Rabu, 11 Maret 2015

Reinterpretasi Ajaran Mao Zedong bagi Eksistensi Tarian Tradisional di Era Globalisasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi dapat dikatakan sebagai sebuah proses dimana semua bangsa didunia ini seakan-akan ingin disatukan baik dari segi kebudayaan, ekonomi dan lain sebagainya. Globalisasi atau juga sering disebut modernisasi ini telah memberikan perubahan dan bahkan bisa dikatakan dapat memutar balikkan kondisi suatu bangsa terutama pola hidup dan pemikiran masyarakatnya, tak terkecuali bagi bangsa Indonesia. Globalisasi telah banyak memberikan warna dan perubahan bagi bangsa ini. Sebagai sebuah bangsa yang telah merdeka tentunya Indonesia pun menginginkan adanya perubahan menuju keadaan yang lebih baik, bisa bersaing atau bahkan maju mendahului bangsa-bangsa lain di dunia. Satu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa disamping memberikan banyak dampak positif, globalisasi ternyata juga memberikan dampak negatif. kenyataan inilah yang juga harus di hadapi Indonesia. Sayangnya dampak negatif agaknya lebih banyak dirasakan bangsa ini ketimbang dampak negatifnya. Sisi baik dari globalisasi sedikit sekali yang diserap sedangkan budaya barat seperti materialisme dan konsumerisme mudah sekali diserap. Lebih jauh dari itu, budaya-budaya bangsa justru ditinggalkan. Sebagai contoh, Tarian tradisional yang mencerminkan nilai-nilai luhur makin tersisihkan oleh tarian-tarian barat yang kita tidak tahu maknanya. Kemajuan tegnologi yang semestinya dapat digunakan sebagai suatu alat untuk merealisasikan tujuan-tujuan mulia ternyata justru menjadi sesuatu yang perlu diwaspadai dikarenakan banyak yang disalahgunakan dalam pemanfaatannya.
B. Rumusan Masalah ● Adakah ajaran dari Mao Zedong yang berperan bagi bangsa Indonesia terutama untuk mempertahankan tarian tradisionalnya di era globalisasi ini? BAB II PEMBAHASAN A. Ajaran Filsafat Mao Zedong Mao Zedong lahir di sebuah keluarga petani miskin, sejak kecil Mao harus bekerja keras dan hidup prihatin. Meskipun di kemudian hari keadaan ekonomi keluarganya meningkat, tetapi kesengsaraan di masa kecil itu banyak mempengaruhi perjalanan kehidupan dan pola pikirnya. Konsep falsafati Mao yang paling penting adalah konsep tentang “SINTESA BARU”. Menurutnya orang cina harus berani mengadakan sintesa baru. Hal itu dikarenakan pada masa lampau cina sangat menderita sebagai akibat menerima gagasan-gagasan asng tanpa menghiraukan pemikiran cina sendiri. maka orang cina harus mengadakan sintesa antara kebenaran dari luar dengan kebenaran konkrit yang terjadi di cina. Mao mengatakan bahwa dalam menbangun kebudayaan barunya, cina komunis harus berani menerima sejumlah bahan “bahkan dari kebudayaan yang terdapat di negeri-negeri kapitalis selama masa pencerahan”. Namun semuanya itu akan melalui suatu proses penyaringan secara hati-hati, Mao menyarankan agar penyelidikan secara cermat yang sama diterapkan pula terhadap kebudayaan tradisional cina sendiri. Kebudayaan cina masa lampau yang bersifat feodal hendaknya di buang sia-sia dan kebudayaan yang intinya bersifat demokratik dan berwatak revolusioner diserap dan dilestarikan. Mao sebenarnya bukan seorang filsuf yang orisinil. Gagasan-gagasannya berdasarkan bapak-bapak sosialisme lainnya seperti Karl Marx, Friedrich Engels, Lenin dan Stalin. misalnya gagasannya mengenai Demokrasi Baru dan mengenai Diktator Demokrasi Barat cenderung bercorak Marxisme. Menurutnya kaum komunis cina hendaknya tidak bersikap bodoh dengan berupaya meninggalkan tradisi kebudayaan cina semuanya. bahkan seharusnya memanfaatkan banyak hal yang ada di dalamnya. Mao juga memadukan konsep pemkiran futurisme yang memandang kedepan dan melupakan masa lampau dengan konsep archeisme yang selalu berpedoman pada masa lampau. menurutnya kedua konsep tersebut harus di padukan untuk mencapai cina yang maju. B. Tarian Tradisional Sebagai Bagian Kebudayaan Persoalan budaya merupakan persoalan yang menarik untuk ditelaah dan dipahami, sebab budaya merupakan suatu aspek yang selalu melekat dalam setiap kehidupan manusia. Berbicara tentang kebudayaan berarti berbicara tentang sebuah keluhuran budi. Pernyataan tersebut saya ungkapkan sebagaimana teori yang ditulis Ki Hajar Dewantara, kebudayaan menurutnya berasal dari kata budi. Budaya secara bahasa berasal dari dua kata yaitu budi (nalar) dan daya ( bentuk). Dengan singkat, konsepsi budaya menunjukkan hubungan antara “nalar” dan “bentuk” yang dihasilkan dari sebuah ekspresi. (tamansiswa 60 Tahun : 59 dan tamansiswa 30 tahun :118) Konsep ini hampir sama dengan pengertian Culture dalam bahasa Inggris, walau memiliki arti lebih dari satu yang menunjukkan pada suatu proses praktek sosial yang menghasilkan makna, nilai, dan tata hidup masyarakat. Indonesia mempunyai ragam budaya yang beraneka ragam macamnya disetiap daerah. Keanekaragaman budaya ini ditunjukkan dengan seni