B. Dimensi Etik dalam Politik oleh Narasumber Dr. Haryatmoko (Pakar Etika Politik)
Pemaparan materi yang berjudul “Pemilu, Politik uang dan Kekuasaan” mempunyai objek kajian tentang perubahan sosial politik yang akktual secara global.
Dimulai dengan sebuah cerita: disebuah perpustakaan universitas ada seorang mahasiswa yang akan meminjam buku, judulnya: ‘politisi, kejujuran dan tanggungjawab moral’. Lalu dia bertanya kepada petugas yang kebetulan baru saja magang: ‘saya tidak menemukan di bagian rak etika dan moral, di bagian politik juga tidak ketemu’. Lalu petugas itu menjawab: ‘cari aja di tingkat dua, di bagian science fiction’. Jadi apakah etika dalam politik itu hanya sebuah ‘science fiction’? Apakah etika politik hanya suatu wacana yang indah? Sehingga itu bagus untuk dibicarakan tetapi hanya untuk legitimasi, acara-acara di berita-berita atau pers conference.
Tekanan dari model kapitalisme sebagai model budaya baru ini juga berpengaruh terhadap sikap atau etika politik itu sendiri. Oleh karenanya judul yang dipilih adalah ‘adakah peluang bagi etika politik dalam pemilu, politik, uang dan kekuasaan?’. Ada seorang caleg di Jawa Barat. Dia sudah mulai enam bulan yang lalu pindah rumah didaerah konstituennya. Pertanyaan yang sering muncul di daerah konstituennya itu selalu: amplopnya mana mbak? dan saat itu memang saat yang ia tunggu-tunggu. Pada saat itu juga ia mengatakan kepada mereka: ‘kalau saya memberi amplop kepada anda, tahukah anda kalau saya nanti terpilih menjadi wakil anda saya harus berusaha mencari ganti apa yang telah saya berikan kepada anda’. Lalu pada saat itu terdi dialog menarik dan sejak saat itu dia mulai bisa dekat dengan mereka tanpa memberikan uang. Dia juga mengatakan: ‘seandainya saya nanti tidak terpilih maka tidak ada kerugian bagi saya’. Dapat diambil hikmahnya bahwa dengan adanya saling berkomunikasi ternyata ada jalan untuk ke arah apa yang disebut etika politik itu. Maka kita akan melihatnya dalam kerangka seperti ini: jika demokrasi itu mau efektif maka arahnya harus sampai pada pemecahan masalah keadilan. Hal yang konkrit yaitu isu-isu konkrit yang menjadi masalah masyarakat mengenai masalah penyediaan lapangan kerja, melawan pengangguran, kolusi dan juga masalah keterwakilan. Kita nantinya bisa melihat ketika kampanye pemilu ini apakah isu-isu masyarakat sungguh-sungguh menjadi suatu wacana yang dicoba ditawarkan bukan hanya ‘asalkan mereka memilih saya’.
Di bagian tengah ditulis, Masyarakat memiliki alternatif riil dalam politik & ekonomi dan juga menjaga keseimbangan antara pola partisipasi & pemberdayaan institusi-institusi sosial. Kita harus menyadari realisme dalam hal ekonomi saat ini ikut memilih menjadi suatu struktur pemaknaan yang tengah. Michel Fouchault mengatakan ‘legistimete’. Jadi struktur pemaknaan itu saat ini apa-apa diukur dengan uang. Ada bapak yang punya anak yang sudah punya pacar bertanya: “pacarmu kuliah di mana?”. Jawab anaknya: “Di sastra jawa”. Bapaknya berkata: ‘Wah kelihatannya tidak cocok dengan kriteria papa, kalau kedokteran itu baru cocok’. Ini membuktikan bahwa segalanya diukur dengan uang bahkan dalam agama sekalipun. Suatu hari ada seorang janda kaya raya yang kucingnya meninggal lalu meminta agar kucingnya dikubur oleh pastur, ‘pastur kalau bisa datanglah ke rumah saya menguburkan kucing saya’. Pastur berkata: ‘orang saja saya tidak sempat apalagi kucing’. Janda itu berkata: ‘padahal saya sudah berjanji kalau kucing saya anda kubur saya akan menyumbang uang untuk gereja sebesar 10 ribu dolar”. Pastur menjawab:’kok tidak bilang dari tadi?’. Ini membuktikan bahwa ekonomi menjadi struktur pemaknaan dominan yang sering disebut logika waktu pendek sehingga mengubah kapitalisme. Semua rencana jangka panjang sekarang itu dibatalkan oleh logika waktu pendek karena masalah kepentingan finansial. Rencana jangka panjang karena krisis global baru-baru ini akhirnya direvisi. Kita mengalami sekarang beasiswa-beasiswa dari Amerika banyak yang dipotong dan dibatalkan. dalam hitungan detik suatu pabrik bisa kolebs dan bisa menarik atau memindahkan saham ketempat yang lain karena dipengaruhi uang. Di situ institusi-institusi akan terguncang, hancur atau menyesuaikan dengan kapitalisme global.
