Minggu, 05 April 2015

pengaruh Globalisasi Terhadap Kebudayaan Indonesia

Kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekadar definisi kerja (working definition), sehingga tergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.


Globalisasi juga dapat kita artikan sebagai sebuah proses multidimensional dalam aspek sosial, ekonomi, politik, kultural yang bergerak secara ekstensif dan intensif di dalam kehidupan masyarakat dunia. Ekstensif berarti bahwa perubahan tersebut menjangkau wilayah geografis yang hampir tak terbatas, sedangkan intensif berarti perubahan juga mencakup dan terjadi dalam kehidupan manusia sehari-hari.
Seperti yang pernah disampaikan oleh Anthony Giddens mengenai globalisasi khususnya persoalan ruang dan waktu yang menjadi poin penting dalam menjelaskan fenomena tersebut yang semakin meng-global, bahwa ruang dan waktu saat ini telah mengalami perentangan tetapi sekaligus pemadatan antara keduanya. Kondisi ini dapat diamati dari berbagai kejadian keseharian manusia, sebagai contoh ringan bahwa ketika pada masa “tradisional” interaksi antar individu mesti dilakukan dengan tatap muka dan berjabat tangan yang merupakan suatu budaya timur yang hampir hilang dari pengamatan kita saat ini, sebab proses saling sapa tidak lagi dilakukan secara konvensional karena cukup dengan menekan tombol maka sebuah dunia telah tersaji di hadapan kita. Kemajuan teknologi sebagai bagian dari konsekuensi modernitas telah menjungkirbalikkan kondisi alam. Saat ini ruang yang menjadi tempat terjadinya segala praktek keseharian, tidak lagi membutuhkan waktu sebagai bagian yang mengikutinya Sangat jelas bahwa proses pencabutan waktu dari ruang pada skala global adalah hukum dari fenomena globalisasi. (Zain Maulana,2007 :1)

Sebagai sebuah proses, globalisasi pun saya rasa memberikan dua dampak yakni dapak positif dan dampak negatif. Dampak positifnya dapat kita tinjau dari proses masuknya kebudayaan luar ke indonesia. Pada hakekatnya globalisasi kebudayaan bukanlah hal yang baru bagi bangsa Indonesia. Bukti-bukti sejarah dan corak sejumlah kebudayaan Indonesia yang mendapatkan pengaruh dari bangsa lain memberikan bukti bahwa interaksi  bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lain di dunia telah terjalin sejak ratusan tahun yang lalu. Bukti- bukti pengaruh kebudayaan dari bangsa lain ini dapat kita ketahui dari agama-agama yang berkembang di Indonesia saat ini, misalnya hindu dari India dan islam dari arab. Bukti lain adalah sistem kemasyarakatan, bangunan atau arsitekstur dan seni pewayangan, kasusastraan, seni ukir seni tari, ritual-ritual dan lain sebagainya. Bukti-bukti tersebut seakan menegaskas bahwa globalisasi atau saya lebih suka menyebut dengan proses interaksi global pada dasarnya sangat memberi keuntungan bagi umat manusia di dunia ini pada umumnya dan bangsa Indonesia pada khususnya. Ini karena globalisasi ternyata membuat kebudayaan Indonesia lebih maju ,kaya dan beragam  kemajuan ilmu dan tegnologi juga merupakan dampak positif bagi Penyebaran prinsip multikebudayaan dan kemudahan akses suatu individu terhadap kebudayaan lain di luar kebudayaannya serta menjadikan semakin berkembangnya turisme dan pariwisata
Namun sejalan dengan perkembangan jaman, pola pikir manusia serta ilmu pengetahuan yang semakin maju, ternyata globalisasi tanpa disadari telah mengalami suatu perubahan system. Akses global kini tidak sebatas pada sesuatu yang baik-baik saja tetapi hal negatif yang bisa jadi bertentangan dengan prinsip ataupun nilai budaya bisa diakses oleh siapapun.
Internalisasi sistem nilai di era globalisasi tidak terjadi secara paksa, di mana sistem nilai baru yang masuk ke dalam kebudayaan suatu masyarakat terjadi dengan sangat sopan, sehingga proses adopsi budaya terjadi secara perlahan tapi mematikan. Globalisasi menciptakan suatu kondisi di mana budaya baru yang di cap sebagai budaya modern dengan berbagai standar yang telah dikonstruksi dan dicitrakan memang sangat dibutuhkan oleh semua lapisan masyarakat, sehingga terdapat keinginan dari internal masyarakat untuk mengadopsi dan menerapkan nilai budaya tersebut dalam kehidupan publik mereka hingga kehidupan pribadi sekalipun. Pada kondisi ini masyarakat tidak akan pernah merasa bahwa sistem nilai yang sedang mereka tiru merupakan sebuah kontruksi dominasi suatu sistem terhadap sistem yang lainnya. Masyarakat akan menjadi bangga jika mampu untuk bersikap dan bertindak berdasarkan nilai-nilai budaya baru dan meninggalkan budaya lama karena dianggap tidak relevan dengan kondisi kemajuan zaman.(ZainMaulana,2007:2). Hal tersebut saya rasa nampak pada budaya pop yang berkeembang saat ini. . Budaya pop tersebut lahir dari Imajinasi pop yang merupakan bentuk imajinasi yang dicirikan oleh sifat dasar, rendah dan umum dengan dasar berfikir praktis yang hanya mengedepankan selera massa dengan sifat dangkal tidak subtantif, sifat-sifat permukaan tidak menyentuh isi, lebih menjurus pada hiburan ketimbang pendidikan, menawarkan rasa kesenagan daripada pengetahuan. (duniawahyuni.blogspot.com/2007/12).