tradisi pertunjukan yang digelar dalam acara-acara tertentu misalnya tarian tradisional. Seni tradisi datang dari sumber-sumber yang tidak bisa lepas dari lingkungan sosial setempat meskipun terjadi pergeseran zaman. Seni tradisi tidak selalu berada dalam keadaan yang sama disepanjang zaman dan dilain tempat, maskipun nama yang dipakai boleh sama. Tarian Tradisional adalah salah satu aspek kebudayaan bangsa yang sarat akan nilai-nilai estetika, nilai-nilai etik dan nilai-nilai religius yang mencerminkan keluhuran moral oleh karenanya eksistensi tarian tradisional harus tetap di jaga agar nilai-nilai luhur yang ada di dalamnya juga dapat di jaga. selain itu tarian tradisional juga merupakan aset bangsa dalam bidang pariwisata yang tentunya dapt dijadikan sebagai salah satu sumber devisa negara. C. Sumbangan Filsafat Mao Zedong bagi Eksistensi Tarian Tradisional. Besarnya tantangan yang dihadapi manusia Indonesia masa depan, dunia yang terus berubah bahkan rasanya berlari semakin cepat, mengharuskan manusia Indonesia “tunggang-langgang” mengejar-kalau perlu mendahului maju di depan. Kalau tidak, seperti yang sudah terjadi sekarang terkaget-kaget dalam menerima perubahan global. Dengan berjalannya waktu seharusnya terjadi interpretasi dan reinterpretasi terhadap tradisi. "Namun, selama ini tradisi tidak diberi ruang untuk mengembangkan diri atau berinovasi. Inovasi tersebut justru dilakukan oleh kekuatan global. Ini, misalnya, terjadi pada tarian tradisional. Kita lebih senang meniru tarian barat yang katanya modern dari pada mempelajari tarian traisional. Dalam ajaran filsafat Mao Zedong diatas telah di jelaskan bahwa perlu adanya sintesa baru dalam akulturasi budaya khususnya. Ajaran ini tentunya sangat bermanfaat bagi bangsa Indonesia yang nampaknya keteteran dalam beradaptasi dengan budaya global. Masyarakat indonesia semestinya tidak begitu saja melupakan kebudayaan warisan nenek moyang yang mungkin terkesan kuno. Perlu ditegaskan pula bahwa tidak semua yang kuno itu jelek dan sebaliknya tidak semua yang modern itu baik. Semua kebudayaan semestinya diserap dengan akulturasi yang benar, dalam arti kebudayaan tradisional maupun kebudayaan modern yang baik harus dilestarikan sedangkan kebudayaan yang bernilai tidak baik bagi kemajuan bangsa harus disingkirkan. Kita ketahui bersama bahwa Internalisasi sistem nilai di era globalisasi tidak terjadi secara paksa, di mana sistem nilai baru yang masuk ke dalam kebudayaan suatu masyarakat terjadi dengan sangat sopan, sehingga proses adopsi budaya terjadi secara perlahan tapi mematikan. Dapat dibuktikan bahwa globalisasi menciptakan suatu kondisi di mana tari baru yang di cap sebagai tarian modern dengan berbagai standar yang telah dikonstruksi dan dicitrakan memang sangat dibutuhkan oleh semua lapisan masyarakat, sehingga terdapat keinginan dari internal masyarakat untuk mengadopsi dan menerapkan nilai tarian tersebut dalam kehidupan publik mereka hingga kehidupan pribadi sekalipun. Pada kondisi ini masyarakat tidak akan pernah merasa bahwa sistem nilai yang sedang mereka tiru merupakan sebuah kontruksi dominasi suatu sistem terhadap sistem yang lainnya. Masyarakat akan menjadi bangga jika mampu untuk bersikap dan bertindak berdasarkan nilai-nilai budaya baru dan meninggalkan budaya lama karena dianggap tidak relevan dengan kondisi kemajuan zaman.(ZainMaulana,2007:2). Konsep Pemikiran Mao Zedong tentang penggabungan Futurisme dan Archeisme sangatlah penting ditanamkan pada masyarakat Indonesia. Menurut saya, Bangsa Indonesia belum mampu menghadapi globalisasi, Namum dengan berbekal konsep Mao Zedong ini saya harap bangsa ini bisa meninjau kembali tentang apa yng semestinya mereka lakukan dan yang semestinya mereka tidak lakukan dalam persaingan global ini. Mengambil apa yang perlu diambil dari nilai masa lampau demi kemajuan dimasa depan. Seperti yang di katakan Mao, budaya tradisional seperti tari tradisional semestinya dimanfaatkan untuk perjuangan. Sepertihalnya masyarakat cina yang suka akan pentas, bangsa Indonesia dapat memanfaatkan tari tradisional sebagai aset budaya terutama kepariwisataan yang bila diolah secara baik dan menarik tentunya akan menambahkan devisa Negara. Disamping itu nilai-nilai yang terkandung dalam tari tradisional tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian bangsa Indonesia akan mampu bersaing dengan bangsa lain. bangsa Indonesia akan tetap menjadi bangsa yang modern namun tetap religius dan berbudaya.
BAB III KESIMPULAN ● Ajaran Mao Zedong sangat berarti dalam Akulturasi budaya. Konsep sintesa Sangatlah penting sebagai landasan berfikir bahwa tidak semua budaya tradisional itu jelek dan tidak semua budaza modern itu baik ● kebudayaan tradisiona maupun modern yang bermanfaat harus diambil dan dilestarikan sedangkan yang merugikan harus disingkirkan.

GOOGLE search
Custom Search

Google search

Custom Search