Sabtu, 16 Oktober 2010

Sejarah Perkembangan Sosiologi di Indonesia

Manusia sebenarnya diciptakan oleh Tuhan sebagai Makhluk yang sadar. Kesadaran manusia itu dapat disimpulkan dari kemampuan untuk berpikir, berkehendak, dan merasa dengan pikirannya manusia mendapatkan ilmu. Dengan kehendak manusia mengarahkan perilakunya; dan dengan perasaan manusia dapat mencapai kesenangan. (Soekanto, 1982: 5)
Secara singkat dapatlah dikatakan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang tersusun sistematis dengan menggunakan kekuatan pemikiran, yang selalu dapat diperiksa dan ditelaah dengan kritis oleh setiap orang lain yang ingin mengetahuinya. Perumusan tadi sebetulnya jauh dari sempurna, tetapi yang terpenting adalah perumusan tersebut telah mencakup beberapa unsur yang pokok. (Soekanto, 1982: 6)
Terkait dengan perkembangan Ilmu sosiologi di Indonesia, meskipun belum secara formal, sosiologi sudah ada sejak zaman dahulu. Hal ini tentunya dilihat dari sudut pandang bahwa ilmu merupakan aktivitas rasional dalam mencari kebenaran dengan cara tertentu, diakui oleh komunitas tertentu dan dapat diuji berkali-kali. Paling tidak sudah mencakup beberapa unsur pokok sebagaimana dijelaskan dalam kutipan di atas.
Berikut adalah gambaran singkat sejarah perkembangan sosiologi di Indonesia
Sejarah awal