Maka persaingan demi efisiensi lalu menjadi terasa mengakibatkan adanya kekerasan struktural. Sistem membuat kita saling bersaing dan saling bermusuhan. Penghancuran struktur-struktur kolektif. Misalnya, Hp sangat mempermudah aktifitas, tetapi kelemahanya adalah perlindungan struktur politik dan perlindungan keluarga menjadi lemah. Kapitalisme mengubah institusi-institusi teratur termasuk norma-normanya. Contohnya adalah ketidakberdayaan kita akan struktur pemaknaan ekonomi. Kita saat ini banyak yang tidak merasa dirugikan dengan sistem politik dan ekonomi yang ada. Kita tidak protes karena kita tidak tahu kalau dirugikan. Model etika politik adalah mengkritisi sistem yang sedang berlaku apakah adil, menguntungkan dan atau merugikan siapa? Ini menjadi concern etika politik supaya etika politik menjadi yang relevan dengan situasi sekarang. Jadi etika politik tidak sekedar untuk melawan sesuatu tetapi juga untuk membongkar bentuk ketidakadlian bahkan ketidakadilan yang tersembunyi.
Etika politik merupakan tujuan hidup baik bersama orang lain dalam rangka memperluas kebebasan dan membangun institusi-institusi yang adil. Maka ada tiga aspek etika politik: 1. polity (produk-produk politik), policy (akuntanbilitas atau kejelasan politik), politics (kualitas). Maka aspek dari pembangunan institusi-institusi yang adil itu ada pada aspek sarana yaitu polity. Di sini nanti kita akan bekerja banyak dengan norma-norma dan produk-produk hukum, UU, dan juga aturan-aturan. Di situ etika politik menjadi sungguh-sungguh menantang dan sungguh-sungguh menjadi panggilan bagi para calon legeslatif. Jika kita mau melihat dari masing-masing aspeknya yaitu: policy, aspeknya adalah akuntabilitas dan kejelasan dari suatu visi dan yang berkaitan dengan politics. Sering kali orang hanya beranggapan etika politik hanya berkaitan dengan politics/ politikus. Kita harus memperhatikan juga aspek polity-nya. Ini berarti tidak cukup hanya menjadi orang jujur karena bisa saja terjerumus kedalam sistem politik yang ada. Prinsip-prinsip disini membantu memperbaiki institusi-institusi supaya lebih adil dan kita diajak untuk mengkritisi produk undang-undang apakah itu semakin membawa kepada suatu institusi lebih adil atau semakin memperluas kebebasan atau mempersempit kebebasan. Ini berkaitan dengan kualitas dari institusi atau aksi dari suatu kelompok dan sebagainya. Jika kita melihat ekonomi sebagai suatu struktur pemaknaan kita, SDM harus dibangun, insfrastruktur diperbaiki, metode pendidikan ditingkatkan. Semua harus membuat inovasi agar ada performance ekononomi. Tuntutan ini menciptakan struktur kesibukan yang tidak stabil. Masyarakat hanya mengenal satu pola hubungan, yaitu persaingan. Pertarungan ini cenderung tidak ada yang menengahi.
Logika Waktu Pendek Mengubah Kapitalisme. Semua institusi berusaha menarik kapital dengan cara apapun. Visi jangka panjang akan dipertanyakan karena perubahan-perubahan mendadak seperti ini. Pertama, Teknik informasi menjamin mobilitas modal tinggi. Modal bisa pindah dengan mudah. Kedua, Kapital tak sabar mengubah semua institusi agar bisa menarik pemodal. Ketiga, Kapitalisme pasar uang menggagalkan visi jangka panjang negara demi performance jangka pendek (sirkulasi cepat kapital & transaksi ekonomi).
