Kebudayaan Bali sangat menarik dan syarat dengan kesan
religi, terutama tariannya. Tari Bali merupakan bagian penting kehidupan
masyarakat Bali yang sudah diwarisi sejak zaman lampau. Itulah yang menyebabkan
bentuk- bentuk kesenian tersebut masih terpelihara sampai sekarang. Salah satu
bentuk kesenian asli yang sangat tua umurnya adalah tari Sang Hyang. Sampai
sekarang kita masih dapat menyaksikan tari Sang Hyang sebagai salah satu tari
sakral dalam agama Hindu, di beberapa desa.
Dalam berfikir metafisika, subjek berusaha menemukan
suatu realitas sesungguhnya dari suatu objek pengamatan. Seperti yang dikatakan
Aristoteles; ‘metafisika adalah mengkaji yang-ada sebagai yang-ada.’ (Joko
siwanto, 2004) Dalam resume kali ini, kami—sebagai tim penyusun—berupaya menyampaikan
konsep metafisika dari tari Sang Hyang yang ada di bali.
I.
PEMBAHASAN
II.1. Seni Tari di Bali
Kehidupan seni tari di Bali sudah ada sejak zaman
pra-Hindu. Bentuk tarian purba itu hampir sama dengan tari yang terdapat di
daerah pedalaman Kalimantan Timur, Sulawesi, Irian Jaya, dan pulau- pulau
lainnya di Indonesia. Tari semacam itu ditemukan pada upacara animisme dan
dinamisme (penyembahan leluhur) yang berfungsi untuk menolak bala, menurunkan
hujan dan menyembuhkan penyakit. Sisa-sisa kebudayaan seperti itu masih dapat
dijumpai di Bali, misalnya tari Sang Hyang, tari Berutuk, tari Baris Cina, tari
Perang Duri dan sebagainya. Salah satu bentuk kesenian asli yang sangat tua
umurnya adalah tari Sang Hyang Dedari. Jenis tari ini masih dapat dijumpai di
daerah pegunungan dan dipertunjukkan dalam upacara keagamaan.
Bagi masyarakat Bali, bila ditinjau dari dimensi
vertikal, tarian tersebut merupakan media yang sangat penting dalam ritus
keagamaan dan jika dilihat dari dimensi horizontalnya, tarian ini mempunyai
fungsi komunal dalam kehidupan masyarakat. Artinya, tarian itu menjadi media
bagi jalinan kehidupan komunitas untuk bersama-sama menjalankan upacara
keagamaan. Ini karena spirit yang mendasari kegiatan seni pada upacara
keagamaan tersebut adalah paguyuban bukan patembayan. Spirit itulah yang
berfungsi mempererat tali kehidupan komunal.
II.2. Tari Shang
Hyang
Masyarakat Bali yang mayoritas penduduknya beragama
Hindu sangat percaya adanya roh halus dan jahat serta alam yang mengandung
kekuatan magis. Untuk mengimbangi dan menetralisir keadaan tersebut masyarakat
mengadakan upacara yang dilengkapi dengan tari-tarian yang bersifat religius.
Salah satu dari sekian banyak tarian religius yang ada pada masyarakat Bali
adalah Tari Sanghyang. Tari sanghyang adalah suatu tarian sakral
yang berfungsi sebagai pelengkap upacara untuk mengusir wabah penyakit yang
sedang melanda suatu desa atau daerah (Gufron, 2007). Selain untuk mengusir
wabah penyakit, tarian ini juga digunakan sebagai sarana pelindung terhadap
ancaman dari kekuatan magis hitam (black magic).
Yang sangat menarik dalam kesenian ini,
yaitu pemainnya akan mengalami trance
pada saat pementasan. Dalam keadaan seperti inilah mereka menari-nari,
kadang-kadang di atas bara api dan selanjutnya berkeliling desa untuk mengusir
wabah penyakit. Biasanya pertunjukan ini dilakukan pada malam hari sampai
tengah malam (Gufron, 2007).
