Minggu, 15 Maret 2015

UNSUR-UNSUR ESTETIKA PADA SENI IKEBANA DARI JEPANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut pandangan klasik, terjadinya suatu karya seni berpangkal dari pengalaman estetis yang timbul dari perjumpaan dengan alam. Saat itu mungkin hanya berlangsung selama beberapa detik, saat matahari yang sedang terbenam mewarnai awan-awan dengan warna-warni yang indah. Kemudian seniman mengabadikan saat kebahagiaan itu dan terjadilah karya seni. Dan setiap kali ia memandang karyanya, ia akan teringat kembali saat yang indah itu. Karena karya itu bersifat simbolik, lewat lambang-lambang mengingatkan kembali pada saat itu. Dan setiap orang yang mengamati karya itu lalu juga menangkap isyarat-isyarat, lambang-lambang itu dan dapat turut merasakan apa yang dirasakan oleh sang seniman. (jurnal Filsafat UGM). Di Jepang sendiri telah terbina suatu hubungan mesra antara seni dan kehidupan, dan keduanya berkaitan erat dengan alam serta religi. Salah satunya adalah seni merangkai bunga atau sering disebut Ikebana. Demikian pendahuluan kami. Untuk lebih jelasnya akan kami jelaskan tentang nilai-niai estetis seni merangkai bunga dalam makalah ini lebih lanjut. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka apat di kembangkan permasalahan pokok, yaitu: a. Apa saja unsur estetika yang ada pada Ikebana?




BAB II PEMBAHASAN A. Sejarah Ikebana Ikébana (生花 ?) adalah seni merangkai bunga yang memanfaatkan berbagai jenis bunga, rumput-rumputan dan tanaman dengan tujuan untuk dinikmati keindahannya. Ikebana berasal dari Jepang tapi telah meluas ke seluruh dunia. Dalam bahasa Jepang, Ikebana juga dikenal dengan istilah kadō (華道 ?, ka, bunga; do, jalan kehidupan) yang lebih menekankan pada aspek seni untuk mencapai kesempurnaan dalam merangkai bunga. Menurut literatur klasik seperti Makura no sōshi yang bercerita tentang adat istiadat Jepang, tradisi mengagumi bunga dengan cara memotong tangkai dari sekuntum bunga sudah dimulai sejak zaman Heian. Pada mulanya, bunga diletakkan di dalam wadah yang sudah ada sebelumnya dan kemudian baru dibuatkan wadah khusus untuk vas bunga. Ikebana dalam bentuk seperti sekarang ini baru dimulai para biksu di kuil Chōhōji Kyoto pada pertengahan zaman Muromachi. Para biksu kuil Chōhōji secara turun temurun tinggal di kamar (bō) di pinggir kolam (ike), sehingga aliran baru Ikebana yang dimulainya disebut aliran Ikenobō. Di pertengahan zaman Edo, berbagai kepala aliran (Iemoto) dan guru besar kepala (Sōke) menciptakan seni merangkai bunga gaya Tachibana atau Rikka yang menjadi mapan pada masa itu. Di pertengahan zaman Edo hingga akhir zaman Edo, Ikebana yang dulunya hanya bisa dinikmati kalangan bangsawan atau kaum samurai secara berangsur-angsur mulai disenangi rakyat kecil. Pada zaman itu, Ikebana gaya Shōka (seika) menjadi populer di kalangan rakyat. Aliran Mishōryū, aliran Koryū, aliran Enshūryū dan aliran Senkeiryū melahirkan banyak guru besar dan ahli Ikebana yang memiliki teknik tingkat tinggi yang kemudian memisahkan diri membentuk banyak aliran yang lain. Ikebana mulai diperkenalkan ke Eropa pada akhir zaman Edo hingga masa awal era Meiji ketika minat orang Eropa terhadap kebudayaan Jepang sedang mencapai puncaknya. Ikebana dianggap mempengaruhi seni merangkai bunga Eropa yang mencontoh Ikebana dalam line arrangement. Sejak zaman Edo lahir banyak sekali aliran yang merupakan pecahan dari aliran Ikenobō. Pada bulan Maret 2005 tercatat 392 aliran Ikebana yang masuk ke dalam daftar Asosiasi Seni Ikebana Jepang. Pada umumnya, bunga yang dirangkai dengan teknik merangkai dari Barat (flower arrangement) terlihat sama indahnya dari berbagai sudut pandang secara tiga dimensi dan tidak perlu harus dilihat dari bagian depan. Berbeda dengan seni merangkai bunga dari Barat yang bersifat dekoratif, Ikebana berusaha menciptakan harmoni dalam bentuk linier, ritme dan warna. Ikebana tidak mementingkan keindahan bunga tapi pada aspek pengaturannya menurut garis linier. Bentuk-bentuk dalam Ikebana didasarkan tiga titik yang mewakili langit, bumi, dan manusia. (sumber: Wikipedia) Ikebana dalam budaya Jepang adalah seni mengatur atau membentuk bunga. Mengatur bunga disini bukan berarti hanya sekedar mengatur dan menata saja tetapi juga berhubungan dengan seni penyampaian jiwa seperti dalam bunga. Di dalam Zen, umumnya menggunakan peminimalisasian bahasa atau kata-kata sehingga biasanya diutarakan lewat “bahasa jiwa”, karena menurut Zen terlalu banyak bahasa biasanya menghalangi sesuatu untuk mendapatkan realitas yang sesungguhnya. Dalam seni merangkai bunga di Jepang atau biasa disebut Ikebana juga menggunakan cara seperti itu. Seni merangkai bunga tersebut hanya menggunakan media bunga yang sedikit, dengan sedikit bunga tentunya juga bisa mengantarkan arti kedalaman jiwa dalam “bahasa bunga”. Jadi seperti kesan adanya ruang kosong dalam penayampaian Ikebana tersebut, dalam bahasa Zen adalah “kesadaran murni”. Contoh konkritnya adalah seperti meditasi. Jadi hubungannya dengan Ikebana adalah kita membutuhkan kedalaman jiwa dalam merangkai bunga sehingga “bahasa jiwa” dalam Ikebana tersebut dapat tersampaikan dengan baik. Singkatnya kita menyampaikan kedalaman jiwa melalui “bahasa jiwa” dengan perantara bunga. Biasanya bentuk Ikebana tersebut menyerupai “bentuk alam” seperti gunung, lereng, dan lembah. Yang terpenting dari Ikebana adalah bukan hasil akhir, melainkan jalannya prosesnya perangkaian atau penciptaan. Teknik dan gaya dalam Ikebana dipadukan dengan inspirasi dan keinginan diri yang ditekankan pada penciptaan gaya apa adanya. Dari sini penulis ingin menulis lebih lanjut tentang pengaruh Zen dalam estetika Ikebana lebih dalam lagi dengan melakukan perbandingan antara Zen dan Ikebana sendiri kemudian mencari apakah ada kandungan Zen dalam estetika Ikebana.


