran yang menyajikan berbagai makanan laut (seafood). Di Jimbaran juga terdapat berbagai hotel internasional yang menjulang tinggi. Kebanyakan yang keluar masuk di hotel-hotel tersebut adalah wisatawan asing. Sementara kami yang bisa dikatakan memiliki pulau bali karena kami adalah warga negara Indonesia, justru hanya menginap di hotel melati. Hehehehe.. Saat menyusuri jalan di daerah Jimbaran, kami melihat sederetan restoran yang menawarkan menu makanan seafood sebagai menu utama. Jimbaran merupakan tempat yang menyenangkan, namun kami tidak memesan seafood. Meskipun di Bali, kami mencari restoran padang biar jelas kehalalannya. Hehehe..
Setelah sarapan, kami lanjutkan perjalanan ke Bedugul yang merupakan salah satu objek wisata Bali yang menawarkan keindahan alam pegunungan dan danau. Tempatnya yang tinggi membuat daerah ini selalu diselimuti kabut dan berhawa dingin. Sewaktu kami tiba disana, aku sangat terkesima menikmati keindahan alam di sekitar danau beratan. Di tengah danau terdapat sebuah Pura yaitu Pura Ulun Danu yang merupakan tempat pemujaan kepada Sang Hyang Dewi Danu sebagai pemberi kesuburan.
Setelah dari Bedugul, sebenarnya aku lupa urutan perjalanan kami selanjutnya. Yang pasti, setelah dari Bedugul kami mengunjungi beberapa objek wisata lainnya di Bali, diantaranya Uluwatu, tanah Lot, Pasar Soekowati, GWK Cultural Park di Pecatu, Taman Budaya di Denpasar, tempat untuk Parasseling dan Banana Boat (tapi aku lupa nama tempatnya.
Kami menghabiskan waktu tiga hari untuk mengunjungi semua tempat tersebut. Meskipun singkat, kami sangat menikmati perjalanan wisata kami. Di Uluwatu, kami sempat berfoto-foto di pinggir tebing, di Tanah Lot kami sempat menyaksikan sunset, di GWK kami juga cukup lama berfoto-foto di bawah patung Garuda Kencana Wisnu, dan patung Dewa Wisnu tentunya. Fasilitas yang ada di GWK ideal untuk semua jenis acara outdoor. diantaranya akustik Amphitheatre yang merupakan tempat untuk pertunjukan budaya, berkapasitas 800 orang, tertutup oleh pilar batu kapur yang sangat besar dengan angka Wisnu sebagai latar belakang. Selain itu, juga terdapat area Lotus Pond dramatis yang memiliki kapasitas untuk 7500 orang. Teater ini mirip seperti jalan seremonial di pedasaan Bali. Selain itu, ada pula Street Theatre yang cocok untuk acara fashion shows, and pertunjukan gerak lainnya. Ada pula Plaza kura-kura dan Galeri Pameran yang luasnya 200 meter persegi tertutup serta sepuluh meter persegi halaman yang terbuka di dalam. Sebenarnya, di taman Budaya, di Tanah Lot, dan di GWK terdapat toko-toko yang menjual soufenir dan oleh-oleh khas Bali. Tapi kami tidak membeli oleh-oleh di Tempat itu. Kami membeli oleh-oleh di Pasar Soekowati yang terkenal sebagai tempat dijualnya barang-barang seni khas Bali yang cocok dijadikan oleh-oleh Bali untuk teman, saudara, atau sanak keluarga kami. Barang-barang yang dijual cukup menarik dan harganya pun miring. Mulai dari sandal manik-manik, celana pendek khas Bali, pakaian, batik, tas, lukisan, patung kayu, bed cover, alat-alat rumah tangga sampai pernak-pernik dan perhiasaan dijual disini. Di pasar Soekowati, aku membeli udeng dan sarung Bali. Karena aku tidak mempunyai keahlian menawar, maka aku meminta tolong Bli Nengan (sopir kami) untuk membelikan udeng dan sarung tersebut. Kata Bli, disini jangan takut menawar, penjual tidak akan marah kalau kita menawar dengan harga rendah. Sarung Bali yang saya minta, dibelikan Bli Nengah seharga empat puluh ribu rupiah dan udeng seharga sepuluh ribu rupiah. Selain membeli udeng dan sarung, aku juga membeli beberapa pernak-pernik dan dodol salak Bali yang aku jadikan oleh-oleh untuk teman-temanku di Jogja. Setelah tiga hari keliling Bali, saatnya kembali ke Jogja.. rasanya capek tapi sangat menyenangkan. Meskipun penuh pengorbanan, tapi Liburan di Bali merupakan liburan yang tidak terlupakan dalam hidupku.