Adanya Pengawasan Panoptik. Manajemen pengawasan diorganisir dengan cara: Kelompok-kelompok kerja dibuat otonom, Otonomi itu berupa pasar internal. Kemudian diciptakan suasana persaingan antar kelompok-kelompok tersebut dalam hal: men-design produk, mencari uang, pasar. Sistem membuat kita saling bersaing dan melaporkan. Akibatnya: stres tinggi, gelisah, kolega dianggap pesaing yang mengancam, solidaritas melemah. Semua itu terjadi di mana-ana di semua institusi. Jangan menyalahkan teman anda karena sistem yang menyetir anda.
Ancaman Permanen
• 1. Perusahaan ditutup atau delokalisasi
• 2. Ketakutan terkena PHK
• 3. Otomatisasi (komputerisasi)
• 4. Pasokan pekerja global
• 5. Skill extinction (selama bekerja butuh tiga kali belajar atau latihan kembali)
• 6. Reorganisasi perusahaan atau lembaga
Bahayanya, perasaan terpinggir dan emosi sosial. Pertama, Keterpinggiran membuat diam dan tidak mampu merumuskan bantuan macam apa. Kedua, Lembaga publik tidak siap menghadapi masalah pengangguran. Ketiga, Suasana persaingan semakin menumbuhkan perasaan ketidakadilan yang mengakibatkan polarisasi dalam kelas. Lalu Rasa ketidakadilan menyebabkan orang tertutup & perasaan tidak aman pada setiap orang sehingga merasa-tak-berguna. Perasaan tidak berguna tersebut mudah berubah menjadi kemarahan dan kebencian kemudian menimbulkan emosi sosial. Disinilah nantinya akan mucul kebencian.
Dorongan untuk bersaing dan Task-Oriented mengakibatkan tiga defisit struktural. Pertama, Rendahnya loyalitas kepada lembaga. Kedua, Berkurangnya kepercayaan di antara sesama kolega (pergantian tim, persaingan). Ketiga, Melemahnya pengetahuan/ keterampilan institusional sehingga prosedur=prosedur tidak banyak yang tahu.
Semakin miskinnya kapital sosial yaitu trust dan loyalitas. Kita harus melihat bahwa ideology tidak lagi dapat memberi janji. Struktur sosial cenderung kehilangan kewenangannya, ideologi besar tidak mampu memberi janji, proyek sejarah tidak bisa memobilisasi masyarakat, arena sosial menjadi perpanjangan lingkup privat. Maka tidak mengherankan jika ada parpol yang sangat kuat dalam agama dan ideology tetapi tidak besar. Hal tersebut karena masyarakat lebih diarahkan pada pasar dan masyarakat konsumeris. Sekarang ini yang dipentingkan adalah bagaimana politik bisa memberikan suatu bentuk pencitraan tokoh, gagasan politik program dan model-model itu.
Demokrasi mengikuti Logika Pasar. Demokrasi diarahkan oleh pasar sehingga memperlakukan warga negara seperti konsumen politik yang ditekan untuk membeli. Pembelian tergantung pada pencitraan dan pasar. Trik-trik merayu seperti iklan digunakan untuk memasarkan tokoh, gagasan politik dan program. Versi politik megastore menekan demokrasi lokal, tetapi memungkinkan fantasi warga; menurunkan substansi politik, tetapi merangsang imajinasi perubahan.
Karena masyarakat konsumeris maka konsumen memberi barang karena manfaat. Nanti dalam politik juga tidak akan stabil. Mengkonsumsi merupakan cara hidup. Lalu demokrasi yang efektif yang bagaimana? Kita harus membangun pada pembangunan dari isu-isu yang riil dari masyarakat. Partisipasi dan korupsi itu ada hubungannya. Kita dihadapkan antara korupsi dengan pengaruh pasar. Hal yang kita hadapi dalam pemilu nanti beberapa bahayanya yaitu politik uang dan kampanye terselubung, pemberian makanan, pakaian dan obat-obatan serta pembangunan insfrastruktur menjelang pemilu tentunya akan mendongkrak partai yang sedang berkuasa. Beberapa kecurangan yang mungkin adalah memilih dua kali memasukan kertas-kertas suara, menggunakan nama yang berbeda, mendaftarkan orang yang telah mati, menafikan kelompok yang ditengarai tidak berpihak jadi tidak di daftar menjadi calon pemilih, manipulasi ketika perhitungan suara yang pengawasannya tidak mudah.