B. Gaya Rangkaian dalam Ikebana Ada 3 gaya dalam Ikebana, yaitu : rikka, shoka dan jiyuka. 1. Rikka (Standing Flower)adalah ikebana gaya tradisional yang banyak dipergunakan untuk perayaan keagamaan. Gaya ini menampilkan keindahan landscape tanaman. Gaya ini berkembang sekitar awal abad 16. Ada 7 keutamaan dalam rangkaian gaya Rikka, yaitu : shin, shin-kakushi, soe, soe-uke, mikoshi, nagashi dan maeoki 2. Shoka adalah rangkaian ikebana yang tidak terlalu formal tapi masih tradisional. Gaya ini difokuskan pada bentuk asli tumbuhan. Ada 3 unsur utama dalam gaya Shoka yaitu : shin, soe, dan tai. Sesuai dengan perkembangan zaman, sesudah Restorasi Meiji 1868, gaya ini lebih berkembang karena adanya pengaruh Eropa Nageire arti bebasnya “dimasukan” (rangkaian dengan vas tinggi dengan rangkaian hampir bebas)dan Moribana. rangkaian menggunakan wadah rendah dan mulut lebar). Lalu pada tahun 1977 lahir gaya baru yaitu Shoka Shimputai, yang lebih modern, terdiri dari 2 unsur utama yaitu shu dan yo, dan unsur pelengkapnya, ashirai. 3. Jiyuka adalah rangkaian Ikebana bersifat bebas dimana rangkaiannya berdasarkan kreativitas serta imaginasi. Gaya ini berkembang setelah perang dunia ke-2. Dalam rangkaian ini kita dapat mempergunakan kawat,logam dan batu secara menonjol. C. Perlengkapan Hampir sama dengan peralatan merangkai bunga gaya eropa, dalam Ikebana kita memerlukan kawat dari berbagai ukuran (ketebalan kawat), gunting (gunting khusus ikebana), Floral tape (warna hijau dan coklat),selotip. Juga tang bunga (utk mematahkan), kenzan yaitu alas berduri tajam tempat mencucukan bunga, juga semacam pipet besar untuk mengambil air yang lama di vas ketika kita hendak mengganti airnya, batu-batuan kecil juga bisa dipergunakan bila kita mempergunakan vas/wadah/suiban tinggi. D. Estetika Ikebana Menurut ensiklopedia Kodansha yang dikutip oleh Danandjaja (1997:293), Seni merangkai bunga Jepang terkenal dengan istilah Ikebana (secara harfiah berarti “bunga-bunga yang dipelihara agar hidup”). Ikebana berarti membawa kehidupan tumbuhan itu sendiri. Pada dasarnya adalah penciptaan kembali tumbuhan dan bunga ke dalam sebuah mikrokosmos dengan latar belakang alam yang dimiliki sebelumnya. Dalam sebuah susunan yang sederhana, dan hanya dengan sedikit garis seorang seniman Ikebana mencoba menghadirkan keseluruhan dunia. Bentuk Ikebana merupakan pemindahan lukisan alam ke dalam bentuk rangkaian bunga dengan bahan yang diambil dari alam sendiri. Dengan rasa kekaguman terhadap keindahan warna dan bentuk alam, seorang seniman Ikebana berusaha merangkai bunga seindah keberadaan alam yang dilukiskan. Untuk membuat rangkaian Ikebana terkesan hidup, seniman Jepang menggunakan dasar penyusunan dengan mengikuti bentuk dari alam. Selain itu untuk mendapatkan bentuk keindahan yang alami, seniman Ikebana juga memperhatikan dan mengikuti unsur-unsur alam yang ada dan seimbang. Perkembangan Ikebana diawali dengan tradisi kuge (sesajian bunga untuk Buddha). Tiga unsur penting dalam sesajian ( mitsugusoku) di hadapan patung Buddha terdiri atas anglo pembakaran kemenyan dengan tempat pemasangan lilin dan dua jambangan bunga yang mengapitnya. Sesajian bunga ini diatur sedemikian rupa hingga tinggi tangkai bunga mencapai satu setengah kali tinggi jambangan dan ditancapkan tegak lurus ditengah jambangan dan dua tangkai tambahan yang ditancapkan secara simetris di kedua sisinya. Bermula dari konsep religius, bentuk mitsugusoku secara perlahan-lahan berubah sampai kemudian dirangkai menjadi kekaguman orang. Sejak itu mitsugusoku berkembang menjadi suatu seni. ‘Keseimbangan' termasuk unsur terpenting dalam keindahan Ikebana. Arti keseimbangan secara umum adalah keseimbangan dari tumbuhan itu sendiri atau didukung dengan yang lain untuk menjaga agar tidak jatuh atau roboh di dalam vas. Keseimbangan dalam arti khusus yang menjadi ciri khas dari bentuk Ikebana adalah keseimbangan antara