Visit Karimunjawa

Desa karimunjawa merupakan sentral kegiatan kepariwisataan di wilayah kepulauan karimunjawa. Hal ini disebabkan letaknya yang sangat strategis dan merupakan pintu masuk wilayah kepulauan karimunjawa baik dari Jepara maupun dari Semarang. Oleh karena itu sudah semestinya kawasan desa karimunjawa menjadi pusat kegiatan kepariwisataan yang benar-benar tertata yang dapat memberikan kesan positif bagi wisatawan yang datang ke kawasan ini. Untuk menjadikan desa karimunjawa sebagai pusat kegiatan kepariwisataan yang menarik maka diperlukan peran serta dari berbagai pihak diantaranya pemerintah, pihak swasta dan tentunya masyarakat yang juga merupakan pilar dan sekaligus pelaku kegiatan kepariwisataan ini.
Setelah berkunjung ke Karimunjawa ini, saya memiliki beberapa masukan diantaranya
1. Agar karimunjawa memiliki daya tarik yang khas maka diperlukan kerjasama yang baik dari pilar utama pariwisata yaitu pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat. Pemerintah setempat dalam mengeluarkan kebijakan mengenai pengembangan pariwisata harus disesuaikan dengan kemampuan masyarakat. Selanjutnya pihak swasta diharapkan secara professional menyediakan jasa pelayanan bagi pengembangan pariwisata tersebut. Sedangkan masyarakat selain diharapkan senantiasa membangkitkan kesadaran tentang pentingnya pelestarian lingkungan sebagai penunjang pariwisata juga diharapkan menumbuhkembangkan kreatifitas yang melahirkan berbagai kreasi segar yang mengundang perhatian untuk kemudian menjadi daya pikat pariwisata.
2. Pemerintah, pihak swasta dan masyarakat bersama-sama melindungi dan memberikan pelayanan kepada para wisatawan yang mengunjungi salah satu objek wisata minimal dengan mengucapkan selamat dan memberi senyuman. Selain itu kebersihan lingkungaan juga harus diperhaatikan agar para wisatawan merasa nyaman dan terkesan dengan semua pelayanan dan konsidi alam yang tersedia.
3. Kualitas Sumber daya Manusia yang ada di karimunjawa harus secara terus-menerus ditingkatkan melalui berbagai pelatihan yang diselenggarakan melalui pendidikan formal di sekolah-sekolah maupun pelatihan secara informal melalui berbagai kegiatan kursus, bimbingan belajar dan lain sebagainya. Hal ini perlu dilakukan agar masyarakat kelak mampu secara mandiri mengolah segala potensi pariwisata yang dimiliki dan mampu bersaing dengan daerah-daerah wisata lainnya baik local maupun internasional.
4. Pelayanan yang baik dari masyarakat bisa dimulai dari setiap individu yang bersangkutan dapat memulai dari rumah dan halaman mereka masing-masing. Hal tersebut dapat dilakukan, misalnya dengan menata rumah secara rapi pada ruang tamu maupun semua bagiannya agar tamu yang datang merasa nyaman dan betah. Begitu pula halaman rumahnya tata agar terlihat asri dengan selalu menjaga kebersihan dan keindahan.