B. Eksistensi Kebudayaan Indonesia.
Persoalan budaya merupakan persoalan yang menarik untuk ditelaah dan dipahami, sebab budaya merupakan suatu aspek yang selalu melekat dalam setiap kehidupan manusia. Berbicara tentang kebudayaan berarti berbicara tentang sebuah keluhuran budi. Pernyataan tersebut saya ungkapkan sebagaimana teori yang diungkapkan Ki Hajar Dewantara, kebudayaan menurutnya berasal dari kata budi (tamansiswa 60 Tahun : 59 dan tamansiswa 30 tahun :118). Budaya secara bahasa berasal dari dua kata yaitu budi (nalar) dan daya ( bentuk). Dengan  singkat, konsepsi budaya menunjukkan hubungan antara “nalar” dan “bentuk” yang dihasilkan dari sebuah ekspresi. Konsep ini hampir sama dengan pengertian Culture dalam bahasa Inggris, walau memiliki arti lebih dari satu yang menunjukkan pada suatu proses praktek sosial yang menghasilkan makna, nilai, dan tata hidup masyarakat. Maka dari itu dapat kita tarik kesimpulan bahwa budaya tidak serta-merta suatu hasil kreasi yang bersifat artistik seperti seni patung, lukis, dan tari, tetapi praktek-praktek keseharian manusia yang berlangsung secara terus-menerus dan akhirnya menjadi mapan juga termasuk bagian dari budaya seperti kebiasaan mengkonsumsi sesuatu, tata cara berpakaian, dan model interaksi dalam suatu masyarakat. (Zain Maulana,2007 :1)
Berkaitan dengan kebudayaan yang tercermin dalam keseharian atau tingkah laku masyarakat indonesia tersebut, maka menurut saya hal yang sangat penting dikaji adalah perubahan pola pikir masyarakat dewasa ini dalam menentukan sikap perilaku mereka yang lebih  cenderung mengikuti perilaku bangsa lain yang sebenarnya bila dikaji lebih dalam sangatlah jauh dari nilai-nilai luhur budaya kita. Berawal dari pandangan atau anggapan bahwa pola pikir masyarakat akan senantiasa merubah kondisi sosial, maka hal terrsebut itu dapat diterima sebagai hal yang wajar. Namun yang perlu digaris bawahi disini adalah bahwa perubahan itu memang penting, tetapi mempertahankan kepercayaan terhadap tradisi luhur saya rasa jauh lebih penting
Pada dasarnya perubahan itu dilakukan dalam upaya meningkatkan kualitas hidup, peradaban (civilzation) dan kesempurnaan hidupnya yang meskipun pada dasarnya akan senantiasa juga dapat menimbulkan dampak negatif bagi peradaban itu sendiri. Katakanlah, kebiasaan manusia mengkonsumsi makanan yang serba instant, tanpa ada upaya untuk membuatnya, akan melemahkan dan memandulkan kreativitas. Belum lagi hal yang serupa itu diterima dan meresap pada diri anak-anak, maka seumur hidupnya akan menjadi pengkonsumsi utama tanpa adanya niat untuk mencoba membuatnya dengan keinginan sendiri. Alhasil, generasi yang muncul berikutnya adalah generasi yang nirkreativitas. (Erond Litno Damanik MSi, www.silaban.net/2006/11/26)
Maka agar eksistensi kebudayaan kita tidak tergerus kebudayaan pop dalam proses akulturasi, kebuayaan masyarakat yang menerima pengaruh harus memiliki dasar-dasar kepribadian yang kuat, kalau tidak mau terjadinya colonial imitative culture (soewardji sjafei, op.cit.: 99)
Meskipun demikian, hal yang paling utama adalah bukan dengan menolak kebudayaan global namun dibutuhkan suatu pemahaman dan pengertian, serta perhatian kita secara seksama untuk mengartikan perubahan itu sehingga tidak menimbulkan pertentangan bagi kepribadian dan kebudayaan yang selama ini kita junjung tinggi. Hal tersebut dapat dipahami bahwa kunci utamanya terletak pada diri kita sendiri yakni dengan memilah dan memilih perubahan-perubahan yang kiranya memberikan manfaat bagi kelangsungan budaya kita. Sebagai pewaris budaya, hal yang semestinya kita lakukan Adalah berupaya memajukan kebudayaan kita itu sehingga budaya kita itu tidak terlindas oleh budaya global. Dan hal yang tidak kalah penting adalah sampai sejauh mana pengakuan kita terhadap kebudayaan kita itu.jangan sampai kebudayaan kita justru diakui sebagai budaya bangsa lain seperti yang terjadi pada beberapa kebudayaan kita, seperti batik, reok dan lain sebagainya.
 Oleh karenanya, hal penting yang perlu dilakukan adalah peninjauan kembali terhadap kepribadian kita. Kita tidak perlu takut  terhadap anggapan sebagai person yang primitif, tradisional dan konvensional.  Semestinya kita Bangga terhadap kebudayaan tersebut dengan meyakini bahwa kebudayaan kita mencerminkan kepribadian luhur dan kita harus mengikis anggapan bahwa kebudayaan kita itu adalah tidak maju, tidak modern dan terbelakang . pemeliharaan kebudayaan haruslah dapat memajukan dan menyesuaikan kebuayaan dengan tiap-tiap pergantian dan jaman.

