`Kata batak acapkali
dialamatkan kesuku yang tinggal di Sumatra Utara. Istilah ini merujuk
kebeberapa suku yang lazim disebut suku karo, pakpak-dairi, simalungun,
toba(termasuk binsaran, silindung, humbang, uluan, dan samosir), serta
angkola-mandailing. Suku-suku di atas memiliki persamaan dari segi bahasa,
sistem
kekerabatan, keagamaan, dan kebudayaan. Meskipun demikian, beberapa
kajian mendalam akan berhasil mencermati karakter kuat perbedaaan
antarsuku. Akibat pengaruh-pengaruh agama yang datang dari luar,
semakin langka dan sulit kita temui Agama Batak Asli yang masih
dipraktikkan. Kini posisi agama asli itu digantikan dengan agama
Kristen, Islam, Hindu, Buddha, dan Parmalim. Sekarang hanya Suku Batak
Toba yang menyebut diri sebagai Batak, sedangkan suku-suku lain
menyebut dirinya sesuai dengan nama suku seperti tertulis di atas. Dengan demikian ada banyak acara atau kegiatan yang terdapat didalamnya kebudayaan tersebut, akan tetapi banyak kebudayaan yang berbeda dari macam-macam suku batak yang terterah diatas. Yang dimaksud berbeda disini adalah adanya suatu susun acara yang terdapat didalam suatu acara adat, mungkin karna dilatorbelakangi oleh bahasa yang berbeda. Dalam makalah ini membahas tentang suatu proses pembongkaran kuburan leluhur yang disebut mangongkal holi.
kekerabatan, keagamaan, dan kebudayaan. Meskipun demikian, beberapa
kajian mendalam akan berhasil mencermati karakter kuat perbedaaan
antarsuku. Akibat pengaruh-pengaruh agama yang datang dari luar,
semakin langka dan sulit kita temui Agama Batak Asli yang masih
dipraktikkan. Kini posisi agama asli itu digantikan dengan agama
Kristen, Islam, Hindu, Buddha, dan Parmalim. Sekarang hanya Suku Batak
Toba yang menyebut diri sebagai Batak, sedangkan suku-suku lain
menyebut dirinya sesuai dengan nama suku seperti tertulis di atas. Dengan demikian ada banyak acara atau kegiatan yang terdapat didalamnya kebudayaan tersebut, akan tetapi banyak kebudayaan yang berbeda dari macam-macam suku batak yang terterah diatas. Yang dimaksud berbeda disini adalah adanya suatu susun acara yang terdapat didalam suatu acara adat, mungkin karna dilatorbelakangi oleh bahasa yang berbeda. Dalam makalah ini membahas tentang suatu proses pembongkaran kuburan leluhur yang disebut mangongkal holi.
Kebudayaan “Mangongkal Holi” merupakan salah satu
dari banyak jenis kebudayaan yang dimiliki masyarakat Batak, yang secara tidak
langsung telah mempengaruhi pemikiran masyarakat Batak itu sendiri. Kebudayaan Mangokkal Holi itu sendiri berarti
menggali kembali dan memindahkan tulang belulang leluhur
ke suatu tempat yang telah ditentukan oleh pihak keluarga, yang biasanya
dipindahkan kesebuah tugu.
Kebudayaan Mangongkal Holi ini bila ditelaah secara detail
akan menimbulkan berbagai kontroversial.
Hal ini sangat terlihat jelas bila kita mengamati tugu yang ada di
daerah Batak itu sendiri. Jika kita
melihat secara kasat mata saja, kita akan melihat berdiri tugu-tugu sebagai
makam leluhur yang megah dan indah.
Masalah utama yang timbul disini adalah, semakin megah, mewah, dan indah
tugu yang dibangun, maka nampaklah status dari sebuah keluarga dan mengagkat
martabat sebuah marga(nama belakang dari masyarakat Batak yand diambil dari
nama sang leluhur).
