Jumat, 22 Mei 2009

Justifikasi Epistemologis

A. Evidensi
Evidensi adalah ‘cara bagaimana ada atau kenyataan hadir bagi saya’ atau ‘perwujudan dari ada bagi akal’. Konsekuensi dari pengertian ini adalah bahwa evidensi sangatlah bervariasi. Akibat lebih lanjut adalah persetujuan yang dijamin oleh kehadiran ada yang bervariasi ini juga akan bervariasi pula.
Hanya evidensi yang menjamin suatu tanggapan kognitif baik kepastian/pendapat. Perbedaan antara karakter alam yang bersifat deterministik dan karakter manusia yang bersifat “bebas” tentu membentuk pola kepastian yang berbeda.
Evidensi dari perilaku manusia tentu berbeda dengan hal yang semata-mata bersifat fisik, sebab kepastian manusia adalah bersifat hipotesis. Hal itu karena kelakuan manusia itu bersifat bebas, sehingga bisa menyimpang dari aturan. Tindakan yang tidak terdapat dalam sifat evidensial dari keyakinan kita adalah ‘khasanah pendapat’, bukan ‘kepastian’, ia meliputi: arena sosial, politik, cultural, dan interpersonal.
B. Kepastian
Kepastian (persetujuan akal yang dijamin oleh evidensi memadai) dasar ini memuat kebenaran dasar atau disebut kebenaran primer. Termasuk dalam kebenaran primer:
1. adanya kepastian mengenai subyek dan aktivitas kognitifnya.
2. adanya kepastian mengenai objek.
3. dapat diungkpkannya:
a. principle of identity
b. principle of noncontradicion
c. principle of negation
d. principle of causality
e. principle of sufficient of reason
f. hubungan antara essence, action, dan substance
g. adanya potential dan actius

Prinsip-prinsip pertama adalah “suatu yang darinyasesuatu yang lain berasal”. Apa yang berasal dari prinsip-prinsip tersebut adalah pikiran sendiri..(Hadi,1994:98).
Prinsip Alasan Memadai: Apa yang dinyatakan hanyalah bahwa pikiran harus menangkap suatu dasar memadai bagi fakta bahwa sesuatu ada.
Prinsip Penyebaban Efisien: Prinsip yang menyatakan bahwa setiap pengada kontingen mengandaikan adanya alasan memadai “dari luar” bagi adanya.

Jenis-jenis Kepastian dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Kepastian Manusiawi: bertumpu pada kodrat manusia yang merdeka.
b. Kepastian Alami: bertumpu pada tingkah laku benda-benda (yg biasanya tdk menyeleweng).
c. Kepastian Metafisik: Kepastian ini sifatnya mutlak, karena penyimpangan dan pengingkaran terhadap kepastian metafisik akan berakibat kontradiksi intelektual terhadap diri sendiri.

Simpulan
a. Tindakan kita sebagian besar didasarkan pada pendapat, bukan pada kepastian.
b. Area pendapat meliputi arena sosial, politik, ekonomi, dan interpersonal.
c. Seorang fanatik meyakini pendapatnya sebagai kepastian dan menganggap di luarnya sbg kurang pasti.
d. Tindakan “melengkapi” sst yg tidak terdapat sifat evidensi yi: pendapat (non kepastian


C. Keraguan (penundaan pendapat)
Keraguan ialah sikap yang mempertanyakan kepastian mengenai kebenaran. Ada dua aliran yang mempertanyakan kepastian mengenai adanya kebenaran. Keduanya dapat dianggap sebagai aliran yang memasalahkan, meragukan, dan mempertanyakan kebenaran dan adanya kebenaran. Aliran tersebut ialah:
1. Skeptisisme-Doktriner ialah berkeyakinan bahwa pengetahuan dan kebenaran itu tidak ada, yang kurang ektrem mengtakan sesungguhnya tidak ada cara untuk mengetahui bahwa kita mempunyai pengetahuan. Dalam perkembangannya skeptisisme ini berkembang menjadi dua aliran yakni, skeptisime subjektif dan skeptisime objektif. Skeptisisme subjektif adalah paham yang meragukan eksistensi dirinya. Sedangkan skeptisisme-objektif menerima kepastian-kepastian praktis saja dan menolak adanya kepastian-kepastian intelektual mendasar.
2. Skeptisisme-Metodik menyatakan bahwa pengatahuan dan kebanaran ada tetapi tidak sebagai doktrin, melainkan sebagai metoda untuk menemukan kebenaran dan kepastian. Pendirian itu biasanya didasarkan atas dua unsure, yaitu: (1) kenisbian pengindraan; (Skeptisisme Nisbi: tidak meragukan segalanya secara menyeluruh) dan (2) adanya kesepakatan yang sesungguhnya mengenai apa yang merupakan halnya dan yang bukan merupakan halnya.
Skeptisisme_Metodik ialah merupakan jalan untuk menemukan kepastian kebenaran. diperkenalkan oleh Descartes. Ia mulai dengan mempersoalkan secara sistematis segala sesuatu yang ia ketahui. Dan sikap skeptisisme seperti ini merupakan bagian hakiki dari awal penyelidikan filsafati. Tetapi, skeptisisme yang dianut Descartes diterima sebagai metoda. Ia sendiri tidak memaksudkannya sebagai hasil akhir dari penyelidikannya.


Google search

Custom Search