Tari Sang Hyang adalah salah satu kesenian Bali yang
berakar pada kebudayaan pra-Hindu dan kesenian asli yang sangat tua umurnya. Tari
ini masih hidup sampai sekarang. Kini dapat dijumpai kurang lebih dua puluh
macam tari Sang Hyang. Tarian tersebut banyak terdapat di desa-desa daerah
pegunungan. Semua jenis tari Sang Hyang terdiri atas dua atau tiga orang penari
dan biasanya mereka dapat mencapai trance (kerawuhan), kemasukan para leluhur
atau roh-roh lainnya. Kerawuhan itu dapat dicapai dengan penudusan, menghirup
asap kemenyan, menyanyikan lagu sakral, dan meditasi dengan rasa kebaktian yang
mendalam. Ketika penari Sang Hyang itu kemasukan roh, mereka mengadakan
interaksi dengan para penonton atau dengan para Sang Hyang lainnya. Di beberapa
daerah Sang Hyang berbicara sebagai “wahyu”.
Tari Sang Hyang dipentaskan pada saat tertentu dan tidak
berhubungan dengan kalender upacara keagamaan. Tari Sang Hyang dipentaskan jika
diperlukan, khususnya pada saat berjangkitnya wabah penyakit. Tari Sang Hyang
biasanya dipertunjukan pada malam hari dan upacara dimulai dari jeroan pura,
tempat paling sakral dari sebuah tempat
persembahyangan.
Pertunjukan tari Sang Hyang sangat beraneka ragam
wujudnya, masing-masing memiliki unsur improvisasi sesuai dengan pola budaya
yang berkembang di sekitarnya. Tipe kerawuhan ini juga amat berbeda yang satu
dengan yang lainnya. Sang Hyang menari sesuai dengan gerak-gerak roh yang
memasukinya. Keanekaragaman wujud gerak tari Sang Hyang tergantung pula dari
jenis dan lokasinya. Setiap tari Sang Hyang mempunyai unsur pelukatan, upacara
pembersihan secara agama Hindu. Misalnya tari Sang Hyang Dedari, merupakan
salah satu dari Sang Hyang yang sudah terkenal di Pulau Bali, walaupun kata
widyadari berasal dari bahasa Sanskerta, unsur-unsur kebudayaan Hindu hanya
sedikit berpengaruh dalam tarian ini. Sang Hyang Dedari merupakan perwujudan
utama dari masyarakat komunal dan memiliki unsur budaya yang sangat unik.
Secara tekhnis, Tari yang merupakan sisa-sisa kebudayaan
pra-Hindu ini biasanya ditarikan oleh dua gadis yang masih kecil (belum dewasa)
dan dianggap masih suci. Sebelum dapat menarikan sanghyang calon penarinya harus menjalankan beberapa pantangan,
seperti: tidak boleh lewat di bawah jemuran pakaian, tidak boleh berkata jorok
dan kasar, tidak boleh berbohong, dan tidak boleh mencuri (I Made Bandem, 1996).
II.3. Jenis Tari Sang
Hyang, beberapa diantaranya:
1.
Sanghyang Dedari, adalah tarian yang dibawakan oleh satu atau dua orang
gadis kecil. Sebelum mereka mulai menari, diadakan upacara pedudusan (pengasapan) yang diiringi
dengan nyanyian atau kecak
dengan musik gending pelebongan, hingga mereka menjadi trance. Dalam keadaan tidak sadar
itu, penari Sanghang diarak memakai peralatan yang lazimnya disebut joli (tandu). Di Desa Pesangkan,
Karangasem, penari sanghyang
menari di atas sepotong bambu yang dipikul, sedang di Kabupaten Bangli penari sanghyang menari di atas pundak
seorang laki-laki. Jenis tari Sanghyang seperti ini juga dikenal dengan nama
tari Sanghyang Dewa.
2.
Sanghyang Deling, adalah tarian yang dibawakan oleh dua orang gadis sambil
membawa deling (boneka dari
daun lontar) yang dipancangkan di atas sepotong bambu. Sanghyang deling
dahulu hanya terdapat disekitar daerah Danau Batur, namun saat ini sudah tidak
dijumpai lagi di tempat tersebut. Tarian yang hampir sama dengan sanghyang deling dapat dijumpai di Tabanan dan diberi nama sanghyang dangkluk.
