Senin, 20 April 2015

John Locke (Filsuf Sosial)


John Locke adalah pendiri liberalisme. Ia menciptakan konsep sebuah negara Demokrasi Liberal. Locke terlahir pada masa Raja Charles I,  29 Agustus 1632 di Wrington, sebuah desa di Somerset Utara, Inggris Barat. Ayahnya adalah seorang pengacara tidak begitu kaya yang berpihak pada Parlemen. Locke hidup pada masa yang sama dengan Hobbes.
Saat berusia kurang lebih sepuluh tahun, terjadi perang saudara antara Charles I melawan Oliver Cromwell yang mewakili Parlemen, dan perang agama antara kaum Protestan melawan kaum Katolik. Kejadian ini menggangu perkembangan psikologisnya. Dari sana ia mulai belajar untuk saling bertoleransi terhadap agama lain, memberi kebebasan pada individu, demokrasi dan pembatasan kekuasaan raja. Perang saudara tersebut dimenangkan oleh Parlemen, dengan hasil menghukum mati Raja Charles I. Setelah itu Cromwell menggantikan kepemimpinan Raja Charles I. Cromwell adalah orang yang pertama kali menjalankan pemerintahan berbentuk Republik di Inggris, dan hanya dialah satu-satunya orang yang pernah menjalankan pemerintahan berbentuk Republik di Negara Inggris sampai saat ini.
Ketika Locke berusia 20 tahun, ia kuliah di Oxford dan sempat berkenalan dengan Edward Baghshawe yang aktif mempropagandakan toleransi antaragama. Locke menyerang liberalisme Baghshawe, melalui tulisan-tulisannya sewaktu pemikirannya masih konservatif. Mereka sempat berdebat, dan Baghshawe gagal mepertahankan pandangan liberalnya.
Tokoh yang paling mempengaruhi pemikiran Locke adalah Ashley Cooper, politisi liberal terkemuka pembela toleransi agama dan kebebasan individu. Locke pernah juga mengajar tradisi filsafat Aristoteles di daerah Crist Cruch. Setelah merasa bosan mengajar filsafat Aristoteles, ia mempelajari filsafat Descartes dan metode Catrestian yang amat berbeda dengan aliran pemikirannya dulu. Dari kajiannya tentang persoalan filsafat dengan keluarga Shaftesbury, ia kemudian menghasilkan karya berjudul An Essay Concerning Human Understanding. Sejak itu ia terlibat dalam persoalan politik. Locke dan keluarga Suftesbury dituduh memberontak kepada negara, sehingga membuat mereka harus melarikan diri ke Belanda. Semasa di pengungsian Locke menghasilkan karya-karya besar seperti: Two Treatises Of Government, A Letter On Tolerantion, dan Some Thoughts Concerning Education.
Model pemerintahan di Inggris sebelum Locke adalah monarki absolut yang dipelopori oleh Thomas Hobbes dan Robert Filmer . Pada masa itu, kekusaan gereja dan negara menjadi satu, sehingga raja sekaligus bertindak sebagai kepala agama. Kemudian monarki absolut dikembangkan Locke menjadi monarki konstitusional, agar negara atau penguasa tidak berkuasa secara sewenang-wenang. Locke juga membuat batasan atas kekuasaan kepala negara.
Kemudian, Locke membagi kekuasaan tersebut menjadi tiga bagian: kekuasaan Eksekutif, Legislatif, Federatif.
Pemerintahan dibuat dengan tujuan melindungi hak-hak kepemilikan. Locke adalah pemikir yang memberi perhatian pada kebebasan setiap individu. Pemerintah dalam pandangan Locke hanyalah sebagai pelindung atas hak-hak setiap individu. Ia lebih condong pada kelompok mayoritas karena menurutnya kelompok mayoritas telah mewakili keinginan setiap individu.
Keadaan Alamiah (State Of Nature)
Sebelum Locke menerangkan tentang keadaan alamiah, Hobbes sudah mengkajinya. Menurut Hobbes keadaan alamiah adalah keadaan manusia sebelum terbentuknya negara. Hobbes mengakui bahwa ini adalah hasil karya buah pikirannya sendiri, tanpa dipengaruhi oleh pemikir sebelumnya.
Menurut Hobbes, manusia berkehendak bebas. Kehendak bebas di sini bukan seperti yang dimaksud oleh Aristoteles. Aristoteles beranggapan bahwa manusia adalah mahluk sosial. Namun Hobbes justru melihat naluri manusia mendorong manusia untuk berkompetisi atau berperang. Watak manusia adalah berperang, dan watak inilah yang membuat manusia berusaha mencari alternatif hidup lebih baik. Alternatif tersebut ditemukan Hobbes setelah manusia mengadakan perjanjian untuk membentuk negara.
