Kamis, 12 Maret 2015

MITONI


BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kebudayaan Indonesia yang merupakan warisan dari para leluhur, kini secara perlahan mulai sedikit menunjukan kemundurannya. Entah hal ini karena kurangnya apresiasi masyarakat zaman ini atau memang kebudayaan Indonesia sudah termakan usia. Di karenakan hal tersebut, pelestarian akan kebudayaan sangatlah penting. Dalam tata cara menyambut kelahiran seorang bayi pun memiliki ritual tersendiri. Seperti yang dilakukan oleh masyarakat Jawa, yakni ritual Mitoni. Anak adalah anugrah yang diberikan Allah, sebagai satu amanah yang harus dijalankan dengan baik. Kehadiran anak bagi orang tua, terlebih anak pertama mampu membawa kenambah keharmonisan hubungan dalam keluarga. Untuk itu, orang tua seringkali melakukan berbagai upaya agar anak yang dilahirkan memperoleh kemudahan baik dari proses kelahiran hingga pada kulitas fisik ataupun mental sang anak. Tidak jarang, upaya yang dilakukan oleh terkesan “asal manut” pada orang-orang yang dianggap lebih tua atau lebih pandai, tanpa memahami lebih dalam makna dan tujuan upaya tersebut. (wiedjaya.wordpress.com/2008) Kehadiran anak yang masih dalam kandungan (bayi) menjadi perhatian khusus bagi calon orang tua. Dari segi kesehatan, calon ibu senantiasa dengan sabar memeriksakan kandungannya ke dokter secara periodik agar kesehatan bayi terjaga. Tidak cukup disitu, berbagai rangkaian upara pada bulan-bulan tertentu pun disiapkan demi keyakinan membawa pengaruh positif bagi sang bayi yang masih dalam kandungan itu. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas, masalah yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut : - Bagaimana proses terjadinya kebudayaan mitoni dari kebudayaan Jawa ? - Nilai dan unsur apa yang terkandung dalam kebudayaan mitoni ? - Penjelasan tentang sistem nilai yang berhubungan dengan kebudayaan mitoni ? - 1 - C. Keaslian Penelitian Penelitian berkaitan dengan konsep budaya sudah banyak dilakukan, baik di fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada ataupun lembaga pendidikan yang lain. Sejauh pengetahuan penulis, tulisan yang memiliki tema mengenai budaya meliputi mesin pencari dari google yang berkata kunci unsur kebudayaan mitoni. D. Manfaat Penelitian Dengan adanya tulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kehidupan secara langsung maupun tidak langsung. Adapun faedah yang diharapkan adalah : - Bagi penulis Tulisan ini diharapkan dapat mengaktualisasikan pemikiran penulis tentang kebudayaan yang ada di Indonesia, serta diharapkan pengapresiasian yang lebih terhadap budaya Indonesia. - Bagi ilmu pengetahuan Menjadikan pandangan bagi para ilmuwan untuk dapat menjelaskan secara lebih dalam dari kandungan kebudayaan mitoni. - Bagi Filsafat Dapat memberikan wacana dan inspirasi baru dalam pemikiran filsafat kebudayaan. - Bagi bangsa Indonesia. Semoga makalah ini dapat memberikan pandangan bagi seluruh rakyat Indonesia dalam memandang suatu kebudayaan di Indonesia. - 2 - BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam tradisi Jawa, mitoni merupakan rangkaian upacara siklus hidup yang sampai saat ini masih dilakukan oleh sebagian masyarakat Jawa. Kata mitoni berasal dari kata 'am' (awalan am menunjukkan kata kerja) + '7' (pitu) yang berarti suatu kegiatan yang dilakukan pada hitungan ke-7. Upacara mitoni ini merupakan suatu adat kebiasaan atau suatu upacara yang dilakukan pada bulan ke-7 masa kehamilan pertama seorang perempuan dengan tujuan agar embrio dalam kandungan dan ibu