Rabu, 08 April 2015

BELAJAR MULTIKULTURALISME MELALUI FILM CRASH

Sudah tidak ada tempat di dunia ini yang hanya dihuni oleh satu ras tertentu, bahkan negara Jepang yang terkenal dengan tradisi tertutup. Setiap bangsa dihuni lebih dari satu ras/budaya tertentu. Bahkan ada beberapa negara yang dihuni oleh banyak etnik dan ras. Bukanlah hal yang mudah untuk menyatukan etnik dan ras tersebut dalam satu negara, diperlukan suatu perjuangan dan persamaan hak asasi manusia yang tinggi terlebih jika ras atau etnik tersebut bergabung dalam negara karena pernjajahan. Bahkan dalam beberapa hal sentimen-sentimen atas suatu ras tertentu muncul meskipun multikulturalisme telah menjadi bagian dalam paham suatu negara.
Salah satu negara yang mengalami masalah di atas adalah Amerika Serikat. Negara yang menjadi ikon multikulturalisme dunia ini, ternyata juga banyak mengalami masalah sentimen ras. Ini nampak dalam pemilihan Presiden Amerika Serikat lalu di mana isu rasial menjadi isu yang menarik dibahas terlebih Barack Obama, selaku calon presiden, merupakan calon presiden kulit hitam pertama di Amerika Serikat dan mampu memenangi pemilihan presiden. Ini merupakan loncatan besar sebab sering kali kulit hitam diidentikkan sebagai berandalan dan bukan orang terpelajar. Masalah rasial di Amerika Serikat juga menjadi inspirasi sineas Hollywood untuk membuat film yang berjudul Crash. Berlatarkan kehidupan Los Angels sebagai kota metropolitan yang disesaki dengan banyak ras pendatang, Crash mencoba menarik perhatian penonton bahwa rasialis terjadi dalam segala aspek kehidupan bahkan terkecil sekalipun di Amerika Serikat. Atas kehebatan ini pula Crash mendapatkan Piala Oscar sebagai film terbaik.
Masalah rasialis yang nampak dalam film Crash diakibatkan munculnya sentimen, diskriminasi, dan stereotype yang telah melekat pada masing-masing ras. Jika demikian bagaimana cara agar rasialis tidak berkembang menjadi crash (tabrakan)? Melalui paper ini, kami mencoba memecahkan masalah rasialis dalam film Crash melalui perspektif multikulturalisme.

