Rabu, 29 Juni 2011

TENTANG AKU

-->

Aku terlahir sebagai seorang muslim dan hidup di lingkungan yang semuanya muslim. Bagaimanapun, sampai saat ini agama Islam mempunyi pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan identitas diriku, pola pikir, sikap, perilaku dan bahkan tujuan hidupku. Tujuan hidupku tentunya tidak serta merta aku pahami semenjak aku lahir. Manusia adalah homo viator. Manusia bukan makhluk yang statis. Ia adalah makhluk yang senantiasa ”menjadi”. Manusia selalu mencari jati diri secara terus-menerus. Pemahamanku akan tujuan hidup ini pun merupakan hasil dari sebuah proses pencarian dan proses belajar memaknai hidup dan kehidupan. Sebagai orang yang beriman kepada Allah SWT Tuhan YME, maka tujuan pertamaku dalam menjalani hidup ini kusadari sebagai peluang atau kesempatan untuk mengabdikan hidupku kepada Allah SWT.
Katakanlah: "Sesungguhnya sholat, ibadah, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, (QS. AL An’am: 162).
            Ayat tersebut aku pahami sebagai pedoman yang diberikan Allah kepada umat-umatnya. Apapun aktivitasku harus aku niatkan hanya untuk Allah semata. Aku yakin Allah Maha penyayang kepada umatnya. Oleh karenanya, sudah sepantasnya hidup yang dianugerahkan-Nya dengan Cuma-Cuma ini aku gunakan untuk mengabdikan diri kepada-Nya. Meskipun tak bisa kupungkiri bahwa itu bukanlah hal yang mudah untuk aku lakukan. Aku tetaplah manusia biasa yang tak bisa lepas dari salah dan dosa. Godaan selalu saja ada. Tetapi yang terpenting adalah berusaha untuk menjalani hidup dengan sempurna sebagai makhluk Allah yang diciptakan paling sempurna diantara makhluk-makluk lainnya. Maksudku adalah manusia yang diciptakan paling sempurna oleh Allah. Oleh karenanya, aku harus berusaha semaksimal mungkin untuk dapat menjalani hidupku ini sebagai manusia seutuhnya. Berperilaku dan bersikap yang manusiawi.
Tujuan utama lainnya adalah untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat kelak. Mengartikan kebahagiaan (happiness) harus dibedakan dengan kesenangan (pleasure). Kebahagian bagiku jauh dari sekedar kesenangan sesaat. Meskipun Allah telah menganugerahkan aku hidup, nafas, tubuh, jantung, dan nikmat-nikat-Nya yang lain dengan cuma-cuma alias gratis, tetapi aku tidak ingin menjalani hidupku ini dengan percuma. Hidupku harus berarti. Hidup adalah anugerah. Yang terpenting bagaimana seseorang mengisi hidupnya. Hidup hanya sekali jadi harus aku manfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Aku juga memiliki tujuan hidup yang lebih konkret, atau aku lebih suka menyebutnya cita-cita, mimpi, atau harapan. Aku membagi cita-citakupun menjadi dua jenis yaitu To Be (Menjadi) dan To Have (Memiliki).
Untuk merancag masa depan, Langkah pertama yang harus anda siapkan adalah tetapkan prestasi terbaik yang ingin anda raih selama hidup di muka bumi. (Azzaini, 2009:27)
Cita-cita saya terkait To be adalah menjadi pengusaha yang sukses di bidang perhotelan, travel, restoran, dan Pariwisata dengan mempekerjakan Jutaan orang di Indonesia dan dapat membantu mengentaskan kemiskinan. Setelah itu saya juga berkeinginan mendirikan sekolah bertaraf Internasional yang gratis untuk anak-anak berprestasi yang kurang mampu. Dengan seizin Allah, saya juga mempunyai cita-cita menjadi Mentri Kebudayaan dan Pariwisata yang sukses, yang mampu me-manage dunia kepariwisataan di Indonesia dengan berlandaskan nilai-nilai luhur budaya serta memanfaatkan potensi alam yang dikaruniakan Allah kebada bangsa Indonesia. Cita-cita saya terkait dengan To Have adalah Harta, Tahta, Kata, Cinta. Semua yang saya ingin meliki tersebut InsyaAllah tercapai secara otomatis jika To be saya tercapai pula. Sebenarnya banyak sekali cita-cita saya terkait To Be dan To Have yang lainnya. Menjadi anak sholeh yang berbakti kepada orang tua, menjadi teladan bagi anak-anak saya kelak, menjadi orang yang bermanfaat bagi lingkungan saya, dan sebagainya.  Intinya, semua keinginan saya tersebut akan selalu saya usahakan dengan tekad kuat Lillahita’ala yang akhirnya membawa saya pada kebahagian di dunia dalam jangka pendek dan kebahagiaan di akhirat sebagai tujuan jangka panjang saya. Bismilallahi tawakaltu’alaAllah.

