Senin, 06 April 2015

Epistemologi Karl Raimund Popper

Konflik antara rasionalisme dan empirisisme kiranya menggelitik minat Karl Raimund Popper untuk ikut serta menjembatani keduanya hingga menemukan kompromi. Ia membenarkan bahwa pengetahuan bersifat apriori (berdasarkan teori daripada kenyataan atau alasan yang mendekati) secara genetic atau psikologis, namun dia tidak sejalan dengan anggapan bahwa pengetahuan bisa sah secara apriori. Menurut Popper, teori-teori kita merupakan hasil penemuan kita, tetapi mungkin saja teori-teori kita hanya dugaan-dugaan yang kurang beralasan (ill reasoned), konjektur (berdasarkan atas perkiraan), hipotesis yang berani. Dari teori-teori ini kita membangun suatu dunia bukan dunia yang sebenarnya, melainkan jaring-jaring kita sendiri, yang kita pakai dalam percobaan kita menangkap dunia yang sebenarnya (Popper, Autobiography : 46)
Immanuel Kant mengatakan bahwa teori-teori ilmiah adalah buatan manusia atau bahwa kita mencoba mendesakkan berlakunya teori-teori itu atas dunia. Popper setuju dengan gagasan sentral Kant ini, menurutnya bisa saja kita secara dogmatis berpegang pada teori-teori tersebut pun kalau teori itu salah. Namun meskipun pada awalnya kita harus berpegang erat pada teori-teori kita, tanpa teori kita tidak dapat mulai, seiring perjalanan waktu, kita dapat mengembangkan sikap kritis terhadapnya. Kita dapat mencoba menggantikannya dengan sesuatu yang lebih baik bila kita telah menemui kegagalan. Jadi bisa timbul suatu fase pemikiran ilmiah atau kritis yang secara niscaya didahului oleh suatu fase tak kritis.
Dalam karya pertamanya Logik der Forschung ditunjukkan bahwa pengetahuan tumbuh lewat percobaan dan pembuangan kesalahan dan bahwa perbedaan utama antara pertumbuhan pengetahuan pra ilmiah dan pertumbuhan pengetahuan ilmiah ialah bahwa pada tingkat ilmiah kita secara sadar  mencari kesalahan-kesalahan kita, pengambilan secara sadar metode kritis menjadi sarana utama pertumbuhan. Metode ini umumnya terwujud dalam mencari kesulitan-kesulitan atau kontradiksi-kontradiksi dan usaha yang dicobakan untuk memecahkannya.
Disamping itu Popper menuliskan dalam The open Society and its enemies, bahwa metode kritis dapat digeneralisasikan menjadi apa yang digambarkan sebagai sikap kritis atau rasional. Arti terbaik dari akal dan masuk akal adalah keterbukaan terhadap kritik, kesediaan untuk dikritik dan keinginan untuk mengkritik diri sendiri. Ia menyarankan bahwa tuntutan untuk memperluas sikap kritis ini sejauh-jauhnya bisa disebut rasionalisme kritis. Secara implisit kesadaran  bahwa kita hidup dalam masyarakat yang tidak sempurna perlu ditanamkan. Ini disebabkan oleh kenyataan bahwa selalu terdapat benturan nilai-nilai yang tidak dapat didamaikan. Namun karena tidak ada masyarakat manusia tanpa konflik perbenturan nilai dan prinsip-prinsip ini mungkin bernilai bahkan hakiki untuk masyarakat terbuka.
Popper juga menyinggung masalah empirisisme, tetapi empirisisme yang dikembangkan Popper adalah empirisisme kritis. Pengalaman dan percobaan bukan digunakan untuk meneguhkan suatu teori seperti yang diusahakan kaum induktivitis (mengambil kesimpulan general dari suatu percobaan parsial) dan verifikasionis, melainkan untuk mengadakan penyangkalan (falsifikasi, refutasi) terhadap teori.