PANDANGAN PENGEMIS TENTANG EKSISTENSI DIRINYA SEBAGAI MANUSIA

-->
A. Biografi Pengemis
Ibu Asroh lahir di Magelang pada tahun 1948. Beliau sempat mengenyam pendidikan sampai kelas empat SD. Namun beliau akhirnya putus sekolah karena keinginan orang tuanya agar membantu pekerjaan mereka di ladang sebagai petani. Pada waktu itu beliau tidak menolak kehendak orangtuanya karena ia mengaku memang belum menyadari tentang pentingnya sekolah. Setelah ia dewasa, barulah ia mulai menyadari bahwa ternyata pendidikan itu penting. Namun, waktu tidak dapat diputar ulang. Ibaratnya nasi sudah terlanjur menjadi bubur. Beliau memang menyesal akan pilihannya dahulu untuk berhenti sekolah, tetapi ia tidak mau terus-menerus meratapi masa lalunya. Kini ia hanya berharap mudah-mudahan anak-anaknya bisa sekolah paling tidak sampai tingkat SLTP. Beliau berharap agar kelak anak-anaknya memiliki kehidupan yang lebih baik daripada kehidupan yang ia alami saat ini.
Kehidupannya sebagai petani di Magelang dirasa jauh dari kesejahteraan. Oleh karena itu, pada tahun 1994 ia dan suaminya memutuskan untuk mengadu nasib ke kota Jogja sampai sekarang. Di Jogja, ia tinggal di Sidomulyo. Ibu Asroh memulai pekerjaan sebagai pengemis saat anaknya pertamanya berusia sepuluh tahun. Awalnya beliau bekerja sebagai pegupas bawang di pasar Bringharjo. Namun, penghasilannya tersebut ditambah dengan pengahasilan suaminya sebagai tukang becak tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari. Akhirnya, ia terpaksa menjalani hidupnya sebagai seorang pengemis.
Namun ibu asroh tidak mau begitu saja pasrah dengan nasib yang dialaminya. Beliau tetap berusaha untuk mencari alternatif selain menjadi pengemis. Beliau berkeyakinan masih memiliki peluang untuk dapat keluar dari tindakan mengemisnya. Sampai pada suatu saat, ia ditawari oleh tetangganya untuk menjadi pemungut sampah. Sampai saat ini, beliau selalu berusaha untuk memeuhi kebutuhan hidupnya tanpa bergantung dengan orang lain atau mengemis. Akan tetapi, beliau juga tidak menyangkal kalu beliau juga terkadang terpaksa mengemis jika uang hasil beliau mengumpulkan sampah dirasa tidak mencukupi.
Ibu Asroh biasanya mengemis atau mengais sampah di area kampus UGM. Beliau mencari sampah dan atau mengemis mulai pukul Sembilan pagi sampai pukul empat sore. Beliau mengaku bahwa beliau pernah tidak dapat memenuhi kebutuhan makan dia dan keluarganya dalam sehari sehingga terpaksa berhutang kepada tetangganya. Sebenarnya ibu asroh dan suaminya juga berusaha untuk menyisihkan penghasilannya  dalam sehari akan tetapi mereka merasa sangat kesulitan. Kalau toh ada sisa biasanya untuk mencicil membayar hutang.
Ibu Asroh dan suaminya dikarunia dua anak. Anak pertamanya, bernama Fina Fidyaningsih. Saat ini ia putus sekolah karena sakit lemah jantung sejak kelas empat SD. Sebenarnya Fina juga berkeinginan untuk melanjutkan sekolah seperti teman-temannya. Melihat kondisi anaknya yang seperti itu, ibu Asroh sebenarnya sangat sedih. Namun ia berusaha untuk tetap tabah dan sabar. Meskipun ia harus gali lubang, tutup lubang untuk membiayai berobat anaknya.