Pemaparan materi yang berjudul “Pemilu, Politik uang dan Kekuasaan” mempunyai objek kajian tentang perubahan sosial politik yang akktual secara global.
Dimulai dengan sebuah cerita: disebuah perpustakaan universitas ada seorang mahasiswa yang akan meminjam buku, judulnya: ‘politisi, kejujuran dan tanggungjawab moral’. Lalu dia bertanya kepada petugas yang kebetulan baru saja magang: ‘saya tidak menemukan di bagian rak etika dan moral, di bagian politik juga tidak ketemu’. Lalu petugas itu menjawab: ‘cari aja di tingkat dua, di bagian science fiction’. Jadi apakah etika dalam politik itu hanya sebuah ‘science fiction’? Apakah etika politik hanya suatu wacana yang indah? Sehingga itu bagus untuk dibicarakan tetapi hanya untuk legitimasi, acara-acara di berita-berita atau pers conference.
Tekanan dari model kapitalisme sebagai model budaya baru ini juga berpengaruh terhadap sikap atau etika politik itu sendiri. Oleh karenanya judul yang dipilih adalah ‘adakah peluang bagi etika politik dalam pemilu, politik, uang dan kekuasaan?’. Ada seorang caleg di Jawa Barat. Dia sudah mulai enam bulan yang lalu pindah rumah didaerah konstituennya. Pertanyaan yang sering muncul di daerah konstituennya itu selalu: amplopnya mana mbak? dan saat itu memang saat yang ia tunggu-tunggu. Pada saat itu juga ia mengatakan kepada mereka: ‘kalau saya memberi amplop kepada anda, tahukah anda kalau saya nanti terpilih menjadi wakil anda saya harus berusaha mencari ganti apa yang telah saya berikan kepada anda’. Lalu pada saat itu terdi dialog menarik dan sejak saat itu dia mulai bisa dekat dengan mereka tanpa memberikan uang. Dia juga mengatakan: ‘seandainya saya nanti tidak terpilih maka tidak ada kerugian bagi saya’. Dapat diambil hikmahnya bahwa dengan adanya saling berkomunikasi ternyata ada jalan untuk ke arah apa yang disebut etika politik itu. Maka kita akan melihatnya dalam kerangka seperti ini: jika demokrasi itu mau efektif maka arahnya harus sampai pada pemecahan masalah keadilan. Hal yang konkrit yaitu isu-isu konkrit yang menjadi masalah masyarakat mengenai masalah penyediaan lapangan kerja, melawan pengangguran, kolusi dan juga masalah keterwakilan. Kita nantinya bisa melihat ketika kampanye pemilu ini apakah isu-isu masyarakat sungguh-sungguh menjadi suatu wacana yang dicoba ditawarkan bukan hanya ‘asalkan mereka memilih saya’.
Di bagian tengah ditulis, Masyarakat memiliki alternatif riil dalam politik & ekonomi dan juga menjaga keseimbangan antara pola partisipasi & pemberdayaan institusi-institusi sosial. Kita harus menyadari realisme dalam hal ekonomi saat ini ikut memilih menjadi suatu struktur pemaknaan yang tengah. Michel Fouchault mengatakan ‘legistimete’. Jadi struktur pemaknaan itu saat ini apa-apa diukur dengan uang. Ada bapak yang punya anak yang sudah punya pacar bertanya: “pacarmu kuliah di mana?”. Jawab anaknya: “Di sastra jawa”. Bapaknya berkata: ‘Wah kelihatannya tidak cocok dengan kriteria papa, kalau kedokteran itu baru cocok’. Ini membuktikan bahwa segalanya diukur dengan uang bahkan dalam agama sekalipun. Suatu hari ada seorang janda kaya raya yang kucingnya meninggal lalu meminta agar kucingnya dikubur oleh pastur, ‘pastur kalau bisa datanglah ke rumah saya menguburkan kucing saya’. Pastur berkata: ‘orang saja saya tidak sempat apalagi kucing’. Janda itu berkata: ‘padahal saya sudah berjanji kalau kucing saya anda kubur saya akan menyumbang uang untuk gereja sebesar 10 ribu dolar”. Pastur menjawab:’kok tidak bilang dari tadi?’. Ini membuktikan bahwa ekonomi menjadi struktur pemaknaan dominan yang sering disebut logika waktu pendek sehingga mengubah kapitalisme. Semua rencana jangka panjang sekarang itu dibatalkan oleh logika waktu pendek karena masalah kepentingan finansial. Rencana jangka panjang karena krisis global baru-baru ini akhirnya direvisi. Kita mengalami sekarang beasiswa-beasiswa dari Amerika banyak yang dipotong dan dibatalkan. dalam hitungan detik suatu pabrik bisa kolebs dan bisa menarik atau memindahkan saham ketempat yang lain karena dipengaruhi uang. Di situ institusi-institusi akan terguncang, hancur atau menyesuaikan dengan kapitalisme global.