Film Crash
Crash bercerita mengenai kehidupan sehari-hari di kota Los Angels yang dipenuhi oleh orang-orang dari berbagai ras yang saling bersinggungan dan saling merendahkan. Gesekan-gesekan yang berhubungan dengan rasialis sudah banyak difilmkan, tapi yang menjadinya menarik karena film ini mengambarkan rasialis dengan cara natural dan melalui tindakan-tindakan kecil. Sepanjang film banyak singgungan-singgungan mengenai diskriminasi, stereotype, dan sentimen tertentu.
Pusat cerita ada pada 20 orang yang mewakili lima ras, yaitu Putih (Eropa), Hitam (Negro), Arab dan Parsi, Latin, serta Thionghoa. Penggambaran karakter dari masing-masing ras menunjukkan stereotype yang melekat, baik itu secara positif maupun negatif.
Ras kulit putih diwakili oleh karakter penjual senjata, Jean, Jaksa Carol, Produser TV, Tommy, dan Ryan. Kulit putih selalu ingin mendominasi dan memiliki kehidupan yang lebih mudah. Mereka cenderung memiliki karakter merendahkan ras lain dan menganggap ras lain sebagai penghalang jalan. Akibatnya kulit putih cenderung penakut, mudah panik, dan banyak mengalami kecurigaan yang berlebihan terhadap setiap orang yang bukan rasnya. Contohnya ketika Jean melihat ada orang Latin bertato yang sedang membenarkan kunci rumahnya, Jean terburu-buru minta pada suaminya untuk mengganti kunci rumahnya besok pagi karena takut jika orang Latin bertato selalu sebagai penjahat yang lepas dari penjara. Ketakutan ini ditutupi dengan sikap mengancam ras lain.
Ras kulit hitam diwakili oleh karakter keluarga Water dan Cameron, serta Antony. Melihat sejarahnya, kulit hitam datang ke Amerika Serikat akibat penjualan budak Eropa pada orang kulit putih. Maka, orang kulit hitam sangat membenci kulit putih. Masalah ini ditambah lagi ketika kulit hitam menjadi orang yang bebas mereka tidak mendapatkan kehidupan yang layak. Demi mempertahankan hidup mereka berbuat kejahatan. Image yang nampak pada kulit hitam selalu sebagai berandalan, penjahat, dan sering melukai kulit putih. Kalaupun mereka mempunyai pekerjaan layak biasanya mereka mendapatkan tekanan dari kulit putih sebagai pemilik modal. Dalam film ini banyak menyeritakan tekanan-tekanan pekerjaan yang dialami orang kulit hitam oleh kulit putih. Bahkan ada salah satu dialog yang berkata: “dasar kulit hitam tak tahu diri!”.
Ras Arab dan Parsi digambarkan mendapatkan tekanan yang luar biasa dari publik akibat Serangan 11 September 2001 dan infansi Amerika Serikat terhadap Irak. Dalam film ini hanya digambarkan ras Parsi saja, yaitu dari keluarga Golzari namun karena ketidaktahuan masyarakat sering kali mereka disamakan dengan Arab. Keluarga Gonzali sering kali mendapatkan ancaman, pengrusakan, dan makian yang dikarenakan wajahnya mirip dengan orang Arab. Akibat tekanan yang berat, mereka cenderung tidak mudah percaya pada siapapun karena takut akan mendapat celaka yang lebih besar.
Ras Latin diwakili oleh keluarga Lucio dan Maria. Dibawah pengaruh ajaran agama Katolik yang kuat, ras Latin biasanya digambarkan religius, meski banyak pula yang menjadi mafia. Mereka juga terdorong untuk berbuat cinta kasih pada sesamanya. Mereka memilih untuk tidak bertengkar dengan ras lain karena di Amerika Serikat sendiri mereka masih merasa terjajah di tanah-airnya sendiri. Dalam film menunjukkan Maria mengasihani majikannya meskipun Maria terus dihina. Selain itu, Lucio juga memilih mengalah ketika tuan Golzari memaki-maki.
Ras Thionghoa terwakili oleh seorang sindikat trafficking. Thionghoa di mana pun keberadaannya sering kali digambarkan sebagai sosok yang pintar berdagang apa saja dan tak segan-segan menjadi jaringan mafia penjual manusia. Kesan yang tertangkap dari film ini, sutradara termasuk orang yang rasialis pada ras Thionghoa karena film ini seakan-akan makin memperjelas citra oran Thionghoa sebagai pelaku bisnis gelap.          

Persatuan Amerika Serikat
Sejarah menceritakan sejak Colombus menemukan daratan baru banyak orang Eropa berbondong-bondong untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Tanah-tanah di Amerika dibagi-bagi berdasar negara masing-masing, seperti wilayah orang-orang Portugis, orang-orang Spanyol, orang-orang Inggris. Dikarenakan Inggris membutuhkan tempat buangan bagi penjahat, Amerika menjadi wilayah buangan penjahat Inggris. Amerika tidak dipandang baik oleh Inggris.
Ketika bangsa Spanyol menemukan emas di Amerika, keserakahan Inggris nampak. Inggris menjajah seluruh Amerika. Keadaan genting yang demikian menjadikan orang-orang dari berbagai ras bersatu melawan Inggris demi melindungi kepentingan masing-masing orang. Mereka melawan Inggris dan membentuk negara baru yang disebut Amerika Serikat. Tak hanya sampai disini, Amerika Serikat juga berperang untuk melakukan ekspansi. Warga pribumi dipaksa untuk bergabung dan menjadi bagian dari negara Amerika Serikat. Inilah yang menjadikan Amerika Serikat sejak awal telah menjadi bangsa multi etnik. Terlebih pada masa perbudakan banyak orang-orang Afrika yang dijadikan budak tuan tanah di Amerika Serikat. Dan kemajuan pesat Amerika Serikat telah menyedot banyak orang untuk mencari penghidupan yang lebih layak.
Meski nampak dari luar Amerika Serikat sangat terbuka pada orang dari berbagai ras namun sebetulnya Amerika Serikat dalam mengatasi masalah rasialis seperti api dalam sekam. Untuk itu diperlukan suatu paham ideologi untuk menyatukan warga Amerika Serikat tanpa ada pengaruh rasial. Dua teori pernah dicetuskan untuk menyatukan warga Amerika Serikat, yaitu melting pot dan salad bowl. Namun keduanya gagal.
Dengan teori melting pot diupayakan untuk menyatukan seluruh budaya yang ada dengan meleburkan seluruh budaya asal masing-masing. Dengan teori salad bowl, masing-masing budaya asal tidak dihilangkan melainkan diakomodir dan memberikan kontribusi bagi budaya bangsa, namun interaksi kultural belum berkembang dengan baik.     