B. Memahami konsep diri.
Masalah yang kita hadapi adalah mencari wajah yang sebenarya dan seutuhya tentang manusia. Oleh karena itu, titik tolak yang harus diambil bukanlah hasil suatu interpretasi seseorang tentang manusia, tetapi manusia dalam kewajaran serta keaslian hidupnya (Poespowardojo, 1978:8)
Sesuai pemahaman kami, Ibu asroh memiliki konsep diri yang baik. Beliau tidak hanya menghadirkan dirinya sebagai individu yang berdiri sendiri tetapi juga makhluk sosial yang harus hidup bersama-sama dengan orang lain. Jika dilihat dari kacamata bahwa beliau adalah juga person yang dipakai apabila membandingkan manusia dengan yang bukan manusia, menegaskan transendensinya terhadap yang lain. Maka dipahami dari segi spiritualitasnya ini, ibu Asroh adalah sosok yang sederhana dalam kepribadiannya karena keterbatasan pendidikan. Akan tetapi hal tersebut tidak menyebabkan beliau kehilangan makna manusiawinya. Justru dari situ, kami melihat bahwa kesederhanaan pemikirannya menggambarkan sebuah ketulusan dalam hidup. Ia berusaha menjalani kehidupannya layaknya manusia seutuhnya yang dibekali akal dan hati. Beliau memegang itu sebagai bekal hidupnya.
Dengan kesadaran etisnya, manusia menyadari dirinya sedalam-dalamnya, siapakah “aku”nya, dalam situasi eksistensi yang bagaimana ia berada dan dalam keharusan eksistensi yang bagaiman ia berada. Jadi ‘kesadaran etis adalah keadaran manusia tentang dirinya di dalam situasi eksistensinya. (salam,1988:112)
Ia mempunyai prinsip dasar bahwa hidup yang baik adalah hidup yang dijalani dengan tulus dan tidak mengganggu atau merugikan orang lain. Ibu Asroh dalam memandang kebebasan dan tanggungjawab senantiasa berpegang pada kebaikan bersama. Secara sederhana ia mengatakan bahwa setiap perilaku atau tindakannya harus dipertanggungjawabkan dengan yang lainnya. Apa yang dilakukannya harus atas dasar boleh atau tidak boleh, baik atau tidak baik hidupnya dan hidup orang lain.
Kita telah memahami arti daripada kodrat manusia. Melaksanakan kebaikan adalah tuntutan kodrat manusia. Kewajiban itu pada dasarnya adalah kebaikan yang dengan keharusan dibebankan pada kehendak kita yang merdeka untuk melaksanakan. Jadi keharusan dari wajib itu adalah principium identitas yang artinya: ‘Manusia adalah manusia, jadi harus berlaku sebagai manusia”. Bila tidak maka ia tetap manusia, tetapi memungkiri kemanusiaannya, lalu perbuatannya itu menggila dan sebagainya. (salam,1988:116)
C. Memahami konsep tentang dunia (kedudukan dirinya dengan sesama, dirinya dengan makhluk lain).
Sesama manusia harus hidup tolong-menolong dengan bergotong-royong. Di dalam pergaulan hendaknya setiap individu selalu berbudi luhur, setia kawan dan jujur.
Rukun agawe santoso, crah agawe bubrah. Maksudnya kesatuan dan persatuan akan menjadi kuat sentosa, sedang pertengkaran akan membawa kehancuran. (Bratawidjaja, 1996:54)
Ibu Asroh tidak merasa malu dengan pekerjaannya sebagai pengais sampah dan pengemis. Ia tidak merasa dikucilkan. Ia pun juga mengikuti kegiatan-kegiatan kemasyarakatan  seperti masyarakat kebanyakan. Jika memang ia harus mengikuti kegiatan-kegiatan seperti bersih desa, resepsi pernikahan atau bahkan ada tetanganya yang meninggal, beliau merasaha harus menghadiri kegiatan-kegiatan tersebut. Hal tersebut ia lakukan karena ia sadar bahwa ia tidak mungkin hidup terlepas dari bantuan orang lain. Ia menyadari betul bahwa dalam hidup ini manusia harus saling tolong-menolong satu sama lain. Meskipun demikian, bukan berarti dia juga harus mengesampingkan kewajiban pokoknya untuk mencari nafkah. Karena kebanyakan tetangganya di Jogja juga berprofesi serupa dengan ibu Asroh, maka kesadaran bahwa masing-masing punya kewajiban untuk mencari nafkah. Maka dalam berpartipasi dalam kegiatan sosial, warga sekitar tempat tinggalnya mempunyai kesepakatan dan aturan-aturan dalam menghadiri kegiatan sosial tersebut. Misalnya, jika ada tetangganya yang meninggal maka ada pembagian waktu melayat. Ia melaksanakan kegiatan kemasyarakatan ini karena didasari pemahaman bahwa itulah  keseimbangan dalam tatanan kehidupan. Lebih jelasnya ia mengatakan bahwa ia melaksanakan kebaikan tersebut karena kesadaran bahwa suatu saat pasti ia juga akan mengalami hal serupa. Oleh karena itu, apa yang dilakukannya untuk masyarakat lain pun tidak berdasar atas banyak pertimbangan dan perhitungan. Hal ini dilaksanakan dengan penuh kesadaran atau tanpa adanya paksaan.