III. Ciri-ciri Epistemologi Popper
            3.1 Objektivitas
Pendekatan objektif dalah pengakuan terhadap problem-problem objektif, prestasi objektif atau pemecahan problem, pengetahuan dalam dimensi objekif. Jadi pendekatan objektif tidak lain daripada pendekatan yang bersifat memperlakukan setiap teori sebagai solusi tentative terhadap suatu masalah yang membutuhkan pemecahan (Taryadi dalam Imam Wahyudi, 2007 :130)
Pendekatan objektif berlawanan dengan pendekatan subjektif yang menurut Popper terkandung dalam pandangan rasionalistis maupun empirisistis. Kedua aliran tersebut melalaikan perbedaan antara pengetahuan subjektif yang merupakan disposisi mental subjektif dan pengetahuan objektif, yaitu pengetahuan dipandang dalam dirinya sendiri.
Jadi sifat objektif disini pengamatan didasarkan atas sifat-sifat yang melekat pada materi yang diamati dimana terpisah dengan subjek pendukungnya (misalnya teori, argument). Sementara subjektifitas mendasarkan pengamatan pada sosok pendukung pengamatnya bukan merupakan sesuatu yang terpisah antara objek pengamatan dengan subjeknya. Percampuran antara subjek dan objek, di mana faktor subjek lebih besar peranannya merupakan karakteristik dari sifat subjektif. Pendekatan subjektif tidak sejalan dengan epistemology menurut pandangan Popper.