Dasar Pelaksanaan Hidup
Islam adalah rahmat bagiku dan aku yakin juga bagi umat muslim lainnya. Karena dalam ajaran agama islam, semua aspek di atur dan ditata sedemikian rupa. Semua itu aku yakini sebagai sebuah jalan keselamatan. Oleh karenanya, sebagai seorang muslim, pedoman hidupku tak lain
adalah Al-quran dan sunah.

Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (QS. Al-baqarah:2)
Bagaimanakah kamu (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu? Barang siapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.(QS: Ali-imran: 101)
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An-nisaa’:59)

Meskipun demikian bukan berarti aku menolak pandangan-pandangan golongan lain dalam menyikapi hidup. Selama itu tidak bertentangan dengan keimananku, Al-quran dan Sunnah, semua itu bisa aku terima. Bahkan saya sering mengutip kata-kata bijak tentang kehidupan dari siapapun, termasuk orang yang berbeda agama sekalipun. Selama itu bisa mengutkan imanku, tak jadi masalah. .

Bentuk Kegiatan
Dalam menjalani hidup ini, aku pun tak bisa hanya berdiam diri, aku tak sendiri di dunia ini. Aku sebagai pribadi, tetapi juga sebagai hidup bersama orang lain, aku hidup di alam dengan makluk hidup yang lain, dan tentunya Tuhan yang senantiasa mengawasiku. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini, saya menganalisis bentuk-bentuk kegiatan saya pun berdasarkan empat hal tersebut.
a.    Konsep Hidupku
Hidup bagiku adalah cobaan, atau lebih tepatnya ujian. Ada pertanyaan-pertanyaan yang sering saya dengar terkait dengan penciptaan manusia yaitu “mengapa Tuhan yang Maha sempurna menciptakan makhluk dengan banyak ketidak sempurnan? Tuhan Maha pengasih, mengapa ia tidak langsung memasukan manusia ke dalam surga? Mengapa harus dihidupkan di dunia kalau toh akhirnya berbuat jahat dan masuk neraka? Apakah itu bukan berarti Tuhan hanya menjadikan kita objek permainannya saja?
Pertanyaan-pertanyaan itu dulu pun juga pernah singgah dikepalaku. Tanggapanku atas pertanyaan-pertanyaan itu adalah: pertama, sumua pertanyaan itu tidak pernah akan membuat manusia mengelak dari kodratnya sebagai manusia bahkan tak kuasa menolak menjadi dirinya sendiri dan sekali-kali tidak akan dapat merubah ketetapan Allah tersebut. Kedua, Tuhan Maha sempurna, tentunya dia menciptakan makluknya dengan keadaan yang tidak sama sempurnanya dengan Tuhan karena hal itu adalah yang membedakan antara pencipta dengan yang diciptakannya. Dengan demikian, kita sebagai manusia yang mampu berfikir semestinya memandang ketidaksempurnaan itu sebagai bukti kebesaran Tuhan. Ketiga, Allah maha pengasih dan maha penyayang, akan tetapi untuk menguji kesetiaan Manusia, maka manusia pun pada batas-batas tertentu sebenarnya telah diberi kekuatan dan kebebasan untuk memilih. Manusia adalah homo ludens. Manusia bukan sekedar robot yang berjalan otomatis, tetapi pribadi yang bertingkah laku secara orisinil dan bebas dengan pilihan dan keputusannya.
Jika kita memilih menjalani hidup ini dengan baik, sesuai dengan pedoman yang diberikan Tuhan kepada kita maka jaminannya bahagia di dunia dan di akhirat. Sebaliknya, jika kita memilih jalan yang sesat, kita akan sengsara di dunia bahkan juga di akhirat. Tetapi apa sebaliknya, apa yang telah dilakukan manusia? Banyak manusia yang memilih jalan yang sesat. Banyak yang menganggap pedoman hidup (Al-quran dan sunnah) sebagai sebuah pengekangan terhadap hidup. Padahal pedoman itu adalah rahmat dan bukti kasih sayang Allah agar kita selamat di dunia dan di akhirat. Tetapi manusia justru mengingkarinya. Jadi terhadap semua penderitaan di dunia ini, siapakah yang pantas disalahkan?. Menurut saya adalah Manusia itu sendiri.
Yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya adalah hati dan pikiran. Manusia adalah homo sapiens. Maksudnya, manusia dibekali cipta, rasa, dan karsa. Cipta, rasa, dan karsa manusia adalah merupakan kemampuan yang menjadi cirri pembeda dengan makhluk lain. Manusia mampu membuat simbol-simbol dengan kemampuan akalnya, manusia dapat menguak segala kenyataan. Itulah yang membuat manusia dari sisi person(pribadi) adalah makhluk yang spesial. Mengapa manusia dikatakan makhluk yang paling sempurna? Jawabannya adalah karena manusia dari sisi person (pribadi) yang terkait dengan jiwa dan juga dari sisi individu (secara fisik) yang terkait dengan raga memang yang paling sempurna diantara makhluk Allah yang lainnya. Jika hati dan pikiran adalah bukti ke-spesial-an manusia maka dari sisi individu, setiap manusia juga memiliki keunikan masing-masing. Manusia disebut sebagai manusia karena ia dapat berdiri tegak (homo erectus). Ini juga merupakan bukti bahwa manusia special. Banhak lebh dari itu, masing-masing individu juga unik. Tak ada dua orang di muka bumi ini yang sama persis bahkan untuk orang kembar sekalipun.
Karena manusia tercipta sebegitu unik dan special, maka sudah sepantasnya manusia itu bersikap dan bertingkah laku yang special pula sebagai manusia seutuhnya. Bukan bersikap sesuatu yang rendahan dan murahan. Sebagi seorang individu yang unik, spesial, dan hanya satu-satunya di dunia, saya sudah selayaknya bersikap yang manusiawi, sebagimana Tuhan telah menuntun saya di dalam Al-quran.
            Meskipun demikian, tak dapat dipungkiri bahwa jalan manusia tak begitu saja mudah di lalui. Hawa nafsu yang menjadi rahmat manusia, jika tidak di kekang dan dikendalikan justru berbahaya bagi manusia itu sendiri. Meskipun hawa nafsu terkait dengan pribadi (person), tapi aktualisasinya dijalankan dari sisi jasmani. Jasmani sebagai sarana ekspresi diri, jika tidak dapat dikendalikan dan di arahkan ke  arah positif, justru akan menggelincirkan manusia ke  lembah kesengsaraan. Selain itu, lemahnya manusia dalma mengendalikan nafsu ini juga di iringi dengan godaan dari makhluk Tuhan yang di sebut syetan. Munculnya rasa takut, benci,  marah, dan hal-hal negatif lainnya tertian dalam ekspresi seseorang yang nampak secara jasmani. Oleh karenanya, penting bagi kita untuk selalu berpegang teguh kepada aturan Allah agar dapat menjalani hidup ini engan baik.
Berkenaan dengan takdir, saya memahami ada dua jenis takdir. Pertama, takdir yang tidak bisa di ubah. Missal. Jenis kelamin, hidup, mati, siapa orang tua kita, dan lain sebagainya. Tetapi aku yakin bahwa semua takdir yang ditetapkan langsung oleh Allah ini adalah yang terbaik bagi umatnya. Kedua, takdir yang bisa di ubah. Missalnya pintar/ bodoh, kaya/miskin, dan lain-lain. Untuk takdir jenis ini, adalah terkait dua pilihan yaitu baik atau buruk. Semua itu adalah kita sendiri yang menentukan. Dalam arti, kia dituntut untuk berikhtiyar (berusaha). Meskpun akhirnya juga harus kita serahkan kepada Allah (tawakal). Hal itu karena manusia boleh berusaha tetapi Tuhanlah yang berhak memutuskan. Dan saya yakin keputusan Tuhan itu adalah keputusan yang terbaik selama kita sudah melakukan yang terbaik. Intinya, Individu adalah otonom, unik tak terulang. Ia bertindak menentukan dirinya sendiri, bertindak demi dirinya sendiri (propter se), dan juga sebagai penyebab dirinya sendiri (causa sui). Hal terpenting menurut saya adalah ketika saya dengan sadar dan bebas mengambil keputusan, saya harus senantiasa memegang kaidah-kaidah: moral, agama, ilmu, dan kemanusiaan.