Kegiatan sosial yang dilaksanakan di daerah tempat tinggalnya sekarang ini diakuinya memang berbeda dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukannya ketika ia masih di Magelang. Ketika di Magelang diakuinya masih kental dengan kehidupan gotong-royong seperti kerjabakti, bersih desa, membantu membangun rumah secara bersama-sama dan lain sebagainya. Sedangkan di Sidomulyo tempat tinggalnya di Jogja, kegitan-kegiatan yang sangat penting saja yang masih dilaksanakan secara bersama-sama. Misalnya acara pernikahan atau acara takziah.
Sedangkan mengenai PKL, ibu Asroh tidak dapat berkata banyak. Ia juga menyadari bahwa apa yang dilakukan mereka adalah upaya untuk mencari nafkah meskipun tindakan mereka sering merugikan para pejalan kaki. Tapi menurutnya, setiap orang punya jalannya masing-masing. Ia tidak dapat menyalahkan para PKL karena mungkin mereka juga tidak  punya pilihan lain. Hal terpenting adalah saling menghargai bahwa setiap orang mempunyai watak dan nasib yang berbeda-beda.
Ibu asroh mengaku senang dengan digratiskannya sekolah SD dan SLTP Negeri oleh pemerintah. Ia berharap, anaknya yang kedua dapat sekolah paling tidak sampai lulus SLTP. Ia mengatakan kalau anak keduanya inilah yang kini menjadi tumpuan harapan ibu Asroh dan suaminya. Ia berharap anak keduanya dapat bekerja dengan layak sehingga dapat membahagiakan kedua orang tuanya.
Ia mengaku ikut mencontreng pada PEMILU kemarin. Meskipun ia tidak begitu paham dengan masalah politik, Ia mengatakan bahwa ia memilih yang sekiranya mampu memahami kehidupan rakyat kecil seperti dia. Menurutnya, pemerintahan saat ini sudah baik karena mau memberikan bantuan langsung tunai kepada rakyat miskin. Ia berharap pemerintahan selanjutnya dapat lebih baik lagi.
D. Memahami konsep tentang lingkungan (sejauh mana eksistensi manusia dalam lingkungannya).
Ibu Asroh juga sebenarnya tidak suka dengan orang yang membuang sampah berceceran di sembarang tempat. Tapi ia juga tidak memungkiri bahwa ternyata tindakan buruk orang-orang tersebut membawa berkah tersendiri baginya. Ia dapat memunguti sampah-sampah tersebut untuk kemudian dijualnya. Dari situ kita dapat mengetahui bahwa sebenarnya beliau memandang lingkungan sebagai sesuatu yang harus di jaga. Ia bahkan sempat mengatakan bahwa bencana yang akhir-akhir ini terjadi tidak terlepas dari tingkah laku manusia. Misalnya, banyak orang yang membuang sampah sembarangan dan menebang pohon semaunya sehingga timbullah banjir.