Dalam karyanya Two Treatises Of Government, Locke mengemukakan asal dari pemerintahan. Menurutnya pemerintahan berawal dari keadaan alamiah. Di dalam keadaan alamiah, hukum yang berlaku tidak lain adalah hukum Tuhan. Keadaan alamiah Locke merujuk pada keadaan alamiahnya Hobbes. Manusia hidup dalam kedamaian, kebajikan, saling melindungi, penuh kebebasan, tak ada rasa takut dan penuh kesetaraan. Menurut Locke, keadaan alamiah adalah kesesuaian akan tanah, kepemilikan, dan akhirnya uang melalui aktivitas individu. Dari sinilah awal penjelasan tentang pergerakan alamiah menuju masyarakat politik. Masyarakat menurut Locke, sedikit condong pada individual: preservasi manusia, privasi kepemilikan, persetujuan diam-diam, hak untuk tidak setuju, pada saat yang sama tekanan ke arah konformitas (menerima).
Manusia dalam keadaan alamiah pada dasarnya baik. Selalu terobsesi untuk berdamai dan menciptakan perdamaian, tolong-menolong, memiliki kemauan baik serta telah mengenal hubungan sosial. Sehingga, Manusia dalam keadaan alamiah, juga tidak akan merusak tatanan kehidupan, kesehatan, kebebasan, dan hak kepemilikan lainnya.
Menurut Locke, sumber malapetaka adalah setelah terciptanya sistem moneter yang akan merubah dan merusak keadaan alamiah. Sebelum terdapat sistem moneter, perbedaan kekayaan antara manusia satu dengan yang lain tidaklah terlalu kentara. Sebab, manusia tidak akan mengumpulkan benda-benda melebihi kebutuhan yang dikonsumsinya. Menurutnya, secara hukum alam telah ditentukan. Bahwa, manusia tidak diperbolehkan mengambil produk alam lebih dari apa yang dibutuhkan (Magniz-Suseno, 199: 221). Setelah adanya sistem ini, manusia memproduksi melebihi kebutuhan dirinya. Ia kemudian menyimpannya dalam bentuk uang. Dari sini timbul perasaan iri yang mengakibatkan terjadinya perang. Dalam keadaan perang, manusia sudah tidak memiliki kebebasan. Statusnya berubah menjadi budak, yakni bagi mereka yang kalah dalam peperangan. Orang yang kehilangan hak individunya berarti kehilangan segala-galanya.
Ada dua prinsip penting dalam pemikiran Locke. Pertama, setiap manusia memiliki kemampuan yang sama dalam mengetahui hukum moral. Prinsip ini dimaksudkan bahwa setiap manusia memiliki kesetaraan otoritas dengan sesamanya. Kedua, prinsip akan kepercayaan dalam kompetisi kebajikan. Ini adalah pendapat Locke yang radikal.
Menurut Locke, perlu dibentuk sebuah negara untuk melindungi hak-hak kepemilikan tersebut agar keadaan alamiah tetap terjaga. Salah satu tokoh dari Calvinisme adalah Filmer yang mengidamkan bentuk negara monarki absolut. Locke menawarkan sebuah pemikiran yang berbeda dengan Filmer. Menurut Locke, kekuasaan negara pada dasarnya dibentuk untuk menjaga hak-hak individual. Hak-hak individual yang dimaksud di sini adalah bentuk hak-hak yang dimiliki oleh setiap manusia, bukan hanya mengacu pada harta kekayaan, melainkan juga pada kehidupan dan kebebasan.
Dari sini, manusia membuat perjanjian sosial  atau kontrak sosial. Individu sepakat untuk menyerahkan sebagian hak alamiahnya pada suatu kekuasaan tertinggi yaitu negara. Menurut Locke, seorang kepala negara tidak bertanggungjawab kepada Tuhan. Ia bertanggungjawab kepada rakyat. Negara di mata Locke adalah sekuler; yaitu kekuasaan yang bersifat duniawi dan tidak berkaitan dengan transendensi ketuhanan atau gereja.
Dalam kejadian ini bukan berarti pemerintah bisa membuat undang-undang semaunya. Untuk menghindari negara yang absolut dan arbitrer, maka Locke membagi kekuasaan negara menjadi tiga lembaga: pertama, Lembaga Eksekutif. Lembaga ini bertugas menjalankan undang-undang yang dibuat oleh lembaga legislatif. Untuk memperlancar tugasnya ia memiliki pembantu, yaitu lembaga federatif. Ia memiliki hak prerogratif yang digunakan ketika keadaan darurat. Sehingga, ia dapat melampaui wewenang legalnya.