yang mengandung senantiasa memperoleh keselamatan. Upacara-upacara yang dilakukan dalam masa kehamilan, yaitu siraman, memasukkan telor ayam kampung ke dalam kain calon ibu oleh sang suami, ganti busana, memasukkan kelapa gading muda, memutus lawe/lilitan benang/janur, memecahkan periuk dan gayung, minum jamu sorongan, dan nyolong endhog, pada hakekatnya ialah upacara peralihan yang dipercaya sebagai sarana untuk menghilangkan petaka, yaitu semacam inisiasi yang menunjukkan bahwa upacara-upacara itu merupakan penghayatan unsur-unsur kepercayaan lama(tembi.org/2008). Selain itu, terdapat suatu aspek solidaritas primordial terutama adalah adat istiadat yang secara turun temurun dilestarikan oleh kelompok sosialnya. Mengabaikan adat istiadat akan mengakibatkan celaan dan nama buruk bagi keluarga yang bersangkutan di mata kelompok sosial masyarakatnya. Upacara tujuh bulan yang disebut mitoni / ningkebi tingkeban, penyelenggaraannya harus menurut peraturan adat yang berlaku. Yaitu dijatuhkan pada hari Selasa atau Sabtu. Penyebutan hari, Jum'at, Selasa, Sabtu, maksudnya, kalau hari Jum'at ialah hari Kamis siang sampai malam. Sedang penyebutan hari Selasa, adalah hari Senin siang sampai malam Penyebutan hari Sabtu, adalah hari Jum’at siang sampai malam. Penyelenggaraan upacara mitoni jatuh pada tanggal gasal. Seyogyanya tanggal tujuh, sebelum tanggal 15 menurut kalender Jawa. Pemilihan tanggal gasal itu, melambangkan umur kehamilan (tujuh bulan) yang hitungannya adalah gasal. Dilaksanakan pada siang hari. Biasanya mulai jam 11.00 siang. Karena menurut tradisi Jawa, pada saat itulah para bidadari turun dari Kayangan untuk mandi. Bertolak dari tradisi Jawa itu, maka upacara mitoni/tingkeban dilaksanakan mulai jam 11 siang, dengan harapan agar wanita yang sedang menjalani upacara tingkeban memperoleh berkah dari para bidadari. - 3 - A. Landasan Teori Menurut Louis O. Kattsoff, aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai, yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilisafatan dalam arti lain adalah filsafat nilai. Adapun hubungan antara aksiologi dengan kebudayaan mitoni adalah adanya unsur-unsur yang melambangkan nilai etika dalam budaya Jawa serta nilai-nilai luhur yang kebaikannya selalu dipegang teguh. Sedangkan etika merupakan cabang dari aksiologi yang pada pokoknya membicarakan masalah predikat-predikat nilai ‘betul’ dan ‘salah’ dalam arti ‘susila’ dan ‘tidak susila’. Sebagai pokok bahasan yang khusus, etika membicarakan sifat-sifat yang menyebabkan orang dapat disebut susila atau bajik. Kualitas-kualitas dan atribut-atribut ini dinamakan ‘kebajikan-kebajikan’, yang dilawankan dengan ‘kejahatan-kejahatan’, yang berarti sifat-sifat yang menunjukan bahwa orang yang mempunyai dikatakan sebagai orang yang tidak susila. Dalam pandangan objektivisme logis bahwa suatu sisi dalam kebudayaan mitoni ini memiliki suatu kesamaan dalam pandangan yang objek dari segi budaya yang bisa dipikirkan menggunakan rasio sehingga menjadikan suatu hal yang logis. Dalam objektivisme metafisis mengungkapkan bahwa masyarakat dapat berpikir secara abstrak dalam menyikapi kebudayaan mitoni secara objektif. B. Metode pembahasan Penulis menggunakan beberapa metode dalam pembahasan mengenai mitoni ini, diantaranya : • Diskripsi, yaitu menjelaskan mitoni secara garis besar dari sudut pandang spiritualitas. • Heuristika, yaitu mengkaji data yang telah ada hingga ditemukan sebuah pemahaman baru. - 4 - BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian pustaka. Bahan dan