Hal
diatas memang seperti menyombongkan diri dengan ingin menunjukkan keberhasilan
seseorang, padahal belum tentu seluruh keluarga mereka sudah mapan. Sebagai orang awam kita jelas menganggap
kebudayaan Mangokkal Holi ini adalah sebuah pemborosan atau hal ini bisa
mengajarkan anak cucu kita untuk melakukan pemborosan tanpa pernah menabunga
untuk masa depan. Tetapi dibalik semua
itu ebudayaan Mangokkal Holi sangatlah mengandung arti yang sangat penting bagi
masyarakat Batak itu sendiri, karena tujuan utama dari Mangokkal Holi adalah
untuk menghormati orang tua atau leluhur kita yang sudah meninggal.
Sebelum membahas lebih mendalam tentnang kebudayaan
Mangongkal Holi, ada baiknya kembali dijelaskan apa itu yang dimaksud dengan
Mangongkal Holi dan bagaimana prosesnya.
Mangongkal Holi berarti menggali kembali kuburan dan memindahkan tulang
belulang leluhur ke suatu tempat yang telah ditentukan oleh pihak keluarga,
yang biasanya dipindahkan kesebuah tugu.
Saya akan mengambil contoh dari sebuah keluarga yang inigin melakukan
ritual Mangongkal holi ini dengan singlkat saja mengingat ritual ini memakan
waktu paling tidak selama 3 hari.
Di Samosir, kampung
atau huta dihuni berdasarkan hubungan darah. Huta bagi orang Tapanuli,
identik dengan marga, yang merupakan turunan satu leluhur pria. Dengan menyebut
marga, berarti menyebutkan kampung halaman leluhur.Huta Batugordang ini
merupakan huta tanah leluhur Ompu Raja Napir Simbolon. Kampung yang diperkirakan sudah berumur
ratusan tahun ini, sedang sibuk, mempersiapkan ritual puncak mangokkal holi
yang akan berlangsung selama 3 hari. Saat
disembelih, darah kerbau sengaja ditumpah ke atas tanah. Agar para pemilik
tanah di huta, mendapat rejeki atau berkat, dari acara mangokkal holi yang akan
diselenggarakan. Karena dari tanahlah, semua tumbuh. Malam harinya, anak-anak muda marga Simbolon
menonton rekaman ritual penggalian tulang belulang leluhur mereka. Mangokkal
holi adalah rangkaian ritual yang cukup panjang.
Setidaknya pada keluarga
besar Ompu Raja Napir Simbolon ini, mangokal holi sudah berjalan
hampir 6 bulan. Ada 7 makam leluhur yang
harus digali, semuanya tersebar di berbagai tempat. Proses penggalian butuh
waktu yang lama, karena harus berurusan dengan pihak hula-hula, atau
keluarga dari pihak istri, untuk meminta ijin.
Singkatnya ritual Mangongkal Holi berawal dari menggali kembali makam
leluhur yang sudah puluhan tahun lamanya.
Seluruh kerangka tulang belulang yang sudah puluhan tahun tertanam di
dalam tanah ini lalu dicuci dengan air jeruk, dan dilumuri kunyit, agar tampak
bersih, dan segar. Lalu dibawa pulang untuk selanjutnya diadakan upacara adat.
Malam harinya, diisi
dengan kebaktian. Walau tradisi leluhur masih mereka jalankan, orang Batak Toba
juga kebanyakan adalah penganut agama Kristen dan Katolik. Sebuah kontradiksi
yang mungkin hanya bisa dipahami mereka.
Bunyi musik gondang mengiringi acara ibadah yang dipimpin seorang
pastor. Dalam alunan musik khas Batak ini, semua berharap, acara penguburan di
tugu makam besok, mendapat restu dari debata atau Tuhan dan leluhur.
Hari inilah ritual puncak mangokkal holi
akan berlangsung. Pagi hari, tiang borotan ditanam di depan rumah
leluhur. Tiang
borotan
ini semacam tiang pancang bagi hewan yang akan dikurbankan. Di pucuk tiang,
dipasang kain putih sebagai lambang kesucian.
Selain kain putih, juga ada ulos pengiring. Maksudnya berkah akan terus
mengiringi setiap keturunan. Sementara daun silinjuang yang dipasang, bermakna,
setiap generasi Simbolon akan menang melawan musuh, dan mengalah terhadap
kawan. Seekor kuda berwarna hitam, yang
disebut huda Debata, atau kuda Tuhan, menjadi simbol persembahan buat Yang Maha
Kuasa. Tujuh peti leluhur akhirnya dikeluarkan, dijunjung diatas kepala para
boru Simbolon yang paling tua dan yang bungsu.
