Sabtu, 14 Maret 2015

PEMIKIRAN FILSAFAT MAHAT MA GANDHI



Mohandas Karamchand Gandhi (1869-1948) bukanlah seorang filsuf yang berasal dari golongan terpelajar, dan orang mungkin akan meragukan dirinya untuk mencantumkan dirinya dalam buku filsafat. Tetapi kita telah menerapkan filsafatnya sebagai filsafat kehidupan, dan Gandhi lebih banyak mewakili pandangan spiritual India pada umumnya dibandingkan dengan para filsuf India yang terpelajar di universitas-universitas. Kenyataannya, orang mungkin meragukan apakah lingkaran pendidikan filsafat saat ini benar-benar mewakili pemikiran dan kebudayaan masyarakat di sekitar mereka, apakah negara menjadi India, Inggris, atau Amerika. Sering disebutkan bahwa pendidikan di India tidak mewakili India pada umumnya, tapi tidak dapat benar-benar dipersalahkan jika meragukan apakah saat ini lingkaran filsafat yang menuntun beberapa universitas di Inggris dan Amerika mewakili pandangan negara-negara tersebut. Dikatakan bahwa lingkaran universitas harus membawa pemikiran tersebut kepada masyarakat untuk mejelaskan tujuan, menunjukkan kekurangan dan kebaikannya, dan menuntunnya kepada sesuatu yang lebih baik dan lebih tinggi. Tetapi itu membuka keraguan apakah kebanyakan dari filsuf terpelajar sebelumnya memiliki tujuan semacam itu. Bagaimanapun juga, dalam kehidupan Gandhi dan karya-karyanya, orang dapat menemukan pandangan orang-orang India secara umum yang digambarkan dengan lebih konkret daripada yang mereka dapat dari pendidikan filsafat. Tentunya, Gandhi diakui menjadi penganut Buddha yang baik, Jaina yang baik, Muslim yang baik, Kristian yang baik, bahkan dulu diramalkan sebagai penjelmaan Nabi Isa; dia juga dianggap sebagai pengikut Tolstoy, sebagai penganut sosialis, dan sebagainya. Dia dipanggil Mahatma (Jiwa Yang Agung) oleh orang-orang India, dan tekniknya dalam menentang penindasan diadopsi oleh ras-ras tertindas dan masyarakat di seluruh dunia. Gandhi sendiri meringkas filsafatnya dalam satu kata satyagraha (satya¬ – kebenaran, agraha – alat pelengkap, ketaatan, setia pada). Itu merupakan filsafat kebenaran dalam bertindak, filsafat satyagraha, yang tidak menyesatkan diartikan sebagai perlawanan pasif, perlawanan tanpa kekerasan, dan lain-lain. Tetapi kata dasar aslinya tidak berarti pasif atau tanpa kekerasan, dan juga tidak melawan. Memang, perlawanan dan tanpa kekerasan penting bagi Gandhi, tetapi mereka menurunkan dari gagasan asli dan aplikasinya dalam bertindak. Gandhi mengatakan bahwa dalam pandangannya Tuhan adalah Kebenaran. oleh karena itu Filsafatnya disebut Filsafat Kebenaran. Tetapi itu bukan epistemology. Istilah, ‘filsafat kebenaran’, tidak jelas, karena setiap filsuf mengaku menjelaskan keaslian kebenaran. Apa yang Gandhi maksud adalah bahwa orang harus setia pada kebenaran, sejauh mereka mengerti itu, apapun alasannya. Gagasan tentang kesetiaan pada Kebenaran menyatakan dua hal: (1)keikhlasan sepenuhnya dalam diri seseorang, kepada kebenaran milik orang itu sendiri, dan (2) meletakkan gagasan tersebut kepada prakteknya, tidak hanya disimpan sebagai penemuan intelektual. Kebenaran seseorang mungkin dapat salah. Tetapi Gandhi percaya pada kebaikan dasar seseorang. Dia percaya bahwa kebenaran itu semuanya sama; dan bahwa dengan mensucikan pikirannya, setiap orang dapat menemukannya dalam dirinya sendiri. Untuk pensucian pikiran pikiran Gandhi mengajarakan dan mempraktekkan puasa dan sembahyang.
Filsafat Gandhi , satyagraha, dapat diringkas dalam prinsip-prinsip di bawah ini: 1. Tuhan adalah Kebenaran dan Kebenaran adalah Tuhan, dua-duanya identik. Selamat jika mempercayai Tuhan sebagai kebenaran, orang dapat menolak Tuhan, tetapi tidak ada yang dapat menolak kebenaran. Kebenaran bukanlah suatu persepsi atau suatu kesimpulan, tetapi kekuatan dalam diri seseorang. Manusia pada dasarnya adalah kekuatan. Apa yang orang tampakkan adalah karena Maya, ketidaktahuan. Memang, Gandhi tidak pernah menolak kenyataan yang ada di dunia, tetapi dia tidak pernah menjelaskan apa yang ia maksudkan dengan Maya. Dia menggunakan pengertian kata yang samar-samar yang biasa orang India gunakan pada hal yang sama pada orang-orang Kristiani biasa menggunakan pemikiran dosa asli. Dosa digunakan oleh orang Kristiani untuk menjelaskan setiap kejahatan di dunia, ketidaktahuan asli dibuat untuk menjelaskan semua ketidaksempurnaan dunia oleh para pemikir India. Dan itu berarti banyak hal untuk para filsuf. 