Sabtu, 16 Oktober 2010

Hambatan yang Tidak Tampak

Showroom dealer mobil asing di Seoul Korea selatan sangat sepi pengunjung, meskipun pemiliknya sudah melakukan berbagai cara untuk berpromosi dan meyakinkan konsumen, akan tetapi tetap saja kalah bersaing dengan showroom dealer mobil lokal seperti Hyundai, kia atau Daewoo. Hal itu terjadi karena orang-orang Korea berjiwa patriotik. Kekuatan globalisasi tidak bisa mengubah rasa patriotik tersebut. Meskipun Korea selatan termasuk pasar mobil yang paling terbuka di dunia dengan menerapkan pemangkasan tarif, pajak, peraturan, dan perundang-undangan, namun masyarakat Korea selatan hampir tidak pernah membeli mobil Asing. Jadi, meskipun mudah untuk mengubah peraturan dan sistem politik tapi tidak mudah untuk mengubah budaya atau pola pikir. Budaya ini dibangun dengan ketegasan yaitu dengan slogan “membangun bangsa melalui ekspor” yang dicanangkan oleh presiden Park Chung Hee di awal 1960-an. Slogan tersebut terpampang di dinding pabrik di seluruh Korea selatan. Jika ada yang membeli mobil impor, maka ia dicela sebagai penghianat. Bahkan sampai tahun 1980-an, merokok dengan produk asing akan mendapat hukuman penjara. Namun tidak ada produk mewah yang lebih kuat sebagai simbol patriotik daripada mobil. Dari budaya tersebut, akhirnya masyarakat Korea Selatan secara terstuktur berjiwa patriotik. Meskipun awalnya ada pemaksaan. Akhirnya mereka enggan membeli mobil-mobil mewah asing karena takut dicap sebagai penghianat, menyebabkan kesenjangan sosial atau bahkan kekayaan mereka diaudit oleh negara. Menkipun peraturan tersebut akhirnya dicabut pada awal 90-an di bawah mantan presiden Kim Young Sam, yang memotong tarif impor otomatis dari 20 persen menjadi 8 persen saat ini. Seoul semakin memfokuskan upaya reformasi informal, hambatan budaya. "Di era globalisasi, mengendarai mobil asing tidak bertentangan dengan kepentingan nasional". Pemerintahan Kim berusaha menenangkan pembeli mobil akan kekhawatiran hukuman. Namun Banyak orang tetap skeptis. bahkan pelanggan masih takut tekanan sosial.Namun ada Strategi yang cukup sederhana yaitu jika ingin menjual mobil kepada warga korea, investor harus mau membeli perusahaan mobil mereka.
Menurut saya, kebijakan yang diterapkan Pemerintah Korea dengan slogan “membangun bangsa melalui ekspor” yang dicanangkan oleh presiden Park Chung Hee di awal 1960-an sangat tepat. Buktinya, rasa Patriotisme dengan perlahan tumbuh. Sehingga kecintaan terhadap produk dalam negeri semakin besar. Meskipun awalnya dengan tekanan, hukuman, audit, dan lain-lain. Tapi dengan adanya kebijakan tersebut, produk dalam negeri akan tetap bertahan dan berkembang. Namun dengan adanya reformasi formal dan informal terhadap kebijakan tersebut, justru akan mengurangi rasa patriotisme yang telah sekian lama dibangun. Sebagai negara berkembang, semestinya strategi untuk membangun bangsa melalui ekspor tersebut tetap dijalankan. Karena dengan demikian, negara tidak akan tergantung pada produk-produk asing. Hal yang sama semestinya juga diterapkan di Indonesia (meskipun tidak dengan hukuman, tetapi melalui pendidikan tentang patriotisme). Apalagi saat ini Indonesia telah menyepakati perdagangan bebas ASEAN-CHINA. Jika masyarakat indonesia tidak memiliki kesadaran akan kecintaannya terhadap produk dalam negeri, maka perusahan lokal akan kalah bersaing.

Google search

Custom Search