Suasana kian semarak, ketika keluarga yang hadir menari marnotor,
mengelilingi tiang borotan, sebagai ungkapan sukacita. Ritual untuk membawa
tulang belulang ke tempat yang baru, Tugu Ompu Raja Napir Simbolon, segera
dimulai.
Tujuh peti tulang belulang
leluhur akhirnya dibawa ke tempat persemayaman yang baru. ketika tulang
belulang para leluhur ditempatkan di tugu, langit pun menurunkan tetesan
airnya. Mengiringi prosesi tersebut. Menurut kepercayaan, jika hujan turun
ketika mangohal holi, berarti berkah akan turun melimpah bagi kehidupan mereka.
Kebahagiaan usai menjalani ritual mangohal holi, dengan memasukkan tulang
belulang leluhur ke tempat persemayaman yang baru, kembali berlanjut. Huda
debata, atau kuda Tuhan, akhirnya dipotong, dan disajikan kepada para tamu
undangan. Bagian kepala, dan buntut
untuk hula-hula. Satu paha kuda untuk tuan rumah, sedangkan bagian perut dan
daging di bagian leher kuda untuk pihak boru. Bagian yang tidak bertulang
lainnya untuk disantap bersama.
Kebudayaan Mengongkal Holi memang akan
memakan biaya yang lumayan besar, tetapi walaupun demikian hal ini terlalu
dihiraukan mengingat rasa hormat kepada orang tua. Hal ini secara tidak langsung akan
mengajarkan kita betapa pentingnya menghargai jasa-jasa ornga yang telah sayang
kepada kita, karena ada juga falsafah Suku Batak yang mengatakan, ”Tinaba hau
toras bahen sopo di balian; Na burju marnatoras ingkon dapotan parsaulian, yang artinya: Orang yang mengasihi orangtuanya dan selalu melayani mereka
sebaik-baiknya akan mendapat segala yang indah-indah.
Kebudayaan Mangongkal holi ini sangat mengandung nilai
yang sangt tinggi bagi masuyarakat Batak, karena tradisi ini sudah berjalan
sejak dulu. Hal ini bisa diartikan bahwa
seberapa besar bakti kita terhadap orang tua yang telah membesarkan kita dan
medidik kita agar menjadi orang yang berhasil, karena salah satu tujuan dari
Masyarakat Batak adalah menjadi orang yang sukses.
Pengada dalam kebudayaan mangongkal holi adalah Debata
Mula Jadi na Bolon. Mula jadi na Bolon itu satu dan bersifat transendental
kepada masyarakat batak. Pengada itu berdimensi dalam bentuk rohani, dan
memiliki nilai yang sangat tinggi dalam masyarakat batak. Pertanyaan tentang
pengada ini muncul dari pemahaman tentang kenyataan konkret. Dengan demikian
ontologi dalam kebudayaan mangongkal holi ini tidak terkenal dan tidak pernah
ditanyakan.
Dan latar belakang mangongkal holi adalah untuk menghormati
para leluhur, karena telah berhasil dalam melanjutkan keturunannya. Yang mana
keturunannya itu masih ada sampai sekarang dan pengucapan syukur kepada Debata
Mula Jadi na Bolon.
Kebudayaan
Mangongkal holi merupakan kebudayaan yang diperuntukkan untuk mengohormati
orang tua yang sudah meninggal, yang kuburannya itu digali kemdali dan diambil
tulang belulangnya untuk dipindahkan ke sebuah tugu yang sudah disepakati
bersama oleh pihak keluarga. Biasanya
kbudayaan mangongkal holi ini dadakan dengan melakukan ritual adat-istiadat
yang memakan biaya yang cukup besar.
Tetapi dengan mengesampingkan dana yang dikeluarkan adalah cukup besar,
ritual adat yang dilakukan adalah sangat penting, karena untuk memindahkan
tulang belulan ke tugu butuh proses adat terlebih dahulu yang harus dilakukan, Karena itu sudah tradisi bagi mereka, yang telah mapan
secara ekonomi, terutama yang berhasil di perantauan, untuk menyisihkan uang,
membangun kuburan bagi orangtua mereka, dan tugu buat para leluhur.