Lembaga selanjutnya adalah lembaga Legislatif. Lembaga ini bertugas membentuk undang-undang. Kekuasaan ini dijalankan oleh Parlemen, di dalamnya juga terdapat raja. Undang-undang yang dibuat mengikat kekuasaan eksekutif dalam menjalankan tugas. Legislatif dalam membuat undang-undang, tidak boleh dialihkan tangan kepada orang lain atau lembaga lain. Mereka mengemban kepercayaan dari rakyat dan kapan saja rakyat bisa mengambilnya.
Lembaga ketiga adalah Lembaga Federatif. Ia bertugas sebagai badan yang mengurusi hubungan-hubungan eksternal meliputi: perang, perdamaian, liga dan alienasi antar negara, serta transaksi dengan negara-negara asing. Lembaga ini berada di bawah naungan atau kekuasan lembaga ekskutif. Menurut Locke, kedua lembaga ini harus dipegang oleh lebih dari satu orang atau lembaga agar tidak ada kekuasaan yang absolut.
Dalam sistem semacam ini, orang-orang yang menduduki jabatan sebagai pengurus publik dan warga negara harus tunduk pada hukum dan ketetapan-ketetapannya. Untuk itu kekuasaan pemerintahan harus dibatasi oleh hukum dan dijalankan sesuai dengannya. Badan legislatif dipercayakan sebagai pengawas hukum bagi rakyat. Karena otoritas politik yang sifatnya meminjam maka rakyat dapat mengganti atau membubarkan legislatif ketika menyimpang dari keinginan rakyat, kemudian dikembalikan lagi kepada orang yang telah memberikan kekuasaan tersebut  yakni rakyat.
Locke membuat batasan-batasan khusus kepada kekuasaan legislatif:
  1. Legislatif wajib mengikuti hukum alam yang menjadi hukum abadi setiap orang, termasuk yang membuat hukum.
  2. Legislatif harus bertindak sesuai hukum. Kekuasan yang dipegangnya adalah pemberian kepercayaan dari rakyat, dan kapan saja dapat diambil kembali. Hal ini dimaksudkan agar rakyat bisa merasa nyaman dengan naungan yang diberikan.
  3. Legislatif tidak diperkenankan mengambil pajak kepada rakyat tanpa persetujuan dari rakyat. Suatu pemerintahan memang tidak akan mempunyai dana untuk melakukan pembangunan tanpa adanya sokongan dari rakyat. Mau tidak mau ia harus mengambil pajak dari rakyatnya. Namun, ini semua haruslah dalam persetujuan rakyat, paling tidak disetujui oleh kelompok mayoritas melalui wakil-wakil terpilihnya.
  4. Legislatif tidak boleh mendelegasikan kekuasaannya kepada pihak lain karena ia dipercaya rakyat untuk membuat undang-undang.
Dengan pembatasan-pembatasan itulah, maka sebuah lembaga negara akan selalu bertindak sesuai dengan ketentuan yang ada. Mereka harus berpikir ulang jika ingin berbuat kesalahan.
Ada beberapa kritik terhadap pemikiran Locke. Dalam hal kepemilikan, setiap individu berhak mengolah tanah untuk memenuhi kebutuhan pokok masing-masing yang disediakan oleh alam. Namun, ketika ia mengolah tanah guna mengambil keuntungan pribadi, dia menjadikannya sebagai hak milik, maka ia mendapatkan hak tersebut bersamaan dengan jerih-payah yang dilakukannya. Dalam hal ini, pemerintah berfungsi melindungi hak-hak kepemilikan tersebut. Yang dimaksud Locke tentang hak milik yaitu kehidupan, kebebasan, dan estate. Namun ia menempatkan hak milik tersebut lebih condong pada tanah dan barang-barang dibanding dengan hak-hak prerogratif lainnya. Sebuah negara tidak diperlukan jika tidak terdapat gangguan pada keadaan alamiah.
Locke juga berbicara tentang kebaikan bersama. Namun, Locke tidak terlalu memberi perhatian besar pada hal itu. Locke lebih bersikap individualistis dan egoistis yang kemudian mengabaikan kepentingan bersama. Keadaan alamiah akan rusak oleh sistem moneter dengan adanya mata uang. Dengan sistem ini, hierarki kelas akan terlihat jelas dan akan menimbulkan individualis. Setiap orang berlomba-lomba mencari atau menggapai kelas tertinggi.

Prinsip konstitusi Locke adalah prinsip mayoritas. Minoritas dianggap tidak mewakili kepentingan-kepentingan rakyat dan hanya menghambat jalannya pemerintahan. Pertanyaan tentang nilai keadilan mengarah pada Locke terkait dengan hal ini.


BAGIKAN ARTIKEL INI
 Facebook       Twitter      Google+

GOOGLE search
Custom Search

Google search

Custom Search