Minggu, 15 Maret 2015

Unsur-unsur Estetika Kota Tua Semarang

Elemen Estetika Kota Tua Berdasarkan catatan sejarah, pada abad ke-18, Semarang memiliki suatu kawasan yang yang menjadi pusat perdagangan. Area inilah yang kemudian dikenal sebagai kawasan kota tua atau dulunya disebut Oude staadt. Waktu itu jalur transportasi lewat air sangat penting. Hal itu dibuktikan dengan adanya sungai yang mengelilingi kawasan ini yang dapat dilayari dari laut sampai dengan daerah Sebandaran di daerah Pecinan. Pemerintah Hindia Belanda dulunya membangun benteng di sekitar kota lama. Benteng ini dinamai Benteng Vijhoek. Bila dilihat dari kondisi geografis, wilayah yang luasnya sekitar 31 Ha. ini memang terpisah dari lingkungan sekitarnya. Wajar kalau daerah ini mendapat julukan Little Netherland. Elemen estetika khusus tentunya dapat diketahui dari nilai-nilai sejarah dari bangunan-bangunan tua tersebut sebagai bukti perjuangan melawan penjajah. Di daerah yang menjadi saksi bisu penjajahan Belanda di Indonesia ini masih tegak berdiri sekitar 80 bangunan kuno meski sebagian telah termakan usia. Jika dilihat dari norma-norma umum estetika, Kota tua adalah salah satu sisi lain dari kota Semarang yang sangat menawan, kontras dan banyak gedung yang balance dan simetris. Apalagi bagi pengagum arsitektur-arsitektur tua peninggalan Belanda dahulu kala. Bangunan-bangunan kota tua telah berumur lebih dari satu abad, bahkan ada yang sudah mendekati dua setengah abad. Kota Tua yang memiliki sekitar 80 bangunan tua yang sebagian besar dibangun pada abad ke-19 dan awal abad ke-20, terletak di wilayah bagian utara. Dari ketinggian bukit-bukit di bagian selatan, setiap orang bisa menikmati keindahan Kota Tua dengan latar belakang Pelabuhan Tanjung Mas dan Laut Jawa. Kerlap-kerlip lampu kota dan lampu pelabuhan terlihat di malam hari. Bagi wisatawan, terutama mereka yang berasal dari luar negeri, Kota Tua memiliki daya pikat tersendiri. Mereka bisa berjalan menyusuri Jalan Letjen Suprapto yang membelah Kota Tua serta jalan-jalan yang lebih kecil di kiri kanannya seraya menikmati bangunan tua di kiri-kanannya. Bahkan bagi wisatawan dari Negeri Belanda, perjalanan mengelilingi Kota Tua merupakan catatan tersendiri yang merupakan nostalgia menyusuri "jalan kenangan". Untuk membedakan jalan di "Kota Tua" dengan jalan di sekitarnya, aspal jalan "Kota Tua" ditutup paving block. Selain mengesankan lebih artistik, tinggi badan jalan bisa lebih tinggi sehingga mengurangi kemungkinan ancaman banjir yang sudah menjadi bencana rutin kota Semarang.
Gereja blenduk Salah satu bangunan tua yang masih tegak dan tampak rapih adalah sebuah gereja Protestan yang lazim disebut Gereja blenduk. Nama ini diberikan merunut pada bentuk kubahnya yang dalam bahasa Jawa disebut blenduk (menggembung), sampai sekarang nama asli gereja ini tidak diketahui. Gereja blenduk yang merupakan bangunan tertua di wilayah itu misalnya, dibangun pada tahun 1753 di zaman pendeta Johanennes Wihelmus Swemmelaar. Aslinya, gereja itu bernama Gereja Imanuel dibangun pada tahun 1750 dan menjadi gereja Protestan tertua di Indonesia. Menurut catatan, gereja ini dibangun pada abad ke-17 dan telah mengalami 3 kali renovasi, yaitu pada tahun 1753, 1894 dan terakhir tahun 2003. Setiap renovasi diabadikan lewat tulisan di atas batu marmer yang terpasang di bawah alter gereja. Renovasi-renovasi tersebut sama sekali tidak merubah fitur estetika khas bangunan yang mengadopsi gaya arsitektur Eropa klasik yang anggun dan aristokrat. Jika dipandang dari elemen estetika umum (kontras, balance dan simetris), Gereja blenduk memiliki denah octagonal atau segi delapan beraturan dengan ruang induk di tengah, tepat di bawah kubah. Di bagian atas gereja, tepatnya di balkon masih terlihat organ (orgel) peninggalan jaman Belanda yang sudah berusia ratusan tahun. Sayang orgel ini sudah tidak bisa difungsikan lagi sebagai pengiring saat jemaah gereja bernyanyi.


GOOGLE search
Custom Search

Google search

Custom Search