Dalam masyarakat Batak, seseorang sudah punya
posisi dalam keluarga besar, begitu ia lahir. Dalihan Natolu, begitu
istilahnya dalam bahasa Toba. Yang paling dihormati adalah hula-hula atau
keluarga pihak istri. Sementara dengan dongan tubu atau saudara
semarga, berarti posisinya sejajar. Dan boru yang antara lain
adalah saudara perempuan dan pihak marga suaminya, menempatkan orang tersebut
dalam posisi melayani. Tapi sistem
kekerabatan Dalihan Natolu ini bukanlah kasta. Karena setiap
orang punya kesempatan untuk ketiga posisi tersebut. Ada saatnya menjadi yang
dituakan, dan ada saatnya ia menjadi boru yang harus melayani pihak hula-hula. Inilah
kebudayaan suku Batak yang bisa dibilang sangat rumit, tetapi dibalik itu
memiliki nilai yang sangat tinggi terutama bagi masyarakat itu sendiri.
Holben Wesly Sinaga, yang pernah melakukan penelitian
tentang kebudayaan Mangongkal Holi Ini mengatakan, sangat tertarik dengan
kebudayaan Mangongkal Holi ini dan kebiasaan orang Batak membangun tugu. “Benar
memang, tidak sedikit orang kita Batak yang bangga, bahkan cenderung pamer,
membangun makam orangtua atau tugu kakeknya sampai menghabiskan uang puluhan
juta, sementara pinomparna (saudara mereka yang lain) masih banyak yang hidup susah dan perlu dibantu”. Terkadang
orang hanya mau saling pamer gengsi dengan membuat makam yang luar biasa mewah
dan mahal. Padahal kalau dipikir-pikir, seiring berjalannya waktu semua itu
akan pudar. Walau bagi sebagian orang itu sebagai lambang penghormatannya bagi
orang tua atau leluhur yang sudah meninggal. Tapi apakah, mereka yang sudah
meninggal masih bisa menikmatinya ?
Betapa tidak, dengan kondisi mahalnya sekolah-sekolah unggulan dengan tanpa beban beliau
memikirkan generasi Batak yang selanjutnya. Kehadiran beliau ibarat menemukan
oase di padang pasir. Tentunya betapa doa-doa dari para orang tua kepada
keluarga Bapak Panjaitan dan tidak putus putusnya harapan supaya beliau semakin
sering menoleh dan meningkatkan kualitas hidup orang Batak. Apabila kita melihat jumlah orang Batak yang kaya,
akan sangat mudah memberikan nama dan marga secara jelas. Namun sangat
disayangkan harta dan kekuasaan belum pernah cukup dan belum terbuka mata hati
untuk meningkatkan atau paling tidak membuka peluang yang lebih baik untuk
anak-anak daerah Batak.
Coba anda pergi ke Muara, pemandangan yang sangat fantastis, green look
dan fresh air. Namun dengan mudah anda menemukan rumah yang reot, kumuh dan
kandang babi bersebelahan dengan alat tenun. Air mata saya hampir jatuh karena saya tidak menyangka masih ada suku
Batak yang hidup di bawah garis kemiskinan. Ketika saya berjalan jalan sore di
Muara, ada seorang ompung yang mengais-ngais di tempat pembuangan sampah di
tempat hotel saya menginap
1. Kenapa ada mangongkal holi?
Mangongkal ada karena sebangai untuk
menghormati orang tua yang selama ini sudah berhasil membesarkan anak-anaknya
dan cucunya maupun generasinya.
2. Apa tujuan mangongkal holi?
Tujuan mangongkal holi adalah sebenarnya
sangat berkaitan dengan jawaban yang diatas, denga tidak lain adalah untuk
menunjukkan kepada orang lain bahwa anak-anaknya dan cucunya maupun generasinya
telah berhasil. Karena untuk mengadakan acara mangongkal holi membutuhkan biaya
yang sangat besar.
GOOGLE search
Custom Search