Minggu, 05 April 2015

RESENSI BUKU “DARI KBK SAMPAI MBS”

RESENSI BUKU
“DARI KBK SAMPAI MBS”

Judul buku : “DARI KBK SAMPAI MBS”
Pengarang : J. Drost
Jumlah Halaman : xxii + 130 halaman
Cetakan, Tahun : Ke-1, 2005
Penerbit : PT Kompas Media Nusantara, Jakarta
Ukuran Buku : 14 cm x 21 cm

Resensi\
 Buku yang mengungkapkan pemikiran J.drost dalam dunia pendidikan ini merupakan kumpulan dari artikel-artikel yang telah ditulisnya di Kompas dari tahun 1998-2004. KBK merupakan singkatan dari Kurikulum Bertujuan Kompetensi. Sedangkan MBS adalah Manajemen Berbasis Sekolah. J. Drost yang juga berlatar belakang sarjana Phiosophicum  Yogyakarta dengan jabatan terakhirnya sebagai Kepala Sekolah SMA Gonzaga Jakarta ini menguraikan pandangannya mengenai pendidikan di Indonesia dengan lancar. Akan tetapi, Justru karena lancarnya ia menguraikan pemikirannya, timbul kesan datar di dalam penguraiannya.
Buku yang bersampul foto J.Drost sedang mengungkapkan pikirannya ini sangat mudah ditebak temanya. hampir semua permasalahan di bidang pendidikan yang sedang aktual tak satu pun luput dari perhatian J. Drost; sejak persoalan kurikulum, pengajaran dan pendidikan, humaniora, evaluasi, pendidikan budi pekerti, manajemen sekolah, mutu pendidikan, guru, model sekolah, dan peran orang tua. oleh karena itu, walaupun buku ini tipis, komposisi penyajiannya diklasifikasikan menjadi enam bagian, yaitu: kurikulum, isi dan cara mendidik dan mengajar, evaluasi pedidikan, model sekolah, dan manajemen sekolah.
J.Drost dikenal menentang sistem “Kurikulum Berbasis Kompetensi” dalam pendidikan sekolah menengah dan sangat menyarankan “kurikulum Bertujuan Kompetensi”. menurutnya, Kurikulum Berbasis Kompetensi itu tidak ada dan tidak mungkin ada. Kurikulum sebagai alat dalam proses pembelajaran tidak dapat mempunyai basis, dasar. yang ada ialah kurikulum yang bertujuan kompetensi, yang harus memungkinkan untuk meluluskan para pengajar yang memang kompeten. dalam buku ini ditegaskan bahwa manusia muda harus dibentuk menjadi manusia dewasa dan terampil. Tidak perlu semua orang menjadi ahli, tetapi mutlak perlu semua menjadi dewasa. tugas pendewasaan terutama terletak pada keluarga yang ada di dalam lingkungan masyarakat tertentu. namun sekolah juga turut andil dalam proses pendewasaan tersebut. dalam sebuah sekolah, tanggung jawab pokok untuk pembentukan moral dan intelektual akhirnya tidak terletak pada salah satu prosedur atau kegiatan baik intrakulikuler maupun ekstrakurikuler, tetapi pada pengajar. sekolah merupakan kebersamaan bersemuka, tempat hubungan personel otentik antara pengajar dan pelajar dapat berkembang. tanpa persahabatan ragam itu banyak kekuatan dari pendidikan dan pengajaran akan menghilang. hubungan saling percaya da persahabatan otentik antara pengajar dan pelajar merupakan syarat mutlak pertumbuhan sejati dari komitmen kepada nilai-nilai.
dalam buku ini ditekankan pula  bahwa seorang pengajar harus mengenal para pelajar terlebih dahulu. dianjurkan pengajar berkenalan baik dengan pelajar, dan mempelajari kecakapan, bakat, kekurangan, dan implikasi perlaku pelajar dikelas. selain itu, pengajar sekurang-kurangnya mengetahui latar belakang keluarga para pelajar. pengajar wajib selalu menghargai martabat dan pribadi pelajar.
Teladan pribadi pengajar lebih penting sebagai sarana guna membantu pelajar berkembang lebih pada bidang nilai daripada pelajaran atau uraian. dalam komunitas sekolah, pengajar akan mempengaruhi pembentukan watak secara positif atau negatif lewat hidupnya sendiri sebagai teladan.