materi penelitian ini diperoleh melalui penelusuran pustaka yaitu dari data-data yang berhubungan dengan kebudayaan mitoni dan sumber-sumber tentang kebudayaan Indonesia. Dari bahan penelitian ini diambil dari data serta media yang menunjang untuk mengangkat tema tersebut. A. Objek Materi Upacara Tradisi Mitoni ini bertujuan menolak bala dan mohon keselamatan bagi anak yang sedang dikandung dan sang ibu yang mengandung. Selain Mitoni, tradisi ini disebut juga Tingkeban. Perlengkapan upacara yang diperlukan adalah sebagai berikut: - Golongan bangsawan: Sajen: tumpeng robyong, tumpeng gundul, sekul asrep-asrepan, ayam hidup, sebutir kelapa, lima macam bubur dan jajan pasar. Kenduri: nasi majemukan, tujuh pasang nasi, pecel ayam, sayur menir, ketan kolak, apem, nasi gurih, ingkung, nasi punar, ketupat, rujak dan dawet, emping ketan, air bunga dan kelapa tabonan. - Golongan rakyat biasa : Sajen: sego jangan, jajan pasar, jenang abang putih, jenang baro-baro, emping ketan, tumpeng robyong, sego golong, sego liwed dan bunga telon. Kenduri: sego gurih, sego ambengan, jajan pasar, ketan kolak, apem, pisang raja, sego jajanan, tujuh buah tumpeng, jenang, kembang boreh dan kemenyan. Tingkeb artinya tutup, sehingga tingkeban merupakan upacara penutup selama kehamilan sampai bayi dilahirkan. Upacara ini dilaksanakan pada umur kehamilan tujuh bulan di waktu setelah maghrib, dan dihadiri oleh si ibu, suami, keluarga, dukun dan ulama. Terdapat makanan pantangan yaitu ikan gabus/sungsang, daging yang bersifat panas, belut, kepiting, buah durian dan maja. (gudeg.net/2008) Sedangkan tempat untuk menyelenggarakan upacara biasanya dipilih di depan suatu tempat yang biasa disebut dengan pasren, yaitu senthong tengah. Pasren erat sekali dengan kaum petani sebagai tempat untuk memuja Dewi Sri, dewi padi. - 5 - Karena kebanyakan masyarakat sekarang tidak mempunyai senthong, maka upacara mitoni biasanya diselenggarakan di ruang keluarga atau ruang yang mempunyai luas yang cukup untuk menyelenggarakan upacara. Secara teknis, penyelenggaraan upacara ini dilaksanakan oleh dukun atau anggota keluarga yang dianggap sebagai yang tertua. Kehadiran dukun ini lebih bersifat seremonial, dalam arti mempersiapkan dan melaksanakan upacara-upacara kehamilan.  Serangkaian upacara yang diselenggarakan pada upacara mitoni 1. Siraman atau mandi merupakan simbol upacara sebagai pernyataan tanda pembersihan diri, baik fisik maupun jiwa. Pembersihan secara simbolis ini bertujuan membebaskan calon ibu dari dosa-dosa sehingga kalau kelak si calon ibu melahirkan anak tidak mempunyai beban moral sehingga proses kelahirannya menjadi lancar. Upacara siraman dilakukan di kamar mandi dan dipimpin oleh dukun atau anggota keluarga yang dianggap sebagai yang tertua. 2. Upacara memasukkan telor ayam kampung ke dalam kain si calon ibu oleh sang suami melalui perut dari atas perut lalu telur dilepas sehingga pecah. Upacara ini dilaksanakan di tempat siraman sebagai simbol harapan agar bayi lahir dengan mudah tanpa aral melintang. 