Berdasarkan bukti dan catatan-catatan sejarah seperti yang tercantum dalam prasasti, kitab-kitab sejarah maupun artefak tentang adanya kerajaan-kerajaan di Indonesia, saya meyakini bahwa sosiologi pun sebenarnya sudah ada dan berkembang jauh sebelum kedatangan bangsa Barat di negeri ini. Misalnya dengan adanya semacam ikatan perdagangan baik antar pemerintah di nusantara maupun tata hubungan diplomatik dengan pemerintah-pemerintah lain di luar kepulauan nusantara mulai dari pemerintah-pemerintah melayu, para pedagang gujarat, arab, persia, china, dan lain sebagainya. Bahkan, saya meyakini bahwa sebelum munculnya kerajaan-kerajaan, sebelumnya masyarakat Indonesia juga sudah memahami dan melaksanakan aspek-aspek Sosiologi, terutama dalam bidang hubungan antar golongan. Misalnya pada masa bercocok tanam ketika masyarakat sudah mulai hidup menetap.
Para cendekiawan India telah menulis tentang Dwipantara atau kerajaan Hindu Jawa Dwipa di pulau Jawa dan Sumatra sekitar 200 SM. Bukti fisik awal yang menyebutkan tanggal adalah dari abad ke-5 mengenai dua kerajaan bercorak Hinduisme: Tarumanagara menguasai Jawa Barat dan Pemerintah Kutai di pesisir Sungai Mahakam, Kalimantan. Pada tahun 425 agama Buddha telah mencapai wilayah tersebut. Di saat Eropa memasuki masa Renaisans, Nusantara telah memiliki warisan peradaban berusia ribuan tahun dengan dua negara besar yaitu Sriwijaya di Sumatra dan Majapahit di Jawa, ditambah dengan puluhan kerajaan kecil yang sering kali menjadi vazal tetangganya yang lebih kuat atau saling terhubung dalam semacam ikatan perdagangan ( seperti di Maluku). (Http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia)
Kerajaan Hindu-Buddha
Salah satu bukti bahwa pada masa kerajaan Hindu-Budha telah berkembang sosiologi adalah wiracarita dalam ramayana yang menampilkan adanya kodifikasi hukum dan dalam kebudayaan Jawa.
Pada abad ke-4 sampai abad ke-7 di wilayah Jawa Barat ada kerajaan bercorak Hindu-Budha yaitu kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16. Pada masa abad ke-7 hingga abad ke-14, pemerintah Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah Tiongkok I Ching mengunjungi ibukotanya Palembang sekitar tahun 670. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Barat dan Semenanjung Melayu. Abad ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan dalam kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam wiracarita Ramayana. (Http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia)
Pemerintah Islam
Perkembangan sosiologi di indonesia selanjutnya mendapat pengaruh dari Islam. Setelah islam disebarluaskan melalui perdagangan, islam pun akhirnya mampu memberikan pengaruh kepada lembaga politik yang ada dan selanjutnya pola pemerintahan hindu-budha di banyak negara di indonesia tergantikan oleh pola pemerintahan dan ajaran-ajaran islam.
Islam sebagai sebuah pemerintahan hadir di Indonesia sekitar abad ke-12, namun sebenarnya Islam sudah sudah masuk ke Indonesia pada abad 7 Masehi. Saat itu sudah ada jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional melalui Selat Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di Cina, Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Umayyah di Asia Barat sejak abad 7. (http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia)
Menurut sumber-sumber Cina menjelang akhir perempatan ketiga abad 7, seorang pedagang Arab menjadi pemimpin pemukiman Arab muslim di pesisir pantai Sumatera. Islam pun memberikan pengaruh kepada lembaga politik yang ada. Hal ini nampak pada Tahun 100 H (718 M) Raja Sriwijaya Jambi yang bernama Srindravarman mengirim surat kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari Kekhalifahan Bani Umayyah meminta dikirimkan da'i yang bisa menjelaskan Islam kepadanya. (Http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia)
Kesultanan Islam kemudian semikin menyebarkan ajaran-ajarannya ke penduduk dan melalui pembauran, menggantikan Hindu sebagai kepercayaan utama pada akhir abad ke-16 di Jawa dan Sumatera. Hanya Bali yang tetap mempertahankan mayoritas Hindu. Di kepulauan-kepulauan di timur, rohaniawan-rohaniawan Kristen dan Islam diketahui sudah aktif pada abad ke-16 dan 17, dan saat ini ada mayoritas yang besar dari kedua agama di kepulauan-kepulauan tersebut. Penyebaran Islam dilakukan melalui hubungan perdagangan di luar Nusantara. (Http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia)
Era kolonial
Sosiologi Sebelum Perang Dunia II
Sosiologi pada masa kolonial dapat dibagi menjadi dua yaitu sosiologi sebelum perang dunia ke II dan sosiologi sesudahnya. Setelah kedatangan kolonial di indonesia, perkembangan sosiologi makin diwarnai dengan munculnya ajaran-ajaran sosiologi yang lebih tersistematis dan lebih ilmiah jika dipandang dari penelitian Barat. Namun sebenarnya ketika para penjajah datang pun, sebenarnya sosiologi sebagai kelanjutan perkembangan pola pemerintahan dan ajaran islam tetap berkembang., Misalnya sebagaimana yang dituliskan Soekanto (1982: 48) yaitu ajaran Wulang Reh yang diciptakan oleh Sri Paduka Mangkunegoro dari Surakarta, mengajarkan tata hubungan antara para anggota masyarakat Jawa yang berasal dari golongan-golongan yang berbeda, banyak mengandung aspek-aspek Sosiologi, terutama dalam bidang hubungan antar golongan (intergroup relations). Ki Hajar Dewantoro, pelopor utama pendidikan nasional di Indonesia, memberikan kontribusi di bidang sosiologi terutama mengenai konsep-konsep kepemimpinan dan kekeluargaan di Indonesia yang dengan nyata di praktikkan dalam organisasi pendidikan Taman Siswa.