Multikulturalisme
Setelah kegagalan dua teori untuk menyatukan warga Amerika Serikat, muncul teori baru yang disebut dengan multikulturalisme. Teori ini awalnya diadopsi dari negara tetangga Amerika Serikat, yaitu Kanada.
Multikulturalisme saat ini merupakan sebuah isu yang hidup sekali. Multikulturalisme juga dianggap penting secara politis. Di dalam satu masyarakat yang demikian plural, dengan kebudayaan yang begitu heterogen, perlu pemahaman yang didasarkan pada perspektif multikultural. Konsep multikultural biasanya diadopsi di negara-negara yang menganut konsep demokratis Mereka telah melaksanakannya khususnya dalam dalam upaya melenyapkan diskriminasi rasial antara orang kulit pulit dan kulit hitam, yang bertujuan memajukan dan memelihara integritas nasional.
Sejarah menunjukkan, pemaknaan secara negatif atas keragaman telah melahirkan penderitaan panjang umat manusia. Pada saat ini, paling tidak telah terjadi 35 pertikaian besar antar etnis di dunia. Lebih dari 38 juta jiwa terusir dari tempat yang mereka diami, paling sedikit 7 juta orang terbunuh dalam konflik etnis berdarah. Konflik panjang tersebut melibatkan sentimen etnis, ras, golongan dan juga agama.
Multikulturalisme secara etimologis marak digunakan pada tahun 1950-an di Kanada. Menurut Longer Oxford Dictionary istilah "multiculturalism" merupakan deviasi dari kata "multicultural" Kamus ini menyitir kalimat dari surat kabar Kanada, Montreal Times yang menggambarkan masyarakat Montreal sebagai masyarakat "multicultural dan multi-lingual" (El-Ma'hady_html: 2004: www.kompas.com). Sedangkan secara terminologis, multikulturalisme mengandung banyak arti, diantaranya menurut Pasurdi Suparlan dalam penelusuran terminologisnya terhadap Brian Fay (1996), Jary and Jary (1991) serta C.W. Watson (2000), multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan (Rifai_html: http://pustakawan.pnri.go.id).
Dalam model multikulturalisme ini, sebuah masyarakat dilihat sebagai mempunyai sebuah kebudayaan yang berlaku umum dalam masyarakat tersebut yang coraknya seperti sebuah mosaik.  Di dalam mosaik tercakup semua kebudayaan dari masyarakat-masyarakat yang lebih kecil yang membentuk terwujudnya masyarakat yang lebih besar, yang mempunyai kebudayaan yang seperti sebuah mosaik tersebut. Alo Liliweri melihat multikulturalisme sebagai kondisi kemajemukkan kebudayaan (pluralisme budaya) dari suatu masyarakat. Kondisi ini diasumsikan dapat membentuk sikap toleransi. Sebagai sebuah ideologi, multikulturalisme bisa dikatakan sebagai gagasan bertukar pengetahuan dan keyakinan yang dilakukan melalui pertukaran kebudayaan atau perilaku budaya setiap hari. (Supartiningsih_html).
Multikulturalisme telah menjadi paradigma yang tidak saja mengandaikan hadirnya keanekaragaman elemen sosial budaya, tetapi juga proses peleburan antara elemen yang satu dengan elemen yang lain ke dalam sebuah bejana social. Multikulturalisme menganggap bahwa etnosentrisme, xenosentrisme maupun xenofobia bukan tutur kata dan sikap yang relevan. Yang relevan ialah kewajiban untuk menghormati hak-hak atas keanekaan budaya atau hak-hak untuk berbeda secara budaya. Multikulturalisme dengan demikian memproklamasikan emansipasi budaya-budaya kecil yang masing-masing juga memiliki "hak hidup" yang wajib dihormati (Nugroho_html: www.kompas.com). Keanekaan budaya yang masing-masing duduk sama rendah berdiri sama tinggi ini merupakan konsientisasi berikut yang disodorkan oleh multikulturalisme. Pada tingkat praktis, multikulturalisme juga menunjuk kemungkinan "penyesuaian budaya" atau "dialog budaya" dalam pengalaman individual maupun kelompok.
Multikulturalisme bukan hanya sebuah wacana tetapi sebuah ideologi yang harus diperjuangkan, karena dibutuhkan sebagai landasan bagi tegaknya demokrasi, HAM, dan kesejahteraan hidup masyarakatnya.  Multikulturalisme bukan sebuah ideologi yang berdiri sendiri terpisah dari ideologi-ideologi lannya, dan multikulturalisme membutuhkan seperangkat konsep-konsep yang merupakan bangunan konsep-konsep untuk dijadikan acuan bagi memahaminya dan mengembang-luaskannya dalam kehidupan bermasyarakat (Suparlan_html: www.scripps.ohiou.edu). Suatu tuntutan mutlak dari paradigma multukulturalisme adalah terbangunnya dialog antara unsur yang berbeda. Perbedaan dan/atau multikulturalitas kebangsaan padahal harus dihayati dan direnungkan secara lebih ke dalam, sehingga, “roh” perbedaan itu dapat ditangkap dan kemudian dikelola untuk menghasilkan perekat-perekat yang dapat menyatusaudarakan antara yang satu dengan yang lain.