3.
Sanghyang Penyalin, adalah tarian yang dibawakan oleh seorang laki-laki
sambil mengayun-ayunkan sepotong rotan panjang (penyalin) dalam keadaan tidak sadar (trance). Di Bali bagian
utara tarian ini bukan dibawakan oleh seorang laki-laki, melainkan oleh seorang
gadis (daha).
4.
Sanghyang Cleng (babi hutan), adalah tarian
yang dimainkan oleh seorang anak laki-laki yang berpakaian serat ijuk berwarna
hitam. Ia menari berkeliling desa sambil menirukan gerakan-gerakan seekor
celeng (babi hutan), dengan maksud mengusir roh jahat yang mengganggu
ketenteraman desa.
5.
Sanghyang Memedi, adalah tarian yang dimainkan oleh seorang anak laki-laki
yang berpakaian daun atau pohon padi sehingga menyerupai memedi (makhluk halus).
6.
Sanghyang Bungbung, adalah tarian yang dimainkan oleh seorang perempuan
sambil membawa potongan bambu yang dilukis seperti manusia. Tari sanghyang bungbung ini terdapat Di Desa Sanur, Denpasar, dan hanya
dipergelarkan pada saat bulan purnama.
7.
Sanghyang Kidang, yang hanya dijumpai di Bali utara, ditarikan oleh
seorang perempuan. Dalam keadaan tidak sadar, penari menirukan gerakan-gerakan
seekor kidang (kijang). Tarian
ini diiringi dengan nyanyian tanpa mempergunakan alat musik.
8.
Sanghyang Janger. Dahulu tarian ini dimainkan dalam keadaan tidak sadar
dan bersifat sakral. Namun kemudian mengalami perubahan dan menjadi tari Janger
dengan iringan cak. Tari ini
tersebar luas di seluruh pelosok Pulau Bali dengan makna yang sudah berbeda.
9.
Sanghyang Sengkrong, adalah tarian yang dimainkan oleh oleh seorang anak
laki-laki dalam keadaan tidak sadar (trance)
sambil menutup rambutnya dengan kain putih (sengkrong). Sengkrong
adalah kain putih panjang yang biasa digunakan oleh para leyak di Bali untuk menutup rambut
yang terurai.
10. Sanghyang
Jaran, adalah tarian yang
dimainkan oleh dua orang laki-laki sambil menunggang kuda-kudaan yang terbuat
dari rotan dan atau kayu dengan ekor yang terbuat dari pucuk daun kelapa. Di
Bali utara, penari sanghyang jaran sambil menunggang kuda-kudaan
juga mengenakan topeng dan diiringi dengan kecak. Sedangkan, di Desa Unggasan, Kuta, Kabupaeten Badung,
Tari sanghyang jaran ditarikan secara berkala (lima
hari sekali) pada bulan November sampai dengan Maret, dimana pada bulan-bulan
tersebut diperkirakan wabah penyakit sedang berkecamuk. Selain itu, sanghyang jaran juga sering ditarikan sebagai kaul setelah sembuh dari
suatu penyakit. Bentuk tari sanghyang
jaran yang meniru gerakan kuda,
hampir mirip tarian kuda lumping atau kuda kepang yang ada di Jawa.
II.
PENUTUP
Kesimpulan
Seni Budaya
tari Sanghyang merupakan tarian khas orang Bali. Jika dicermati, tidak hanya
mengandung nilai estetika—keindahan—sebagaimana yang tercermin dalam
gerakan-gerakan tubuh para penarinya. Akan tetapi, juga nilai ketakwaan kepada
Sang Penciptanya. Hal itu tercermin dari asal-usulnya yang bertujuan untuk
mengusir wabah penyakit yang menurut kepercayaan mereka disebabkan oleh
ganggungan roh jahat. Kedua nilai tersebut merupakan realitas sesungguhnya dari
tari Sang Hyang.
GOOGLE search
GOOGLE search
Custom Search