RESENSI
BUKU
“DARI
KBK SAMPAI MBS”
Judul buku : “DARI KBK SAMPAI MBS”
Pengarang : J. Drost
Jumlah Halaman : xxii + 130 halaman
Cetakan, Tahun : Ke-1, 2005
Penerbit : PT Kompas Media Nusantara, Jakarta
Ukuran Buku : 14 cm x 21 cm
Resensi\
Buku yang
mengungkapkan pemikiran J.drost dalam dunia pendidikan ini merupakan kumpulan
dari artikel-artikel yang telah ditulisnya di Kompas dari tahun 1998-2004. KBK
merupakan singkatan dari Kurikulum Bertujuan Kompetensi. Sedangkan MBS adalah
Manajemen Berbasis Sekolah. J. Drost yang juga berlatar belakang sarjana
Phiosophicum Yogyakarta dengan jabatan
terakhirnya sebagai Kepala Sekolah SMA Gonzaga Jakarta ini menguraikan
pandangannya mengenai pendidikan di Indonesia dengan lancar. Akan
tetapi, Justru karena lancarnya ia menguraikan pemikirannya, timbul kesan datar
di dalam penguraiannya.
Buku yang bersampul foto J.Drost sedang mengungkapkan
pikirannya ini sangat mudah ditebak temanya. hampir semua permasalahan di bidang
pendidikan yang sedang aktual tak satu pun luput dari perhatian J. Drost; sejak
persoalan kurikulum, pengajaran dan pendidikan, humaniora, evaluasi, pendidikan
budi pekerti, manajemen sekolah, mutu pendidikan, guru, model sekolah, dan
peran orang tua. oleh karena itu, walaupun buku ini tipis, komposisi
penyajiannya diklasifikasikan menjadi enam bagian, yaitu: kurikulum, isi dan
cara mendidik dan mengajar, evaluasi pedidikan, model sekolah, dan manajemen
sekolah.
J.Drost dikenal menentang sistem “Kurikulum Berbasis
Kompetensi” dalam pendidikan sekolah menengah dan sangat menyarankan “kurikulum
Bertujuan Kompetensi”. menurutnya, Kurikulum Berbasis Kompetensi itu tidak ada
dan tidak mungkin ada. Kurikulum sebagai alat dalam proses pembelajaran tidak
dapat mempunyai basis, dasar. yang ada ialah kurikulum yang bertujuan
kompetensi, yang harus memungkinkan untuk meluluskan para pengajar yang memang
kompeten. dalam buku ini ditegaskan bahwa manusia muda harus dibentuk menjadi
manusia dewasa dan terampil. Tidak perlu semua orang menjadi ahli, tetapi
mutlak perlu semua menjadi dewasa. tugas pendewasaan terutama terletak pada
keluarga yang ada di dalam lingkungan masyarakat tertentu. namun sekolah juga
turut andil dalam proses pendewasaan tersebut. dalam sebuah sekolah, tanggung
jawab pokok untuk pembentukan moral dan intelektual akhirnya tidak terletak
pada salah satu prosedur atau kegiatan baik intrakulikuler maupun
ekstrakurikuler, tetapi pada pengajar. sekolah merupakan kebersamaan bersemuka,
tempat hubungan personel otentik antara pengajar dan pelajar dapat berkembang.
tanpa persahabatan ragam itu banyak kekuatan dari pendidikan dan pengajaran
akan menghilang. hubungan saling percaya da persahabatan otentik antara
pengajar dan pelajar merupakan syarat mutlak pertumbuhan sejati dari komitmen
kepada nilai-nilai.
dalam buku ini ditekankan pula bahwa seorang pengajar harus mengenal para
pelajar terlebih dahulu. dianjurkan pengajar berkenalan baik dengan pelajar,
dan mempelajari kecakapan, bakat, kekurangan, dan implikasi perlaku pelajar
dikelas. selain itu, pengajar sekurang-kurangnya mengetahui latar belakang
keluarga para pelajar. pengajar wajib selalu menghargai martabat dan pribadi
pelajar.
Teladan pribadi pengajar lebih penting sebagai sarana
guna membantu pelajar berkembang lebih pada bidang nilai daripada pelajaran
atau uraian. dalam komunitas sekolah, pengajar akan mempengaruhi pembentukan watak
secara positif atau negatif lewat hidupnya sendiri sebagai teladan.