3. Upacara brojolan atau memasukkan sepasang kelapa gading muda yang telah digambari Kamajaya dan Dewi Ratih atau Arjuna dan Sembadra ke dalam sarung dari atas perut calon ibu ke bawah. Makna simbolis dari upacara ini adalah agar kelak bayi lahir dengan mudah tanpa kesulitan. Upacara brojolan dilakukan di depan senthong tengah atau pasren oleh nenek calon bayi dan diterima oleh nenek besan. Kedua kelapa itu lalu ditidurkan di atas tempat tidur layaknya menidurkan bayi. Secara simbolis gambar Kamajaya dan Dewi Ratih atau Arjuna dan Sembadra melambangkan kalau si bayi lahir akan elok rupawan dan memiliki sifat-sifat luhur seperti tokoh yang digambarkan tersebut. Kamajaya dan Dewi Ratih atau Arjuna dan Sembadra merupakan tokoh ideal orang Jawa. 4. Upacara ganti busana dilakukan dengan jenis kain sebanyak 7 buah dengan motif kain yang berbeda. Motif kain dan kemben yang akan dipakai dipilih yang terbaik dengan harapan agar kelak si bayi juga memiliki kebaikan-kebaikan yang tersirat dalam lambang kain. - 6 - Motif kain tersebut adalah: a. sidomukti (melambangkan kebahagiaan), b. sidoluhur (melambangkan kemuliaan), c. truntum (melambangkan agar nilai-nilai kebaikan selalu dipegang teguh), d. parangkusuma (melambangkan perjuangan untuk tetap hidup), e. semen rama (melambangkan agar cinta kedua orangtua yang sebentar lagi menjadi bapak-ibu tetap bertahan selma-lamanya/tidak terceraikan), f. udan riris (melambangkan harapan agar kehadiran dalam masyarakat anak yang akan lahir selalu menyenangkan), g. cakar ayam (melambangkan agar anak yang akan lahir kelak dapat mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya). Kain terakhir yang tercocok adalah kain dari bahan lurik bermotif lasem dengan kemben motif dringin. Upacara ini dilakukan di senthong tengah. 5. Upacara memutus lilitan janur/lawe yang dilingkarkan di perut calon ibu. Janur/lawe dapat diganti dengan daun kelapa atau janur. Lilitan ini harus diputus oleh calon ayah dengan maksud agar kelahiran bayi lancar. 6. Upacara memecahkan periuk dan gayung yang terbuat dari tempurung kelapa (siwur). Maksudnya adalah memberi sawab (doa dan puji keselamatan) agar nanti kalau si ibu masih mengandung lagi, kelahirannya juga tetap mudah. 7. Upacara minum jamu sorongan, melambangkan agar anak yang dikandung itu akan mudah dilahirkan seperti didorong (disurung). 8. Upacara nyolong endhog, melambangkan agar kelahiran anak cepat dan lancar secepat pencuri yang lari membawa curiannya. Upacara ini dilaksanakan oleh calon ayah dengan mengambil telur dan membawanya lari dengan cepat mengelilingi kampung. Dengan dilaksanakannya seluruh upacara tersebut di atas, upacara mitoni dianggap selesai ditandai dengan doa yang dipimpin oleh dukun dengan mengelilingi selamatan. Selamatan atau sesajian sebagian dibawa pulang oleh yang menghadiri atau meramaikan upacara tersebut. - 7 -  Lambang atau makna yang terkandung dalam unsur upacara mitoni Upacara-upacara mitoni, yaitu upacara yang diselenggarakan ketika kandungan dalam usia tujuh bulan, memiliki simbol-simbol atau makna atau lambang yang dapat ditafsirkan sebagai berikut: • Sajen tumpeng, maknanya adalah pemujaan (memule) pada arwah leluhur yang sudah tiada. Para leluhur setelah tiada bertempat tinggal di tempat yang tinggi, di gunung-gunung. • Sajen jenang abang, jenang putih, melambangkan benih pria dan wanita yang bersatu dalam wujud bayi yang akan lahir. • Sajen berupa sega gudangan, mengandung makna agar calon bayi selalu dalam keadaan segar. • Cengkir gading (kelapa muda yang berwarna kuning), yang diberi gambar Kamajaya dan Dewi Ratih, mempunyai makna agar kelak kalau bayi lahir lelaki akan tampan dan mempunyai sifat luhur Kamajaya. Kalau bayi lahir perempuan akan secantik dan mempunyai sifat-sifat seluhur Dewi Ratih. • Benang lawe atau daun kelapa muda yang disebut janur yang dipotong, maknanya adalah mematahkan segala bencana yang menghadang kelahiran bayi. • Kain dalam tujuh motif melambangkan kebaikan yang diharapkan bagi ibu yang mengandung tujuh bulan dan bagi si