Sedangkan kontribusi ajaran sosiologi yang diberikan oleh bangsa Belanda diantaranya adalah beberapa karya tulis yang mengambil masyarakat Indonesia sebagai perhatiannya seperti Snouck Hurgronje, C. Van Vollenhoven, Ter Haar, Duyvendak dll. Dalam karya mereka tampak unsur-unsur Sosiologi di dalamnya yang dikupas secara ilmiah tetapi kesemuanya hanya dikupas dalam kerangka non sosiologis dan tidak sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri. Sosiologi pada waktu itu dianggap sebagai Ilmu pembantu bagi ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Dengan kata lain Sosiologi ketika itu belum dianggap cukup penting dan cukup dewasa untuk dipelajari dan dipergunakan sebagai ilmu pengetahuan, terlepas dari ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. (Soekanto, 1982: 49)
Kuliah-kuliah Sosiologi mulai diberikan sebelum Perang Dunia ke dua diselenggarakan oleh Sekolah Tinggi Hukum (Rechtshogeschool) di Jakarta. Inipun kuliah Sosiologi masih sebagai pelengkap bagi pelajaran Ilmu Hukum. Sosiologi yang dikuliahkan sebagin besar bersifat filsafat Sosial dan Teoritis, berdasarkan hasil karya Alfred Vierkandt, Leopold Von Wiese, Bierens de Haan, Steinmetz dan sebagainya. Pada tahun 1934/1935 kuliah-kuliah Sosiologi pada sekolah Tinggi Hukum tersebut malah ditiadakan. Para Guru Besar yang bertaggung jawab menyusun daftar kuliah berpendapat bahwa pengetahuan dan bentuk susunan masyarakat beserta proses-proses yang terjadi di dalamnya tidak diperlukan dalam pelajaran hukum. (Soekanto, 1982: 49)
Di dalam tingkatan perkembangan sosiologi yang demikian itu, dimana teori yang diutamakan sedangkan ilmunya belum dianggap penting untuk dipelajari, tidak dapat diharapkan berkembangnya penelitian sosiologis yang mencoba menemukan pernyataan sosiologi dalam masyarakat Indonesia. (Soekanto, 1982: 50)
Sosiologi Setelah Perang Dunia II
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, seorang sarjana Indonesia yaitu Soenario Kolopaking, untuk pertama kalinya member kuliah sosiologi (1948) pada Akademi Ilmu Politik di Yogyakarta (kemudia menjadi Fakultas Sosial dan Ilmu Politik UGM. Beliau memberika kuliah dalam bahasa Indonesai ini merupakan suatu yang baru, karena sebelum perang dunia ke dua semua perguruan tinggi diberikan da; am bahasa Belanda. Pada Akademi Ilmu Politik tersebut, sosiologi juga dikuliahkan sebagai ilmu pengetahuan dalam Jurusan Pemerintahan dalam Negeri, hubungan luar negeri dan Publisistik. Kemudian pendidkikan mulai di buka dengan memberikan kesempatan kepara para mahasiswa dan sarjana untuk belajar di luar negeri sejak tahun 1950, mulailah ada beberapa orang Indonesia yang memperdalam pengetahuan tentang sosiologi.
Buku Sosiologi mulai diterbitkan sejak satu tahun pecahnya revolus fisik. Buku tersebut berjudul Sosiologi Indonesai oleh Djody Gondokusumo, memuat tentang beberapa pengertian elementer dari Sosiologi yang teoritis dan bersifat sebagai Filsafat.
Selanjutnya buku karangan Hassan Shadily dengan judul sosilogi Untuk Masyarakat Indonesia yang merupakan merupakan buku pelajaran pertama yang berbahasa Indonesia yang memuat bahan-bahan sosiologi yang modern. (Soekanto, 1982: 50)
Para pengajar sosiologi teoritis filosofis lebih banyak mempergunakan terjemahan buku-bukunya PJ Bouman, yaitu Algemene Maatschapppijleer dan Sociologie, bergrippen en problemen serta buku Lysen yang berjudul Individu en Maatschapppij.
Buku-buku Sosiologi lainnya adalah Sosiologi Suatu Pengantar Ringkas karya Mayor Polak, seorang warga Negara Indonesia bekas anggota Pangreh Praja Belanda, yang telah mendapat pelajaran sosiologi sebelum perang dunia kedua pada universitas Leiden di Belanda. Dia juga menulis buku berjudul Pengantar Sosiologi Pengetahuan, Hukum dan politik terbit pada tahun 1967. Penulis lainnya Selo Soemardjan menulis buku Social Changes in Yogyakarta pada tahun 1962. Selo Soemardjan bersama Soelaeman Soemardi, menghimpun bagian-bagian terpenting dari beberapa text book ilmu sosiologi dalam bahasa Inggris yang disertai dengan pengantar singkat dalam bahasa Indonesia dirangkum dalam buku Setangkai Bunga Sosiologi terbit tahun 1964. (Soekanto, 1982: 51)
Tidak Kurang pentingnya pula bagi perkembangan sosiologi adalah karangan-karangan penddek tentang masalah-masalah sosiologi yang tersebar di sana-sini, baik dalam bentuk publikasi yang dicetak, maupun dalam bentuk stensilan yang hanya dapat dibaca dalam karangan penggemar yang tidak luas.
Dewasa ini telah ada sejumlah Universitas Negeri yang memiliki Fakultas Sosial dan politik atau Fakultas Ilmu Sosial. Sampai saat ini belum ada Universitas yang mngkhususkan sosiologi dalam suatu fakultas sendiri, namun telah ada Jurusan Sosiologi pada beberapa fakultas Sosial dan Politik UGM, UI dan UNPAD.
Penelitian-penelitian sosiologi di Indonesai belum mendapat tempat yang sewajarnya, oleh karena masyarakat masih percaya pada angka-angka yang relative mutlak, sementara sosiologi tidak akan mungkin melakukan hal-hal yang berlaku mutlak disebkan masing-masing manusia memiliki kekhususan. Apalagi masyarakat Indonesai merupakan masyarakat majemuk yang mencakup berates suku. (Soekanto, 1982: 52)
Dari uraian tentang perkembangan Ilmu sosiologi di Indonesia di atas, maka dapat diketahui bahwa sosiologi sudah ada sejak zaman dahulu. Hal ini tentunya dilihat dari sudut pandang bahwa ilmu merupakan aktivitas rasional dalam mencari kebenaran dengan cara tertentu, diakui oleh komunitas tertentu dan dapat diuji berkali-kali. Hal tersebut dibuktikan tentang berbagai hubungan yang terjadi dimasyarakat yang sangat teratur baik pada masa pemerintah maupun pada masa penjajahan dan masa sekarang dimana sosiologi sudah diajarkan dengan formal dan sesui standart keilmuan yang diakui Bangsa Barat meskipun bangsa kita memiliki standar dengan cakupan yang lebih luas terkait batasan- batasan dalam ilmu, khususnya ilmu sosiologi.



GOOGLE search
Custom Search

Google search

Custom Search