unsur-unsur yang ada di alam. Unsur alam positif ( yo) dan negative ( in) . Dua sifat alam ini seperti dua kutub yang memiliki perbedaan dalam kesatuan. Seperti kehidupan yang tidak dapat berpisah dari kematian, apa yang normal diambil dari sebuah kekurangan, ketidaksempurnaan menjadi dirinya sendiri dari bentuk sempurna. Seniman-seniman Jepang memiliki satu pemahaman dalam menciptakan sebuah karya seni, bahwa ‘kecantikan tidak diperlukan dalam bentuk sempurna. Menurut Ikenobo, bentuk dasar dari pola Ikebana yang khas lainnya yaitu menampilkan susunan cabang surga ( soe), manusia ( tai) , dan bumi ( shin ). Penentuan cabang ini ditunjukkan dengan arah, panjang dan urutan cabang yang dirangkai. Peletakan cabang-cabang ini ditentukan dalam keseimbangan yo dan in. Cabang bumi mempunyai pembawaan negative ( in) , mengambil bentuk aktif dengan penyebarannya pada bagian yang lebih rendah. Cabang manusia mempunyai pembawaan positif ( yo) , cabang ini menempati ruang yang menentukan yang disebut shin (pusat) yang menjadi titik pusat dari rangkaian Ikebana . Dan cabang surga memiliki pembawaan positif (yo) , menempati ruang di sekitar cabang manusia sebagai pelengkap ( soe). Selain itu, keindahan bentuk Ikebana juga ditentukan oleh jenis keindahan yang dipunyai si perangkai sendiri. Hal ini terlihat pada permulaan penentuan unsure yo dan in. Setiap seniman berbeda dalam menemukan suatu keindahan. Dari perbedaan-perbedaan ini kemudian memunculkan berbagai bentuk Ikebana, yaitu Ikebana gaya rikka, nagaire dan shoka. Fungsi dari Ikebana sendiri adalah sebagai gambaran atau penuangan lukisan alam yang dikaitkan dengan pengalaman si seniman. Sedangkan seniman sendiri adalah seorang manusia yang selalu berkembang dan menginginkan perubahan-perubahan dalam kehidupannya. Hal inilah yang mempengaruhi perkembangan dan perubahan-perubahan dalam Ikebana (Ikenobo,1978:46). Seni ikebana atau merangkai bunga gaya Jepang merupakan upaya agar tercipta suatu keselarasan antar konstruksi linear, irama dan warna. Kalau orang Barat cenderung mengutamakan jumlah dan warna bunga, dan menaruh perhatian terutama pada keindahan kembangnya, maka orang Jepang memberi perhatian utamaa kepada aspek garis dalam rangkaiannya, dan mengembangkan seni ini sedemikian rupa sehingga meliputi jambangan, tangkai, daun dan ranting maupun bunganya. Seluruh struktur rangkaian bunga Jepang didasarkan pada tiga garis utama yang melambangkan surga, bumi dan umat manusia. Asal mula Ikebana dapat ditelusuri sampai ke upacara persembahan bunga di kuil-kuil Buddha yang dimulai pada abad keenam. Dalam rangkaian yang agak kasar, bunganya maupun rantingnya disusun demikian rupa sehingga menunjuk ke surga sebagai tanda iman. Gaya merangkai bunga yang lebih canggih muncul pada abad kelimabelas, dan disebut rikka (bunga tegak). Gaya rikka yang berupaya mencerminkan kebesaran alam, menentukan bahwa bunga harus disusun sedemikian rupa agar menggambarkan gunung Sumeru, gunung mistik dalam ilmu alam semesta agama Buddha dan lambang semesta alam. Gaya ini mengandung banyak simbolisme. Misalnya ranting cemara melambangkan karang dan batu. Bunga krisan melambangkan sungai atau anak sungai. Gaya Rikka mengalami masa jayanya pada abad ketujuhbelas. Masa kini rikka dianggap bentuk dianggap bentuk rangkaian bunga yang sudah daluwarsa. Dahulu dianggap hiasan yang cocok untuk upacara dan pesta, sekarang gaya rikka sudah tidak lagi berpengaruh dan jarang dipraktekan (International Information,1989:140). E. Macam-macam Aliran Ikebana. Ada banyak aliran Ikebana di Jepang diantaranya yang dikenal adalah ; Chiko, Ichiyo, Ikenobo, Koryu, Kozan, Mishoryu, Ohara, Ryusei-Ha, Saga Goryu, Shinpa Seizan, Shofu Kadokai, Sogetsu, dll. Saat ini yang ada di Indonesia serta resmi dan terdaftar pada The Japan Foundation, Jakarta ada 7(tujuh) Aliran yaitu ; Ichiyo, Ikenobo, Koryu, Mishoryu, Ohara, Sogetsu dan Shofu Kadokai.