Pembahasan
Malalui film Crash nampaklah jika masing-masing ras memiliki kecurigaan yang berbeda-beda terhadap ras lain. Mereka menjadi orang yang tak percaya diri bahkan cenderung tertutup pada ras lain. Tidak ada dialog yang terbentuk untuk menghapus kecurigaan tersebut.
Film crash ingin mengatakan  bahwa sesungguhnya Amerika Serikat (baik warga maupun pemerintahannya) belum siap menerima begitu banyak macam ras. Kecenderungan yang terjadi, Amerika Serikat lebih mementingkan, bahkan mendominasikan, ras kulit putih saja. Padahal, Amerika Serikat tidak dihuni dominan oleh ras kulit putih saja. Jumlah ras yang masuk ke Amerika Serikat menjadi tidak terhitung jumlahnya dan mereka masing-masing memiliki karakter yang berbeda-beda, bahkan sering kali karakter ini saling bertabrakan dengan ras lain. Negara tidak siap untuk mengatasi benturan-benturan karakter ras.
Ditambah lagi sikap kulit putih sering kali mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang seakan-akan telah mengakomodir kepentingan bersama namun hasilnya tetap saja menjatuhkan ras lain. Contohnya baru Barack Obama yang menjadi presiden bukan dari kulit putih. Lebih memalukan lagi ketika John Mc Cain menyerang Obama dalam sebuah kampanye mengenai ras Obama yang kulit hitam. Keadaan yang timpang terhadap ras lain inilah yang semakin memperdalam jurang sentimen, diskriminasi, dan stereotype. Keadaan ini akan mereda jika tiap-tiap ras mampu berdialog dan membuka diri terhadap ras lain, tidak sekedar bersama dalam ruang publik tapi juga mengenal karakter terdalam masing-masing ras. Hal ini tidak mudah karena pendidikan multikultural memerlukan waktu yang panjang.
Sesuatu yang tak mungkin akan menjadi mungkin jika setiap pihak bekerja sama. Pemerintah membuat undang-undang dalam kerangka multikultural dan memberikan perlindungan terhadap hak minoritas. Masyarakat belajar untuk semakin menghargai perbedaan.  



Kesimpulan

Film Crash memberikan gambaran bagaimana tidak menyenangkannya hidup dalam kotak-kotak ras. Setiap orang hidup dalam ketakutan untuk berbuat lebih baik. Semua hal saling bertubrukan. Semua ini akan terpecahkan melalui paham multikulturalisme di mana setiap orang memiliki hak sama tanpa kehilangan identitas rasialnya. Tidak ada ras minoritas maupun mayoritas, seluruhnya adalah satu warga negara. 

GOOGLE search
Custom Search

Google search

Custom Search