2. Karena Tuhan adalah kebenaran, kebenaran merupakan hukum kehidupan; hukum dan pemberi hukuman adalah satu. 3. Hal yang mendasar pada Tuhan adalah cinta kasih. Sehingga hukum kebenaran adalah hukum cinta kasih. Tuhan bukan konsep belaka, tetapi juga cinta kasih dan spiritualm oleh alam. 4. Kebenaran selalu sama dengan kenyataan, dan oleh karena itu berlaku seluruh ketidaknyataan. Kepalsuan, seperti kebohongan, tidak dapat berlaku kecuali untuk sementara (Dharmo jayati). Apa yang akhirnya menang dari konflik antara kepalsuan dan kebenaran, selamanya adalah kebenaran. 5. Sehingga orang harus dipenuhi dengan kebenaran. Orang yang dipenuhi dengan kebenaran didukung oleh kenyataan, menjadi. Kepalsuan mendorong kepada ketidakberadaaan, keerusakan parah, dan jatuh. 6. Seseorang seharusnya juga dipenuhi oleh cinta kasih, karena kebenaran adlah Tuhan dan Tuhan adalah Cinta Kasih. Satyagraha kemudian akan berari memenuhi cinta kasih. 7. Oleh karena itu sesorang harus mengikuti jalan anti kekerasan (ahimsa). Lawan yang kuat dari cinta kasih ialah benci, yang menuntun kepada khancuran apapun yang melawan kita. Jika seseorang ingin mengasihi, dia harus setidaknya menolak kekerasan dan anti kekerasan dalam berbagai situasi. 8. Tetapi kesulitannya ialah berbohong pada kebenaran yang semestinya. Manusia itu terbatas. Kerena ia manusia, dia tidak maha tahu; kekuatan dan pengetahuannya terbatas, dan ia dapat melakukan kesalahan dalam konsepsinya terhadap kebenaran dan keyakinannya. Ia mungkin akan salah arah dalam tindakannya. 9. Setia pada kebenaran dan mengikuti keyakinan seseorang, manusia seharusnya tidak menghancurkan satu sama lain. Ia mungkin menyadari bahwa dirinya salah dalam memandang kebenaran dan hak, dan seharusnya tidak, oleh karena itu, menghancurkan mereka yang tidak sepaham. Itu mungkin bahwa mereka benar atau mereka salah. Keraguan ini seharusnya tidak menjaga mereka dari berpegangan pada apa yang diri mereka anggap sebagai kebenaran, sampai mereka meyakini bahwa mereka salah dan yang lainnya benar. Konflik-konflik yang demikian, tidak dapat dihindarkan. Tetapi seharusnya tidak ada konflik yang mengarah pada kerusakan. Kebenaran, siapapun memilikinya, akan sangat berlaku. Sebelumnya bagian-bagian dari konflik seharusnya saling mengasihi, bukan saling menghancurkan. 10. Ketika kebenaran berlaku, kepalsuan akan dihancurkan. Tetapi Tuhan sendirimemiliki hak untuk menghancurkan. Dia sendirian dalam kebijaksanaan yang tak terbatas, mengetahui kebaikan dan keburukan tertentu. Tetapi karena kita terbatas, dan tidak dapat memastikan pengetahuan kebenaran,kita seharusnya hanya mengikuti hukum cinta kasih, yang juga Tuhan, dan meninggalkan kehancuran iblis dan kepalsuan pada Tuhan sendiri. Tuhan menghancurkan, ketika Dia menghancurkan segalanya, Dia mengasihi, bukan dalam kebencian.
Uraian di atas merupakan, inti sari, praktek spiritual dan filsafat dasar Gandhi. Satyagraha adalah ketaatan yang kuat dan terus menerus kepada hukum kebenaran dan cinta kasih, dan juga pada anti kekerasan. Secara metafisik, Gandhi semacam Vedantin, tetapi ia tidak pernah mengurai metafisikanya. Beberapa tradisi dalam pemikiran India bercampur dalam teori tindakan. Desakannya pada anti kekerasan dapat dilihat dalam Jainisme dan Buddhisme. Pemikirannya bahwa kebohongan agama dalam pelayanan kemanusiaan mungkin dapat dilihat dalam Buddha bodhisattva, berdasarkan pada saat pencerahan manusia tidak masuk Nirvana, tetapi hidup agar dapat membantu penderitaan manusia. Itu mungkin ditemukan juga dalam Vedantin bahwa tidak ada keselamatan individu mungkin terjadi, tetapi orang tersebut harus menunggu sampai seluruh dunia siap untuk keselamatan. Pemikirannya bahwa Tuhan adalah kebenaran tertinngi, dan juga bahwa hukum dan pemberi hukum adalah satu, mungkin dapat ditemukan baik dalam Buddhisme dan Vedanta. Kebenaran itu ialah kekuatan dalam batin dan juga biasa terdapat pada kedua filsafat tersebut. Dasar alamiah Tuhan ialah cinta yang biasa di hampir semua agama termasuk Kristen. Tetapi sulit untuk memastikan metafisika Gandhi sebagai sistem pemikiran khusus, walaupun dalam cara mempraktekannya cukup jelas dan baik.


GOOGLE search




Custom Search

Google search

Custom Search