Senin, 20 April 2015

Auguste Comte (Filsuf Sosial)

Auguste Comte
            Auguste Comte yang lahir di Montpellier, Perancis pada 19 Januari 1798, adalah anak seorang bangsawan yang berasal dari keluarga Katolik. Namun, diperjalanan hidupnya Comte tidak menunjukan loyalitasnya terhadap kebangsawanannya juga kepada agamanya. Hal tersebut merupakan pengaruh suasana pergolakan sosial, intelektual dan politik pada masanya.
            Hal-hal yang menarik perhatiannya pun bukanlah yang berbau matematika tetapi masalah-masalah sosial dan kemanusiaan. Saat minatnya mulai berkembang, Comte menerima tawaran kerjasama dari Saint Simon yang ingin menjadikan Comte sekretaris. Simon adalah pembimbing karya awal Comte. Akhirnya ada perpecahan juga antara kedua intelektual ini perihal karya awal Comte karena arogansi intelektual dari keduanya.

            Pemikiran brilian Comte mulai terajut menjadi suatu aliran pemikiran yang baru dibanding karya-karya filsafat sebelumnya ketika dengan kesadaran penuh ia meyakini bahwa akal budi manusia terbatas. Ia mencoba mengatasi dengan membentuk ilmu pengetahuan yang berasumsi dasar pada persepsi dan penyelidikan ilmiah. Tiga hal yang menjadi ciri pengetahuan menurut Comte adalah: pertama, membenarkan dan menerima gejala empiris sebagai kenyataan. Kedua, mengumpulkan dan mengklasifika-sikan gejala itu menurut hukum yang menguasai. Ketiga, memprediksikan fenomena-fenomena yang akan datang berdasarkan hukum-hukum itu dan mengambil tindakan yang bermanfaat.
            Keyakinan dalam pengembangan yang dinamakannya positivisme semakin besar pengaruhnya. Positivisme adalah faham filsafat yang cenderung untuk membatasi pengetahuan manusia kepada hal-hal yang dapat diperoleh dengan memakai metoda ilmu pengetahuan. Comte berusaha mengembangkan kehidupan manusia dengan menciptakan sejarah baru. Ia merubah pemikiran-pemikiran yang sudah membudaya, tumbuh dan berkembang pada masa sebelum Comte hadir. Comte mencoba dengan keahlian berpikirnya untuk mendekonstruksi pemikiran yang sifatnya abstrak-teologis maupun pemikiran yang pada penjalasan-penjelasannya spekulatif-metafisik.
            Bentangan aktualisasi dari pemikiran Comte, adalah dikeluarkannya pemikirannya mengenai “hukum tiga tahap”. Hukum tiga tahap ini menceritakan perihal sejarah manusia dan pemikirannya sebagai analisa dari observasi-observasi yang dilakukan oleh Comte.