Maka persaingan demi efisiensi lalu menjadi terasa mengakibatkan adanya kekerasan struktural. Sistem membuat kita saling bersaing dan saling bermusuhan. Penghancuran struktur-struktur kolektif. Misalnya, Hp sangat mempermudah aktifitas, tetapi kelemahanya adalah perlindungan struktur politik dan perlindungan keluarga menjadi lemah. Kapitalisme mengubah institusi-institusi teratur termasuk norma-normanya. Contohnya adalah ketidakberdayaan kita akan struktur pemaknaan ekonomi. Kita saat ini banyak yang tidak merasa dirugikan dengan sistem politik dan ekonomi yang ada. Kita tidak protes karena kita tidak tahu kalau dirugikan. Model etika politik adalah mengkritisi sistem yang sedang berlaku apakah adil, menguntungkan dan atau merugikan siapa? Ini menjadi concern etika politik supaya etika politik menjadi yang relevan dengan situasi sekarang. Jadi etika politik tidak sekedar untuk melawan sesuatu tetapi juga untuk membongkar bentuk ketidakadlian bahkan ketidakadilan yang tersembunyi.
Etika politik merupakan tujuan hidup baik bersama orang lain dalam rangka memperluas kebebasan dan membangun institusi-institusi yang adil. Maka ada tiga aspek etika politik: 1. polity (produk-produk politik), policy (akuntanbilitas atau kejelasan politik), politics (kualitas). Maka aspek dari pembangunan institusi-institusi yang adil itu ada pada aspek sarana yaitu polity. Di sini nanti kita akan bekerja banyak dengan norma-norma dan produk-produk hukum, UU, dan juga aturan-aturan. Di situ etika politik menjadi sungguh-sungguh menantang dan sungguh-sungguh menjadi panggilan bagi para calon legeslatif. Jika kita mau melihat dari masing-masing aspeknya yaitu: policy, aspeknya adalah akuntabilitas dan kejelasan dari suatu visi dan yang berkaitan dengan politics. Sering kali orang hanya beranggapan etika politik hanya berkaitan dengan politics/ politikus. Kita harus memperhatikan juga aspek polity-nya. Ini berarti tidak cukup hanya menjadi orang jujur karena bisa saja terjerumus kedalam sistem politik yang ada. Prinsip-prinsip disini membantu memperbaiki institusi-institusi supaya lebih adil dan kita diajak untuk mengkritisi produk undang-undang apakah itu semakin membawa kepada suatu institusi lebih adil atau semakin memperluas kebebasan atau mempersempit kebebasan. Ini berkaitan dengan kualitas dari institusi atau aksi dari suatu kelompok dan sebagainya. Jika kita melihat ekonomi sebagai suatu struktur pemaknaan kita, SDM harus dibangun, insfrastruktur diperbaiki, metode pendidikan ditingkatkan. Semua harus membuat inovasi agar ada performance ekononomi. Tuntutan ini menciptakan struktur kesibukan yang tidak stabil. Masyarakat hanya mengenal satu pola hubungan, yaitu persaingan. Pertarungan ini cenderung tidak ada yang menengahi.
Logika Waktu Pendek Mengubah Kapitalisme. Semua institusi berusaha menarik kapital dengan cara apapun. Visi jangka panjang akan dipertanyakan karena perubahan-perubahan mendadak seperti ini. Pertama, Teknik informasi menjamin mobilitas modal tinggi. Modal bisa pindah dengan mudah. Kedua, Kapital tak sabar mengubah semua institusi agar bisa menarik pemodal. Ketiga, Kapitalisme pasar uang menggagalkan visi jangka panjang negara demi performance jangka pendek (sirkulasi cepat kapital & transaksi ekonomi).