E. Memahami konsep tentang Tuhan.
Eksistensi religius adalah kesadaran manusia tentang keterhubungannya sebagai makhluk dengan penciptanya. Kesadaran ini merupakan benih adanya agama. (salam,1988:112)
Meskipun hanya seorang pengemis, bukan berarti dia lupa atau tidak peduli dengan ibadah. Ibu Asroh mengaku bahwa ia juga tidak lupa sembahyang. Ia biasanya sembahyang di masjid kampus UGM, masjid Mardliyah di Fakultas kedokteran atau di mushola-mushola fakultas di lingkungan UGM. Ia berusaha menjalani hidupnya dengan sabar dan tidak merasa bahwa Tuhan tidak adil kepadanya. Ia hanya berharap semoga dalam menjalani sisa-sisa hidupnya ini ia dapat meihat kedua anaknya tumbuh menjadi manusia yang baik dan mampu menjalani hidup yang lebih baik dari kehidupan yang ia jalani saat ini.
Dengan sangat lugu ia mengatakan bahwa orang baik, jujur, tidak mengganggu orang lain adalah orang yang akan masuk surga, sedangkan orang yang berbuat jahat akan masuk neraka. Sehingga ia mengharapkan agar kita semua selalu berhati-hati dalam setiap tingkah laku dan perbuatan.Oleh karenanya, ia tidak setuju kalau ada pengemis yang menipu seperti pura-pura cacat dan sebagainya. Ia juga sangat tidak suka melihat orang yang suka merugikan orang lain seperti mencuri, mencopet dan sebagainya. Dengan demikian ia menyarankan agar kita selalu waspada yakni selalu tanggap dengan keadaan sekitar. Ia tidak dapat begitu jelas menggambarkan keadaan surga seperti apa. Yang ia tahu hanyalah bahwa surga itu tempat yang sejuk dan meminta apa saja dipenuhi.
GOOGLE search
Custom Search

Aku dan sahabat-sahabatku

Aku sadar bahwa aku terlahir sebagai manusia yang mempunyai bentuk badan tertentu dan mampu bertindak sesuai pilihan hati dan pikiranku secara rasional sebagai “pribadi”. Akan tetapi, aku juga sadar bahwa ada orang lain pula yang mempunyai sifat-sifat seperti aku, mereka juga hadir sebagai pribadi yang sama derajat dan kedudukannya dengan aku yaitu sama-sama sebagai manusia. Aku tak mampu sepenuhnya hidup sendiri, kehadiran manusia lain sangat aku butuhkan demi kelangsungan hidupku dalam menjalankan misi sebagai manusia. Dengan kata lain, aku pada beberapa hal membutuhkan bantuan mereka dan begitu juga orang lain membutuhkan aku untuk hal-hal tertentu. Oleh karena itu, interaksi dan menjalin hubungan yang baik dengan orang lain sangat aku perlukan. Ini merupakan bukti bahwa manusia adalah makhluk social (Homo Socius).
Wajah seorang lain menyatakan kepadaku bahwa ia merupakan suatu eksistensi tersendiri, bahwa ia asing bagiku, sebab ia datang dari dunia lain, bahwa ia menghadapi aku dengan permohonan supaya ia diterima seperti seseorang tamu meminta supaya ia diterima dalam rumah seseorang. Ini berarti pertemuanku dengan orang lain merupakan suatu kejadian yang unik. (Poespowardojo, 1978: 42)
Akan tetapi, meskipun aku menyadari bahwa manusia mempunyai keunikan sendiri yang sungguh berbeda dengan manusia lainnya, baik dari sisi spiritualitasnya maupun dari sisi materialitasnya. Namun perbedaan-perbedaan itu bukan untuk disamakan. Hal yang terpenting adalah menumbuhkan kesadaran bahwa perbedaan itu justru memperkaya hidup kita sehingga satu dengan yang lain dapat saling melengkapi
Menurut Levinas hubungan antara aku dan orang lain adalah pertama-tama suatu hubugan social antara dua subjek yang saling meminta supaya diterima dengan hati yang jujur dan baik. Maka seharusnya hubungan dasar antara dua subjek ialah hubungan keadilan dan kebaikan. Wajah orang lain merupakan panggilan bagi aku untuk menerimanya. Akan tetapi panggilan itu bersifat etis, yaitu mewajibkan aku sedemikian rupa sehingga aku menjadi bertanggung jawab terhadap orang lain itu. (Poespowardojo, 1978: 43)
Semua itu adalah semata-mata karena adanya kesadaran bahwa manusia pada dasarnya ingin menjalani hidupnya dengan baik, dihargai, bahagia, dan terpenuhi segala kebutuhannya. Maka sikap empati sangatlah diperlukan. Mereka pun merasakan apa yang aku rasakan. Jika aku merasa kesakitan ketika tersulut api, merekapun juga demikian. Jika aku senang orang lain tersenyum manis kepadaku, mereka pun pasti juga senang jika ada orang lain yang tersenyum kepada mereka. Jika aku tidak ingin disakiti, mereka juga tak ingin.
