Minggu, 15 Maret 2015

Unsur Estetika dan makna Klenteng Sam Po Kong


Unsur Estetika dan makna Klenteng Sam Po Kong Mengunjungi klenteng Sam Po Kong merupakan sebuah wisata arsitektur bagi saya. Berbagai bentuk arsitektural secara ekletik muncul di dalam kawasan klenteng. Dari bentuk atap limasan yang khas Jawa, arsitektur atap China dan interiornya, serta beberapa hiasan batu yang mengingatkan pada pahatan candi di Jawa.
Ada banyak hal menarik yang saya temui disana. Sebuah perahu dengan sebuah pohon yang diyakini penduduk setempat sebagai pohon yang tumbuh dari jangkar yang dilemparkan oleh Cheng Ho, menarik perhatian dengan bentuk akar gantung yang memang mirip dengan rantai jangkar. Dua ekor naga, yang memang khas China sebenarnya, juga mengingatkan saya pada dua ekor naga yang biasa menyongsong di sisi kiri dan kanan arsitektur candi ataupun rumah Jawa. Sebuah gambar mural di dinding juga menggambarkan dua ekor naga keluar dari balik gelagak ombak di lautan mencoba menelan sebuah bentuk bulat yang mungkin melambangkan matahari. “Matahari” ini terletak tepat di atas pintu masuk ke sebuah gua utama. Dunia desain memang senantiasa meminjam dari berbagai belahan bumi. Gambar “parang rusak” pada batik sangat mirip pada hiasan dari kelompok benda yang seasal dengan Dongson Drum, atau dikenal juga sebagai Moko Drum, gendang yang dikenal untuk meminta hujan. Begitu pula di dalam area klenteng ini kita bisa menemukan unsur-unsur desain yang bercampur antara yang datang dari luar dengan budaya lokal.
Meja altar yang ada pada bagian kakinya menggunakan kayu berukiran khas Jawa (model Jepara) dengan sulur pepohonan dan bunga yang menghiasi. Hiasan pada beberapa patung yang saat itu tidak sempat saya cermati, juga berhiaskan ukiran khas Jawa yang sepertinya berasal dari desain yang bermaknakan “mega” atau awan. Klenteng ini juga berhiaskan perjalanan detail Cheng Ho mengunjungi pulau Jawa, dan entah masih berapa banyak lagi tambahan menarik yang bisa digali dari tempat ini. Walaupun bagi warga keturunan China di Semarang klenteng Gedong Batu ini menjadi tempat sembahyang, pemujaan, maupun mencari chiam sie (ramalan), sesuai data yang saya dapatkan rupanya wisatawan internasional dari China lebih dominan adalah turis yang beragama Islam. Tampaknya berabad-abad setelah Cheng Ho berpulang, ia tetap saja mengajak rombongan mengunjungi pulau Jawa seperti yang dulu rutin dilakukannya. Disebelah kiri gua batu itu terdapat sebuah batu piagam, batu berukir tersebut diukir dalam tiga bahasa: China, Indonesia dan Inggris. Baru berukir tersebut dibuat khusus untuk memperingati kedatangan Zheng He di Kota Semarang, dan merupakan sumbangan dari keluarga Liem Djing Tjie pada tahun 1960. Saat ini selain berfungsi sebagai tempat ibadah, kawasan Sam Po Kong juga menjadi salah satu tujuan wisata di semarang yang menarik. Pengunjung juga dapat berfoto dengan pakaian ala prajurit Cina di tempat tersebut.


GOOGLE search
Custom Search

Google search

Custom Search