Minggu, 15 Maret 2015

ciri dan tujuan filsafat Islam

jelaskan ciri dan tujuan filsafat Islam ? 1). Ciri-ciri filsafat Islam yaitu a. Para filsuf islam mempunyai kesamaan dalam melihat kebenaran al-Qur’an dan ajaran Islam sehari-hari. Jadi tidak ada seorang filsuf Islam yang meragukan kebenaran al-Qur’an atau menyimpang dari ajaran agama Islam. b. Para filsuf percaya bahwa ada garis yang menghubungkan antara Islam dengan Filsafat Yunani. Mereka meyakini bahwa wahyu Islam merupakan kelanjutan dari mata rantai perenial yang telah muncul dalam alam pikiran Yunani. c. Filsafat Islam mempunyai tujuan yaitu mendapatkan pengetahuan dalam rangka mendapatkan hikmah. d. Ciri ini berhubungan erat dengan ciri yang sebelumnya, yaitu kualitas kebijaksanaan yang hendak digapai oleh para filsuf Islam adalah keagamaan. e. Filsafat Islam menunjukkan kegemarannya akan masalah pengetahuan dan dasar-dasar psikologi serta ontologinya. 2). Tujuan filsafat Islam yaitu a. Pada garis besarnya tujuan filsafat Islam adalah mempertemukan antara filsafat dengan agama, dan semangat ini dapat ditemukan pada setiap perjalanannya. b. Filsafat Islam sendiri dimaksudkan untuk membangun hubungan antara filsafat dengan ajaran agama Islam yang mana tujuannya adalah untuk mendapatkan pemahaman mengenai sebuah kebenaran yang sesungguhnya. Adapun perbedaan keduanya hanya dalam cara. c. Akal dan wahyu merupakan sumber pengetahuan yang dijadikan alat untuk mendapatkan sebuah kebenaran.
2. Al-Kindi adalah filsuf Islam pertama yang ingin memurnikan keesaan Tuhan dari semua arti banyak, dengan menggunakan konsep juziah, kulliah, hakikah, mahiah dan aniah. Jelaskan konsep tersebut dan beri komentar ! a. Juziah Disandarkan pada pendapat bahwa alam semesta itu terbatas pada sudut jasad (jism), waktu (zaman) dan gerak (harakah). Karena keterbatasan itu, maka alam semesta haruslah diciptakan. Karena menurut hukum sebab akibat, segala sesuatu haruslah memiliki sebab. Karena alam semesta merupakan akibat, maka siapakah yang menjadi sebab bagi alam semesta? Tuhan adalah sebab pertama bagi alam semesta. Oleh karena itu, ia adalah penyebab dan pencipta alam semesta ini. Maka Tuhan haruslah ada. b. Kulliah Al-Kindi beranggapan bahwa alam semesta ini adalah tersusun (murakkab) dan beragam (katsrah). Dan hal yang tersusun dan beragam itu sesungguhnya tergantung secara mutlak pada satu sebab yang berada di luar alam; satu sebab itu tidak lain adalah dzat Tuhan yang Esa (Adz-Dzat al-Ilahiyyah al-Wahid). Hal demikian dapat ditemui dalam kitabnya On First Philosophy, ketika ia berkata sebagai berikut: Karena kesatuan dan keanekaan bersama-sama terdapat pada setiap objek indrawi. Dan keanekaan haruslah merupakan satu kelompok dari satuan-satuan tunggal. Jika seandainya tidak ada kesatuan, maka niscaya tidak akan pernah ada keanekaan. Karena keanekaan tidak akan pernah memiliki wujud. Karenanya, setiap perwujudan semata-mata hanyalah akibat, dimana akibat ini mewujudkan sesuatu yang tidak ada menjadi ada; dan konsekuensinya emanasi kesatuan dari Yang Maha Esa, Yang Maha Awal, adalah terwujudnya setiap objek indriawi dari sesuatu yang dilekatkan pada objek indriawi tersebut; dan (Yang Maha Esa) menyebabkan setiap objek itu menjadi ada melalui wujud-Nya. Oleh karena itu, sebab kejadian (sesuatu itu) adalah kembali kepada yang Maha Esa, yang tidak memperoleh kesatuan dari seorang pemberi, tetapi melalui esensi (dzat)-Nya sendiri. c. Hakikah Bersandar pada ide yang menyatakan bahwa sesuatu -secara logis- tidak bisa menjadi penyebab bagi dirinya sendiri. Al-Kindi mengajukan ide tersebut dengan menolak empat keadaan yang mengatakan bahwa sesuatu itu bisa menjadi sebab bagi dirinya sendiri. Keempat keadaan tersebut adalah: 1. Sesuatu yang menjadi sebab bagi dirinya sendiri, mungkin tiada dari esensinya. Dalam hal ini, tidak ada sebab maupun yang disebabkan, karena sebab dan akibat dinisbahkan hanya pada yang ada (wujud). 