Aku ingin menikmati hidup, dan untuk itu aku membutuhkn pertolongan orang lain. Sebaliknya, kalau aku mendekati orang lain, oleh sebab aku merasa kewajiban untuk menerimanya, maka bukan aku lagi yang menentukan sesama, tetapi sesama yang menentukan aku. Di sini hubungan dengan sesama menjadi hubungan keadilan dan kebaikan. Dengan mengambil, sikap ini telah dipecahkan duniaku yang terbatas, untuk bertemu dengan yang tak terbatas, yang merangkum aku dan sesama. (Poespowardojo, 1978: 43)
Meskipun demikian, untuk mewujudkan kesadaran bersama bukanlah hal yang mudah dilakukan. Orang kadang sulit dipahami. Jangankan memahami orang lain, untuk memahami diri sendiri pun kadang sulit. Kebaikan kita bisa jadi dibalas dengan yang sebaliknya, ketulusan kita sering disalahartikan, kepercayaan di balas dengan pengkhianatan. Semua itu seakan menggambarkan bahwa manusia suka bertindak sesuka hati. Sikap empati seakan-akan hanyalah omong kosong belaka. Sebenarnya itu karena dalam diri manusia ada hasrat dan harapan akan sesuatu hal. Ketika ada subjek lain yang menginginkan hasrat yang sama, di situlah muncul yang namanya persaingan. Akhirnya muncul sikap egois, ingin menang sendiri, dan mementingkan dirinya sendiri. Bahkan kawan pun bisa jadi lawan. Itu lah mengapa manusia sering disebut Homo economicus. Tanpa disadari, setiap manusia menganggap orang lain sebagai lawan. Hal tersebut sangat bertentangan dengan tesis manusia sebagai makhluk social.
Penekanan tesis homo economicus ada pada aspek ekonomis dan memperlihatkan titik berat individualitasnya. Thomas Hobbes: Homo homini lupus, bellum omniumcontra omnes (manusia itu serigala bagi manusia yang lainnya, yaitu selalu berperang ketika terjadi pertemuan antara mereka). (Septiana, 2008)
Tak dapat dipungkiri, adakalanya manusia harus berjuang untuk mendapatkan sesuatu yang sama dengan manusia yang lain. Akan tetapi, sebagai manusia yang dibekali kesadaran, semestinya manusia bersikap manusiawi dalam menjalani hidupnya. Yang harus ditekankan kembali bahwa hidup hanya sekali, lakukan yang terbaik dalam hidup kita dengan sesuatu yang baik. Siapapun diri kita, apapun agama kita; cepat atau lambat kita juga pasti akan mati. Dan jika kita telah mati, maka apa yang kita usahakan di dunia ini akan menjadi tidak berarti jika kita mendapatkannya dengan tidak baik. Kompetisi dalam hidup harus dihadapi dengan sportif. Dengan demikian sikap empati pun akan tetap tumbuh dalam diri kita.