            3.2 Problem Solving
Menurut Popper metode pengetahuan adalah metode problem solving. Metode ilmu adalah metode usaha tentatif untuk memecahkan konjektur-konjektur yang dikontrol dengan kritik yang keras. Ia merupakan metode trial and error yang dikembangkan secara sadar Dalam pandangan Popper ilmu memang bisa salah, dan itu justru membedakan antara ilmu dan ideology (ideology tidak bisa difalsifikasi). Yang ingin dia sampaikan adalah bahwa ilmu punya sasaran yaitu kebenaran, dan hal ini dilakukan dengan mengeliminasi kesalahan dari waktu ke waktu serta tidak mengabsolutkan pandangan yang sekarang. (Popper dalam Imam Wayudi, 2007 : 130)
Suatu contoh teori yang dikemukakan Albert Einstein mengenai gravitasi ditinjau dari segi hukum relativitas, pandangan Einstein ini terbukti secara empiris mengkritisi apa yang pernah dikemukakan oleh Isaac Newton mengenai problem yang sama. Dalam catatanya Newton berpendapat bahwa gravitasi bumi terhadap benda yang mempunyai massa adalah sama dengan percepatan benda tersebut apabila dibiarkan jatuh bebas dalam setiap kondisi. Induktivitas kental sekali terasa dalam pandangan Newton, meskipun ia melakukan percobaan secara parsial. Ternyata pandangan tersebut meski menjadi pegangan dan pedoman para fisikawan selama bertahun-tahun adalah kurang tepat. Einstein mengemukakan adanya pergerakan besarnya nilai percepatan dalam suatu benda jatuh bebas dipengaruhi oleh kondisi kemagnetan bumi disamping itu juga kecepatan rotasi bumi, demikian pula dengan keadaan pengamat atau posisi pengamat. Namun meski demikian teori Newton yang kemudian terbukti kurang tepat tersebut telah mengantarkan sedemikian banyak fisikawan untuk memulai melangkah sehingga menghasilkan pelbagai macam teori pengembangan. Letak rasionalisme dan empirisisme kritisnya ialah pada perbaikan teori gravitasi tersebut seiring dengan perjalanan waktu.
Seperti telah diuraikan dari sudut pandang objektivis, pengetahuan dalam dimensinya dipandang sebagai solusi atas suatu problem, dengan selalu dihadapkan pada kritik. Jadi pengetahuan objektif mencakup elemen pokok dalam skema problem solving. Metode ilmu pengetahuan digambarkan Popper sebagai penyajian solusi tentatif (percobaan ilmiah) atas problem kita dengan konjektur-konjektur yang dikontrol oleh kritik keras. Ini tak lain daripada metode problem solving. Karena itu pertumbuhan ilmiah sama-sama menggunakan metode problem solving. Jadi memandang epistemology dengan pendekatan objektif adalah memandangnya dari sudut ilmu pengetahuan.
Dalam pada itu, juga ditegaskannya bahwa baginya epistemology adalah teori pengetahuan ilmiah, dengan alasan bahwa studi pertumbuhan pengetahuan ilmiah merupakan jalan paling bermanfaat untuk mempelajari pertumbuhan pengetahuan pada umumnya, sebab pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan manusia sehari-hari yang tertulis besar-besar. Bagi Popper problem epistemology yang paling menarik adalah problem petumbuhan pengetahuan, terutama pertumbuhan pengetahuan ilmiah,  dan problem serupa itu pasti melampaui setiap studi yang terbatas pada pengetahuan common sense yang dipertentangkan dengan pengetahuan ilmiah. (Popper, The Logic of Scientific Discovery, 1968 : 19)
Epistemologi problem solving selain objektif seperti tampak dari uraian tentang pandangan objektivis, juga rasional, kriti, evolusioner, realistis dan pluralis. Sifat rasional sangat menonjol dalam hubungan antara problem, teori dan kritik atasnya. Sebab setiap teori bersifat rasional sejauh mencoba memecahkan problem tertentu dan hanya bisa didiskusikan secara rasional dengan mendiskusikan hubungan itu (Popper, Conjectures and Refutations, :199).
Sifat kritis dimunculkan oleh kenyataan bahwa kritik termasuk dalam mekanisme pertumbuhan pengetahuan itu sendiri. Oleh sifatnya yang salah (fallible), manusia hanya bisa maju dengan belajar dari kesalahan. Dan proses penemuan kesalahan dipercepat dengan jalan sadar mencari kesalahan.
Sifat evolusioner tampak pada kenyataan bahwa proses pertumbuhan pengetahuan secara konjektur dan refutasi (jadi tidak lewat induksi dan verifikasi) mirip dengan seleksi natural Darwin . Teori yang tidak tahan uji akan gugur dan digantikan dengan teori yang lebih tangguh (seperti kasus teori antara Einstein dengan Newton). Sedang realistis terilustrasikan dari epistemology problem solving, karena epistemology ini melibatkan pengakuan akan realitas problem dan usaha pemecahannya sebagai suatu yang objektif. Disiplin ilmiah oleh Popper disebut sebagai pengumpulan problem-problem dan usaha pemecahannya yang dibatasi secara artificial. (Popper, Autobiography, :59)
Sifat pluralis epistemology Popper terkait erat dengan ide emergence yaitu suatu keterbukaan terhadap pertumbuhan yang tak terduga, yang tak teramalkan oleh sarana-sarana ilmiah. Jadi suatu pandangan indeterminisme (tak pasti). Bisa terjadi, teori-teori yang kini belum terpikirkan, tahun depan akan diajukan seseorang. Dan yang berlainan dan mungkin saling  bertentangan itu tak mungkin direduksikan kepda keadaan mental penciptanya, sebab teori sebagai produk pekiran hanya berada dalam hubungan logis dan tak dapat terlibat dalam saling hubungan yang bersifat kausal (Popper, Objective Knowledge : 198)
Erat hubungannya dengan ide emergence ialah gagasan tentang transendensi diri. Dengan teorinya tentang dunia pengetahuan objektif yang bersifat otonom. Popper memilahkan dunia menjadi tiga :
Dunia 1            : yaitu dunia dari pengamatan langsung bersifat fisik berupa materi dan energi organis maupun anorganis
Dunia 2            : yaitu dunia pengalaman (kesadaran subjektif) berupa proses pemikiran, pengalaman visual, pendengaran, perasaan, gagasan dan persepsi.
Dunia 3            : yaitu dunia objektif berupa problem, kritik, proses pikiran objektif, dunia teori, argument, situasi problem yang dipandang dalam dirinya sendiri.
      Menurut Popper, Dunia 1 dan Dunia 2 saling berinteraksi, Dunia 2 dan Dunia 3 saling berinteraksi, sementara Dunia 1 dan Dunia 3 tidak berinteraksi secara langsung melainkan lewat perantara Dunia 2. jadi bagi Popper pengertian dunia mencakup segala hal yang ada. Dunia terdiri dari dunia jasmani (termasuk manusia), dunia proses pemikiran dan dunia pengetahuan objektif.
Sifat-sifat Dunia 3 menurut Popper ialah otonom, rasional objektif, tak terbatas dan serba mungkin. Implikasi epistemologis teori tentang Dunia 3 ialah ditekanknnya pendekatan objektivis. Bila epistemology tradisional memfokuskan pada pengetahuan dalam arti subjektif atau Dunia 2 maka suatu studi pengetahuan ilmiah menjadi tidak relevan.(Imam Wahyudi, 2007 : 127)
   Dari cirri-ciri yang disketsakan di atas tampak mencolok perbedaan antara pandangan Popper dan pandangan kebanyakan filsuf sebelumnya. Diantara perbedaan pandangan tersebut, yang perlu digaris bawahi sebagai berikut :
1.            Sementara mereka memusatkan perhatian kepada pengetahuan dalam arti keseharian, Popper memfokuskan minatnya pada problem pertumbuhan pengetahuan ilmiah.
2.            Kalau mereka mengejar pembenaran pengetahuan secara mutlak maka Popper sibuk meneliti bagaimana teori harus diuji demi pertumbuhan pengetahuan.

3.            Epistemologi mereka bercirikan pendekatan subjektivis sedangkan Popper ditandai dengan pendekatan objektivis.

GOOGLE search
Custom Search
Menyegerakan berbuat kebaikan

Google search

Custom Search