2. Sesuatu mungkin tidak ada, tapi esensinya ada (wujud). Hal ini meniscayakan bahwa sesuatu yang tidak ada bukanlah sesuatu. Selanjutnya, jika sesuatu yang tiada merupakan sebab bagi dirinya sendiri, maka pada waktu bersamaan (ia) adalah dirinya dan juga bukan dirinya. Hal ini adalah sesuatu yang kontradiktif (tanaqudh). Dan sesuatu (ia) dan juga bukan ia secara bersamaan adalah mustahil mengikut hukum akal. 3. Sesuatu mungkin ada dan esensinya tiada. Di sini, kita juga akan menemukan kontradiksi yang sama. 4. Sesuatu mungkin ada dan esensinya tiada. Dalam hal ini, bisa jadi esensinya berbeda dengan dirinya (yang mana keadaan ini adalah mustahil) ; atau sesuatu yang sama, akan menjadi sebab sekaligus akibat. Dan hal ini juga merupakan sesuatu yang mustahil (kontradiksi). Oleh karena itu, untuk mengatakan bahwa sesuatu benda yang ada dan yang esensinya juga ada -sebagai sebab bagi dirinya sendiri- adalah sesuatu yang rancu. Berdasarkan penolakan terhadap keadaan di atas, al-Kindi kemudian berkesimpulan bahwa karena ketidakmampuan sesuatu menjadi penyebab bagi dirinya sendiri, maka segala sesuatu secara niscaya memerlukan sebab luar untuk mewujudkan dirinya. Tetapi sebab luar tadi, juga tidak mampu mewujudkan dirinya sendiri. Oleh karena itu, sebab luar itu pun memerlukan sebab lain untuk mengadakan dirinya. Kondisi demikian terjadi secara terus-menerus sampai rangkaian sebab tersebut mencapai sebab terakhir yang tidak tersebabkan. Sebab inilah yang merupakan sebab sejati dan sebab pamungkas dari penciptaan. Sebab inilah yang kita sebut sebagai Tuhan. Karena, jika tidak berujung pada satu sebab yang tak tersebabkan, akan terjadi apa yang disebut sebagai tasalsul (infinite circle) dalam filsafat Islam. Dan hal ini adalah sesuatu yang mustahil. d. Maniah Didasarkan pada perumpamaan antara jiwa yang terdapat di dalam jasad manusia dengan Tuhan yang merupakan sandaran bagi alam. Dengan kata lain, jika mekanisme jasad manusia yang teratur menunjukkan adanya kekuatan yang non kasat mata, yang disebut sebagai jiwa, maka mekanisme alam yang berjalan secara teratur, menyiratkan adanya seorang manajer yang mengaturnya. Manajer itulah yang disebut oleh al-Kindi sebagai Tuhan.
e.  Aniah Al-Kindi menyandarkan bukti yang kelima ini pada rancangan, keteraturan, dan tujuan dari alam semesta. Hal demikian dapat kita lihat ketika ia berkata bahwa: Susunan yang mengagumkan pada alam semesta ini, keteraturannya, interaksi yang selaras antara bagian-bagiannya, cara yang menakjubkan, dimana beberapa bagian tunduk kepada pengarahan bagian-bagian lainnya, pengaturan yang begitu sempurna sehingga yang terbaik selalu terpelihara dan yang terburuk selalu terbinasakan. Semua ini adalah petunjuk yang paling baik tentang adanya suatu pengatur yang paling cerdas. • Komentar: menurut saya konsep-konsep yang ditawarkan al-kindi sangatlah masuk akal sehingga kita semakin meyakini bahwa ALLAH maha kuasa dan maha bijaksana dalam menciptakan alam semesta ini dan tidak ada satu ciptaa-Nya yang sia-sia. konsep yang menyatakan bahwa manusia tidak berdaya selain atas kehendak ALLAH membuat kita semakin berserah diri kepada-Nya dan tidak berlaku sombong.










GOOGLE search




Custom Search


Google search

Custom Search