Adanya Pengawasan Panoptik. Manajemen pengawasan diorganisir dengan cara: Kelompok-kelompok kerja dibuat otonom, Otonomi itu berupa pasar internal. Kemudian diciptakan suasana persaingan antar kelompok-kelompok tersebut dalam hal: men-design produk, mencari uang, pasar. Sistem membuat kita saling bersaing dan melaporkan. Akibatnya: stres tinggi, gelisah, kolega dianggap pesaing yang mengancam, solidaritas melemah. Semua itu terjadi di mana-ana di semua institusi. Jangan menyalahkan teman anda karena sistem yang menyetir anda.
Ancaman Permanen
• 1. Perusahaan ditutup atau delokalisasi
• 2. Ketakutan terkena PHK
• 3. Otomatisasi (komputerisasi)
• 4. Pasokan pekerja global
• 5. Skill extinction (selama bekerja butuh tiga kali belajar atau latihan kembali)
• 6. Reorganisasi perusahaan atau lembaga
Bahayanya, perasaan terpinggir dan emosi sosial. Pertama, Keterpinggiran membuat diam dan tidak mampu merumuskan bantuan macam apa. Kedua, Lembaga publik tidak siap menghadapi masalah pengangguran. Ketiga, Suasana persaingan semakin menumbuhkan perasaan ketidakadilan yang mengakibatkan polarisasi dalam kelas. Lalu Rasa ketidakadilan menyebabkan orang tertutup & perasaan tidak aman pada setiap orang sehingga merasa-tak-berguna. Perasaan tidak berguna tersebut mudah berubah menjadi kemarahan dan kebencian kemudian menimbulkan emosi sosial. Disinilah nantinya akan mucul kebencian.
Dorongan untuk bersaing dan Task-Oriented mengakibatkan tiga defisit struktural. Pertama, Rendahnya loyalitas kepada lembaga. Kedua, Berkurangnya kepercayaan di antara sesama kolega (pergantian tim, persaingan). Ketiga, Melemahnya pengetahuan/ keterampilan institusional sehingga prosedur=prosedur tidak banyak yang tahu.
Semakin miskinnya kapital sosial yaitu trust dan loyalitas. Kita harus melihat bahwa ideology tidak lagi dapat memberi janji. Struktur sosial cenderung kehilangan kewenangannya, ideologi besar tidak mampu memberi janji, proyek sejarah tidak bisa memobilisasi masyarakat, arena sosial menjadi perpanjangan lingkup privat. Maka tidak mengherankan jika ada parpol yang sangat kuat dalam agama dan ideology tetapi tidak besar. Hal tersebut karena masyarakat lebih diarahkan pada pasar dan masyarakat konsumeris. Sekarang ini yang dipentingkan adalah bagaimana politik bisa memberikan suatu bentuk pencitraan tokoh, gagasan politik program dan model-model itu.
Demokrasi mengikuti Logika Pasar. Demokrasi diarahkan oleh pasar sehingga memperlakukan warga negara seperti konsumen politik yang ditekan untuk membeli. Pembelian tergantung pada pencitraan dan pasar. Trik-trik merayu seperti iklan digunakan untuk memasarkan tokoh, gagasan politik dan program. Versi politik megastore menekan demokrasi lokal, tetapi memungkinkan fantasi warga; menurunkan substansi politik, tetapi merangsang imajinasi perubahan.
Karena masyarakat konsumeris maka konsumen memberi barang karena manfaat. Nanti dalam politik juga tidak akan stabil. Mengkonsumsi merupakan cara hidup. Lalu demokrasi yang efektif yang bagaimana? Kita harus membangun pada pembangunan dari isu-isu yang riil dari masyarakat. Partisipasi dan korupsi itu ada hubungannya. Kita dihadapkan antara korupsi dengan pengaruh pasar. Hal yang kita hadapi dalam pemilu nanti beberapa bahayanya yaitu politik uang dan kampanye terselubung, pemberian makanan, pakaian dan obat-obatan serta pembangunan insfrastruktur menjelang pemilu tentunya akan mendongkrak partai yang sedang berkuasa. Beberapa kecurangan yang mungkin adalah memilih dua kali memasukan kertas-kertas suara, menggunakan nama yang berbeda, mendaftarkan orang yang telah mati, menafikan kelompok yang ditengarai tidak berpihak jadi tidak di daftar menjadi calon pemilih, manipulasi ketika perhitungan suara yang pengawasannya tidak mudah.