b.      Aku dan Alam semesta
Menurut keyakinan saya, Manusi diturunkan dimuka Bumi ini adalah sebagai khalifah yaitu mengemban amanah dari Allah untuk sedapat mungkin meniru sifat-sifat Allah dengan melakukan kebaikan-kebaikan dan ber-amar ma’ruf nahi munkar. Salah satu kebaikan yang semestinya dilakukan manusia adalah mengelola alam sesuai hukum Allah. Manusia boleh memanfaatkan alam untuk menjalankan kebaikan. Jadi alam berfungsi sebagai fasilitas dalam rangka tujuan tadi. Dengan demikian menurut saya, manusia menjadi pengelola alam, bukan eksploitator. Atau dengan kata lain, harus ada keharmonisan antara individu dan alam. Manusia tidak hadir untuk menguasai dunia, melainkan untuk berteman dengan dunia.
Sebagaimana alam yang mempunyai hukum kekekalan energy, saya pun percaya bahwa hukum Kekekalan nergi juga berlaku pada tindakan manusia. Bahwa energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan tetapi energi hanya dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk lain. Energi ini adalah energi positif (+) dan energi negatif (-). Energi positif (+) adalah perbuatan baik kita sedangkan energi negatif (-) adalah perbuatan jahat kita. Orang yang menabung energi positif maka ia akan mendapatkan balasan kebaikan yang sempurna di dunia. Misalnya, orang yang menjaga alam, melakukan penghijauan, dan tindakan positif lainnya pasti akan berbalas kebaikan. Sebaliknya, orang yang menyimpan energi negatif akan mendapat keburukan. Misalnya, orang yang membuang sampah sembarangan, melakukan penggundulan hutan, dan sebagainya akan mendapat balasan berupa keburukan. Hukum kekekalan energy itu juga saya yakini berlaku untuk semua perilaku manusia bahkan pada kebaikan paling mudah sekalipun. Misal, tersenyum dan bersikap ramah terhadap sesama.
Dalam menyikapi bencana, saya menggapinya dengan tiga kemungkinan. Pertama, bencana adalah cobaan untuk menguji keimanan manusia. Kedua, bencana adalah peringatan untuk menyadarkan kembali manusia ke jalan lurus. Misalnya, manusia telah banyak berbuat maksiat, merusak alam, mendustakan Tuhan, dan lain sebagainya.

c.       Aku dan ALLAH SWT
Berbicara masalah keimanan terhadap suatu hal, maka tak lepas dari berbicara tentang manusia itu sendiri karena manusialah yang menilai apakah sesuatu itu baik atau tidak, ada atau tidak. Manusialah yang percaya, meyakini atau mengimani sesuatu. Maka dalam hal-hal yang khususnya metafisik termasuk masalah Tuhan, manusialah yang menjadi ukuran.
Homo mensura Manusia adalah ukuran segala sesuatu: bagi yang ada (being) untuk keberadaannya dan bagi yang tidak ada (non-being) untuk ketakberadaannya. Kebenaran tergantung pada manusia yang menentukan benar/tidak, ada/tidak. Kebenaran seluruhnya harus dianggap relatif terhadap manusia yang bersangkutan. Semua pendapat adalah benar meskipun bertentangan satu sama lain. (Septiana,2008)
            Dalam hal keimanan, aku pun mengimani dzat yang bagi saya adalah dzat Yang Maha Sempurna. Dialah Allah SWT, Tuhan TME. Allah adalah tempatku berharap dan meminta pertolongan. Lama atau pun sebentar perjalananku untuk bertemu dengan-Nya, tapi aku yakin saat itu akan tiba. Meskipun terpisah antara, jarak, ruang dan waktu, tetapi aku selalu bisa melihat kebesarannya di Alam ini. Aku merasa selalu di dekatnya. Aku akan tetap berada selamanya di jalannya. Al-quran adalah mukjizat tak terbantahkan dan bukti keberadaa-Nya. Keimananku ini adalah bukti bahwa manusia adalah homo religius.
Homo Religius. Tipe manusia yang  hidup dalam suatu alam yang  sakral, penuh dengan nilai-nilai religius dan dapat menikmati sakralitas yang  ada dan tampak pada alam semesta, alam materi, alam binatang, alam tumbuhan,dan alam manusia. Pengalaman dan penghayatan terhadap Yang Suci ini dapat menentukan corak dan cara hidupnya. (Septiana,2008)
Saya tidak akan berbcara banyak tentang keimanan saya, yang pasti aku adalah Hamba Allah, dan aku akan berusaha untuk mengabdikan seluruh hidupku kepada-Nya sampai nafas terakhir ku hembuskan.
Beberapa ayat yang menjadi pegangan keimananku:
·         Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia". (QS. Al-Ikhlas).
·         Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa. (QS. Albaqarah:21)
·         Katakanlah: "Apakah akan aku jadikan pelindung selain dari Allah yang menjadikan langit dan bumi, padahal Dia memberi makan dan tidak diberi makan?" Katakanlah: "Sesungguhnya aku diperintah supaya aku menjadi orang yang pertama sekali menyerah diri (kepada Allah), dan jangan sekali-kali kamu masuk golongan orang-orang musyrik." (QS. Annam:14)

Google search

Custom Search