Dalam kebudayaan masa kini, kaum muda belajar menanggapi
citra hidup dari cita-cita yang sudah mulai dirasakan dalam hati mereka. uraian
mengeni dedikasi total, melayani yang miskin, tata Negara yang adil, masyarakat
bebas rasisme dan sebagainya dapat mendoong mereka berefleksi. Teladan yang
hidup membawa mereka melewati refleksi kepada usaha menghidupkan apa yang di
uraikan. Cara membimbing belajar dan cara mengajar sangat menentukn hasil
belajar itu sendiri.
Dalam buku ini J. Drost menyebutkan beberapa cara yang
dapat dipakai dalam pengajaran.
pertama, pengajar menyiapkan dengan baik para pelajar
untuk kegiatan mereka sendiri, yaitu belajar. hanya dengan cara ini dapat
dihasilkan proses belajar yang baik dan pembentukan kebiasan-kebiasaan yang
kuat
kedua, tujuan belajar harus disesuaikan dengan para
pelajar. jadi, perhatian akan cakupan dan uutan menjadi sangat penting sesuai
kemampuan tiap pelajar. ketiga, asas giat diri dari pihak pelajar disalurkan
lewat ulangan harian, mingguan , bulanan ,dan tahunan. itu dimaksudkan untuk
mendorong, membina, dan melestarikan usaha pelajar menjadi pandai. keempat,
perlu diperhatikan waktu belajar paling lama dua jam. sesudah itu harus
beristirahat. perlu juga ada keanekaragaman dalam kegiatan di ruang kelas. Terlalu
banyak bahan dari satu macam hal akan mematikan semangat. Sejauh mungkin
belajar menjadi kegiatan yang menyenangkan baik secara batin maupun secara
lahir. Apabila sejak awal perhatian para pelajar diarahkan kepada
bahan-bahan yang akan dibahas, minat
mereka akan tergugah. pementasan drama maupun sandiwarasejarah akan merangsang
pelajar mempelajari sastra. juga lewat lomba dank ones, keinginan kaum muda
akan menonjol dan merangsang studi mereka. Ini semua memperlihatkan perhatian
besar untuk mengarahkan minat mereka kepada belajar dan menjadikan belajar
sebagai suatu kegiatan menarik.
Hasil belajar itu benar-benar perkembangan yang
dinyatakan dalam kebiasaan- kebiasaan dan keterampilan-keterampilan. Perilaku
dan kebiasaan tidak hanya di timbulkan karena memahami fakta atau prosedur,
tetapi lewat menguasai dan
mempribadikannya, menjadikannya milik sendiri.
Lebih dari itu, diperlukan cara yang dapat membantu para
pelajar untuk membentuk kebiasaan berefleksi, menilai nilai-nilai dan
akibat-akibat bagi manusia yang ada di dalam sains dan ilmu-ilmu sosial yang
mereka pelajari, menilai teteknologi yang dikembangkan dan seluruh
spectrum program-program sosial dan
politis yang diusulkan para nabi dan para politikus. Kebiasaan-kebiasaan tidak
dibetuk hanya lewat kejadian-kejadian kebetulan. Kebiasaan hanya dikembangkan
lewat latihan yang teratur dan terus-menerus. maka, tujuan membentuk kebiasaan
refleksi harus diusahakan semua pengajar di sekolah dan pergruan tinggi,
memakai cara yang sesuai dengan kematangan pelajar pada jenjang yang
berbeda-beda.
Buku ini mengalami tiga kali cetak ulang dan tidak
ditemukan adanya kesalahan EYD. Hal ini penting mengingat buku ini merupakan
buku yang bertema pendidikan yang di baca semua orang. Dengan demikian, memang
pantas jika kata baku di tulis dengan ragam baku pula.
sebagai penambah pengetahuan dan wawasan, buku ini
sangat cocok untuk semua orang sebab pendidikan dimulai dari lingkungan
terdekat, yakni keluarga. Namun, para pendidik, orang tua, dan penyusun
kebijakan pendidikan juga sepatutnya membaca buku ini karena menguraikan dengan
jelas kehidupan pendidikan di Indonesia
secara menyeluruh baik dalam wacana maupun dalam praktik sehari-hari besera dengan
liku-likunya.
Custom Search