Dalam kebudayaan masa kini, kaum muda belajar menanggapi citra hidup dari cita-cita yang sudah mulai dirasakan dalam hati mereka. uraian mengeni dedikasi total, melayani yang miskin, tata Negara yang adil, masyarakat bebas rasisme dan sebagainya dapat mendoong mereka berefleksi. Teladan yang hidup membawa mereka melewati refleksi kepada usaha menghidupkan apa yang di uraikan. Cara membimbing belajar dan cara mengajar sangat menentukn hasil belajar itu sendiri.
Dalam buku ini J. Drost menyebutkan beberapa cara yang dapat dipakai dalam pengajaran.
pertama, pengajar menyiapkan dengan baik para pelajar untuk kegiatan mereka sendiri, yaitu belajar. hanya dengan cara ini dapat dihasilkan proses belajar yang baik dan pembentukan kebiasan-kebiasaan yang kuat
kedua, tujuan belajar harus disesuaikan dengan para pelajar. jadi, perhatian akan cakupan dan uutan menjadi sangat penting sesuai kemampuan tiap pelajar. ketiga, asas giat diri dari pihak pelajar disalurkan lewat ulangan harian, mingguan , bulanan ,dan tahunan. itu dimaksudkan untuk mendorong, membina, dan melestarikan usaha pelajar menjadi pandai. keempat, perlu diperhatikan waktu belajar paling lama dua jam. sesudah itu harus beristirahat. perlu juga ada keanekaragaman dalam kegiatan di ruang kelas. Terlalu banyak bahan dari satu macam hal akan mematikan semangat. Sejauh mungkin belajar menjadi kegiatan yang menyenangkan baik secara batin maupun secara lahir. Apabila sejak awal perhatian para pelajar diarahkan kepada bahan-bahan  yang akan dibahas, minat mereka akan tergugah. pementasan drama maupun sandiwarasejarah akan merangsang pelajar mempelajari sastra. juga lewat lomba dank ones, keinginan kaum muda akan menonjol dan merangsang studi mereka. Ini semua memperlihatkan perhatian besar untuk mengarahkan minat mereka kepada belajar dan menjadikan belajar sebagai suatu kegiatan menarik.
Hasil belajar itu benar-benar perkembangan yang dinyatakan dalam kebiasaan- kebiasaan dan keterampilan-keterampilan. Perilaku dan kebiasaan tidak hanya di timbulkan karena memahami fakta atau prosedur, tetapi lewat menguasai  dan mempribadikannya, menjadikannya milik sendiri.
Lebih dari itu, diperlukan cara yang dapat membantu para pelajar untuk membentuk kebiasaan berefleksi, menilai nilai-nilai dan akibat-akibat bagi manusia yang ada di dalam sains dan ilmu-ilmu sosial yang mereka pelajari, menilai teteknologi yang dikembangkan dan seluruh spectrum  program-program sosial dan politis yang diusulkan para nabi dan para politikus. Kebiasaan-kebiasaan tidak dibetuk hanya lewat kejadian-kejadian kebetulan. Kebiasaan hanya dikembangkan lewat latihan yang teratur dan terus-menerus. maka, tujuan membentuk kebiasaan refleksi harus diusahakan semua pengajar di sekolah dan pergruan tinggi, memakai cara yang sesuai dengan kematangan pelajar pada jenjang yang berbeda-beda.
Buku ini mengalami tiga kali cetak ulang dan tidak ditemukan adanya kesalahan EYD. Hal ini penting mengingat buku ini merupakan buku yang bertema pendidikan yang di baca semua orang. Dengan demikian, memang pantas jika kata baku di tulis dengan ragam baku pula.
sebagai penambah pengetahuan dan wawasan, buku ini sangat cocok untuk semua orang sebab pendidikan dimulai dari lingkungan terdekat, yakni keluarga. Namun, para pendidik, orang tua, dan penyusun kebijakan pendidikan juga sepatutnya membaca buku ini karena menguraikan dengan jelas kehidupan pendidikan di Indonesia secara menyeluruh baik dalam wacana maupun dalam praktik sehari-hari besera dengan liku-likunya.


GOOGLE search
Custom Search

Google search

Custom Search