anak kelak kalau sudah lahir. • Sajen dhawet mempunyai makna agar kelak bayiyang sedang dikandung mudah kelahirannya. • Sajen berupa telur yang nantinya dipecah mengandung makna berupa ramalan, bahwa kalau telur pecah maka bayi yang lahir perempuan, bila telur tidak pecah maka bayi yang lahir nantinya adalah laki-laki. (tembi.org/2008) - 8 - B. Objek formal Etika sebagai ilmu melanjutkan kecenderungan kita dalam kehidupan sehari-hari. Etika mulai, bila kita merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan. Kebutuhan akan refleksi itu dirasakan, antara lain karena pendapat etis seseorang tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Dengan demikian etika dapat didefinisikan sebagai refleksi kritis, metodis, dan sistematis tentang tingkah laku manusia, sejauh berkaitan dengan norma. Etika adalah refleksi ilmiah tentang tingkah laku manusia dari sudut norma-norma atau sudut baik dan buruk. Segi normative itu merupakan sudut pandang yang khas bagi etika, dibandingkan dengan ilmu-ilmu lain yang membahas tentang tingkah laku manusia. Etika yang dipandang sebagai sebagai sudut pandang filsafati dan malah dikenal sebagai salah satu cabang filsafat yang paling tua. Etika tidak berhenti yang konkret, pada yang secara fackual dilakukan, tapi ia bertanya tentang yang harus dilakukan atau yang tidak boleh dilakukan, tentang yang baik atau yang buruk dilakukan. Dalam filsafat, etika memiliki kedudukan tersendiri. Etika dikatakan sebagai ”filsafat praktis” karena cabang ini langsung berhubungan dengan perilaku manusia, dengan yang harus atau tidak boleh dilakukan manusia. Etika bergerak di bidang intelektual, tapi objeknya langsung berkaitan dengan praktek kehidupan kita.karenanya etika disebut sebagai filsafat moral. (K. Bertens, 2007:22-29). Jika dipandang dari sudut etika, upacara mitoni dapat ditemukan beberapa unsur yang salah satunya adalah sudut pandang etika teleologis yakni, mengajarkan bahwa perbuatan kesusilaan berusaha mencari dan menemukan kebahagiaan atau kenikmatan. Moral yang didapat dari upacara adat mitoni adalah menunjukkan suatu bentuk kasih sayang orang tua yang disimbolkan dengan lambang-lambang yang diantara adalah memberikan beberapa sesajen yang diharapkan dapat memberikan keselamatan janin dalam proses kelahiran agar sehat tanpa ada halangan.
- 9 - BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Mitoni berbeda dengan ngidoni. Yang satu peristiwa gembira menyambut akan lahirnya seorang anak manusia, yang lain peludahan serta penghinaan terhadap sesama manusia. (debritto.net/2008) Upacara MITONI atau selamatan yang menandai tujuh bulan usia kehamilan itu begitu indah menarik dan mengandung seribu makna. Peristiwanya selalu berbunga-bunga sekaligus mendebarkan, karena tidak lama lagi, sepasang temanten akan segera menjadi nyokap dan bokap, sepasang papa mama akan segera menjadi kakek nenek. Mbah kakung putri akan segera menjadi eyang buyut dan seterusnya. B. Saran Proses terjadinya kebudayaan mitoni berasal dari kebudayaan Jawa, hal itu perlu adanya penjelasan atau setidaknya memberi makna, apa arti dari sebuah prosesi mitoni tersebut. Seiring dengan perkembangan zaman, prosesi mitoni tersebut bisa dimengerti oleh masyarakat modern seperti saat ini. Karena hal ini sangat berpengaruh terhadap kelestarian nilai budaya dan unsur yang terkandung dalam kebudayaan mitoni. Apakah mitoni ini mempunyai dampak signifikan terhadap subyeknya? Atau hanya sebagai simbol kebudayaan Jawa.



GOOGLE search
Custom Search

Google search

Custom Search