Nilai manusia, bukan bagaimana ia mati, melainkan bagaimana ia hidup; bukan yang ia peroleh, melainkan apa yang ia berikan; bukan apa pangkatnya, melainkan apa yang telah diperbuatnya dengan tugas yang diberikan Tuhan kepadanya (Ministry)
Lagi-lagi ada kelemahan manusia yaitu Ikhlasnya hati sering disalah arti. Kebaikan kita justru hanya dimanfaatkan orang lain. Bahkan kadang kita hanya mendapatkan perlakuan manis ketika orang lain ada maunya kepada kita. Tetapi menurut saya, itu semua sebenarnya bukan masalah bagi kita jika kita melakukan sesuatu dengan ikhlas. Dan sikap angkuh dari orang lain itu sedikitpun tidak akan mengurangi pahala dan kebaikan kita. Itu hanya bukti kalau kita beberapa langkah lebih baik dari mereka. Akhirnya, semua kebaikan yang kita lakukan dengn ikhlas adalah bukan antara kita dan mereka tetapi kita dengan Allah.
Lakukanlah semua kebaikan yang dapat anda lakukan, dengan segala kemampuan anda, dengan semua cara yang anda bisa, di segala tempat, setiap saat, kepada semua orang, selama anda bisa (Samuel Wesley).
Sikap kurang baik yang ditunjukan kepada kita itu sebenarnya adalah kado istimewa bagi kita. Karena dengan mengetahui dan memahami sikap buruk orang kepada kita, kita justru bisa belajar banyak hal. Kita bisa tersadar untuk tidak melakukan sikap buruk seupa kepada orang lain. Dengan demikian, kita beberapa langkah lagi lebih baik dari mereka.
Belajarlah dari kesalahan orang lain. Anda tak dapat hidup cukup lama untuk melakukan semua kesalahan itu sendiri. (Martin Vanbee)
Dengan demikian, semua kebaikan, kejujuran, dan ketulusan akan meresap dalam diri kita. Tak peduli orang lain bersikap apa. Yang dapat kita lakukan hayalan memberi peringatan dengan sungguh-sungguh. Kalau pun itu tidak membuat orang lain bersikap baik seperti yang kita inginkan, itu pun tak akan menjadi dosa bagi kita. Tugas kita sekarang adalah menebarkan kebaikan di dunia ini sebagai makhluk yang paling sempurna.
Hiduplah seperti pohon kayu yang lebat buahnya; hidup di tepi jalan dan dilempari orang dengan batu, tetapi dibalas dengan buah. (Abu Bakar Silbi)
Saya pun percaya bahwa sejahat-jahatnya manusia pasti juga mempunyai kepekaan rasa di dalam setiap menghadapi kehidupan (Homo Recentis). Ketika manusia mengalami hal-hal yang tidak baik, bisa jadi akan membekas dalam hatinya. Hal ini seperti ketika kita memaku kayu, maka meskipun paku itu kita cabut dari kayu tersebut masih akan tertinggal bekas disana. Oleh karenanya menurut saya, penting bagi kita untuk menjaga sikap kita kepada orang lain. Baik dalam bertutur maupun daa bersikap. “aku” dan “yang lain” pasti saling memberi arti. Maka baik bagi kita untuk menjaga sikap dan perilaku kita.
Kita tidak menganggap sederhana perbedaan manusia dengan binatang. Sampai batas tertentu binatang dapat mengontrol diri ketika ia jinak. Namun manusia tidak selalu bertindak dengan berpikir. Sikapnya dapat mirip binatang. Namun keunggulan manusia yang mutlak terdapat pada kemampuannya untuk menghentikan diri, menguasai diri, berpikir/berrefleksi, mempertimbangkan situasi, dan menilainya”. (Septiana,2008)
Perbedaan adalah kenyataan yang harus kita terima dalam hidup ini. Perbedaan suku, ras, agama, warna kulit, beda pendapat, dan perbedaan lainnya harus dapat dipahami oleh setiap manusia. Dengan saling memahami saya yakin akan tercipta toleransi dan solidaritas. Dengan demikian, kita dapat berjuang bersama-sama menjalani hidup ini dengan sebaik-baiknya.




















Google search

Custom Search