BAB III KESIMPULAN Ikebana sebagai salah satu seni tradisional di Jepang sudah dikenal lebih dari 600 tahun yang lalu. Bermula sebagai acara ritual dari agama Budha dalam rangka memberikan persembahan bunga kepada arwah leluhur. Sejak sekitar pertengahan abad ke-15, Ikebana berubah statusnya dari yang sebelumnya sebagai symbol keagamaan menjadi bentuk seni yang bebas. Yang kemudian lambat laun sejalan dengan perjalanan waktu, tumbuh sekolah-sekolah Ikebana, terjadi perubahan stile dan menjadi lebih sederhana untuk semua lapisan masyarakat Jepang. Ikebana adalah seni merangkai bunga ala Jepang. Merangkai bunga Ikebana tidak hanya sekedar dan semudah menempatkan bunga2 kedalam Vas (container), akan tetapi merupakan bentuk disiplin seni dimana merupakan rangkaian yang hidup yang menyatu antara kejiwaan manusia dengan alam sekitarnya, dengan kata lain Ikebana adalah sebuah philosofi untuk lebih mendekat dengan alam. Ikebana juga adalah sebuah ekspresi yang kreatif dalam bingkai aturan untuk membuat rangkaiannya. Materi yang digunakan antara lain ; ranting-ranting, daun-daun, bermacam-macam bunga dan rerumputan yang dirangkai sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah kombinasi warna, bentuk alamiah, dan lain-lain.





GOOGLE search
Custom Search

Google search

Custom Search