Versi Comte tentang perkembangan manusia dan pemikirannya, berawal pada tahapan teologis. Pemikirannya didasarkan pada studi kasusnya pada masyarakat primitif yang hidupnya masih menjadi obyek bagi alam. Masyarakat primitif belum memiliki hasrat atau mental untuk menguasai alam. Dapat pula dikatakan bahwa mereka belum menjadi subyek. Fetitisme dan animisme merupakan keyakinan awal yang membentuk pola pikir manusia. Dari sini kemudian beranjak kepada politeisme. Manusia menganggap ada roh-roh dalam setiap benda pengatur kehidupan dan dewa-dewa yang mengatur kehendak manusia dalam tiap aktivitas kesehariannya
Tahap pemikiran selanjutnya adalah tahap metafisik. Tahapan ini menurut Comte hanya modifikasi dari tahapan sebelumnya. Penekanan pada tahap ini adalah upaya untuk menerangkan gejala-gejala alam dengan jawaban-jawaban yang spekulatif, bukan dari analisa empirik.
Tahap ketiga adalah tahap positif, yakni tahapan terakhir dari pemikiran manusia. Perkembangan pada tahap ini diterangkan dengan akal budi berdasarkan hukum-hukum yang dapat ditinjau, diuji dan dibuktikan atas cara empiris. Penerangan ini menghasilkan pengetahuan yang instrumental.
Pemikiran Comte menampakkan ciri progresivitasnya dalam memperjuangkan optimisme dari pergolakan realitas sosial pada masanya. Upaya itu dilakukan dengan ilmu sosial yang sistematis dan analitis.
Comte memberikan stigma negatif terhadap konflik dalam masyarakat karena akan menyebabkan tidak berkembangnya keteraturan sosial. Hal ini pada akhirnya akan mempersulit perkembangan masyarakat. Ketertiban harus diutamakan apabila masyarakat menginginkan kemajuan yang merata dan bebas dari anarkisme sosial maupun anarkisme intelektual. Keteraturan sosial tiap fase perkembangan sosial atau sejarah manusia harus sesuai perkembangan pemikiran manusia. Pada tiap proses, fase-fasenya perkembangan bersifat mutlak dan universal. Ini merupakan inti ajaran Comte.
Comte melihat agama memiliki ikatan emosional yang tinggi berdasarkan sistem kepercayaan yang satu. Hal itu mendorong kebersamaan umat manusia dalam menjalankan ritual keagamaan dengan penuh disiplin, menuju hal yang bernuansa transendental dengan mengutamakan solidaritas sosial dan konsensus. Menurut Comte hal ini tepat bila akan digunakan sebagai satu formulasi untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk yang akan terjadi yakni perubahan secara cepat atau revolusi sosial. Namun, Comte tidak dapat mengandalkan agama yang konvensional dalam mengadakan sinkronisasi dan konsisten dalam pengembangan ilmu pengetahuannya yang positivistis.
Berbicara tentang keluarga, Comte berpendapat bahwa keluarga merupakan kesatuan organis yang dapat menyusun pemikiran-pemikiran sejak awal bagi manusia-manusia baru. Keluarga menjadi tempat bagi internalisasi nilai-nilai baru. Comte percaya bahwa perubahan tidaklah akan begitu tiba-tiba datangnya dalam masyarakat. Comte pun percaya bahwa humanitas keseluruhan akan dapat tercipta dengan kesatuan lingkungan sosial yang terkecil, yaitu keluarga. Keluarga-keluarga merupakan satuan masyarakat yang asasi bagi Comte. Keluarga yang mengenalkan pada lingkungan sosial. Eskalasi keakraban yang meningkat akan menyatukan dan mempererat keluarga yang satu dengan keluarga yang lain.
Hal tersebut membentuk pengalaman yang didominasi oleh altruisma, yakni terarah pada ketaatan, kerjasama dan keinginan untuk mempertahankan yang telah dicapai. Manusia memiliki kecendrungan terhadap dua hal, yaitu egoisme dan altruism. Kecendrungan petama terus melemah secara bertahap, sedang yang kedua makin bertambah kuat. Comte menganggap keluargalah yang menjadi sumber keteraturan sosial. Nilai-nilai kultural pada keluarga (kepatuhan) yang disinkronisasikan dengan pembagian kerja akan selalu mendapat tuntutan kerja sama. Tuntutan kerjasama berarti saling menguntungkan. Ia menumbuhkan persamaan dalam mencapai suatu kebutuhan.
Comte meyakini bahwa ilmu pengetahuan yang ditebarkannya mencoba mensinkronisasikan altruisma unsur kebudayaan teologis. Konsensus sosial dan disiplin merupakan landasannya atas aktivitas sehari-hari umat manusia. Demikian pula dengan kesatuan organis terkecil di masyarakat. Menurut Comte, ia merupakan institusi yang dapat mempengaruhi pemikiran-pemikiran yang berkembang dalam pembentukan sosial orde pada masyarakat luas. Comte merumuskan suatu pola dan bentuk penyebaran dari satu sosial orde yang sangat mempengaruhi umat manusia. Comte menciptakan agama baru yang sesuai dengan idealismenya.
Idealisasinya berbentuk agama dapat dikatakan sekuler. Comte melengkapinya dengan ritus, hari raya, pemuka agama serta lambang. Agama gaya baru ini dinamakan agama humanitas yang dimaksudkan untuk memberikan cinta yang lebih terhadap manusia-manusia yang menghasilkan karya dalam sejarah perkembangan manusia. Menurut Comte, mencintai kemanusian semacam ini adalah hal yang dapat menyebabkan lahirnya keseimbangan dan integrasi, baik dalam individu maupun masyarakat. Kemanusian adalah sesuatu yang kudus dan sakral, bukanlah Tuhan. Banyak penjelasan dalam agama konvensional yang bersifat abstrak dan spekulatif serta hanya memberi impian. Institusi agama pun hanya menjadi alat propaganda kepentingan politik dari kekuatan politik tertentu.

Comte dengan konsistensinya mensosialisasikan agama humanitas-nya dan hukum tiga tahap yang memaparkan perkembangan kebudayaan manusia hingga akhir hayatnya. Comte meninggal di Paris pada tanggal 5 September 1857.
GOOGLE search
Custom Search

Google search

Custom Search