C. Kualitas Manusia Indonesia yang Dapat Bersaing di Tingkat Global
Di Indonesia, perhatian terhadap mutu  manusia sudah gencar dibahas sejak awal tahun 80-an lewat berbagai konsep, akan tetapi karena latah pleh perasaan  keberhasilan ekonomi menyelesaikan  semua persoalan(yang belakangan setelah terkena krisis  moneter 1997 ternyata semuanya lapuk), perhatian terhadap peningkatan jumlah dan mutu manusia sebagai satu-satunya kunci tinggal jadi wacana.(Ninok leksono,2000:431)
Dalam proses globalisasi kebudayaan maka sikap kita sebagai bangsa yang berbudaya tindakan kita harus semakin kesukuan, dan berpikir lokal, bertindak global.

 Generasi muda harus dikenalkan kepada kearifan tradisi dan budaya lokal, yaitu dengan memberi kesempatan kepada mereka untuk "bersentuhan" dengan budaya. "Misalnya, mengenalkan anak-anak pada angklung berikut sejarah dan filosofinya,"( Yasraf, kompas-cetak/0712/17/Jabar). Jika hal tersebut dilakukan, maka akan tumbuh rasa kewajiban moral. Maka tugas pemerintah pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk bersama-sama melakukan gerakan social di bidang kebudayaan. Seperti mengadakan festival dan wadah organisasi kebudayaan. Pemikiran-pemikiran kita musti sanggup memikirkan sejauh mungkin. Tugas dan kewajiban kita adalah memfilter budaya yang masuk. Yang baik diambil seperti etos kerja, kedisiplinan dan sebagainya. Dan yang buruk seperti materialis,konsumtif budaya pop, dan individualis harus di tolak. kita harus tetap memiliki kebangsaan dan kepribadian sendiri, sekaligus pemain aktif dalam proses globalisasi. Kepribadian kita adalah pancasila, sedangkan wawasan kebudayaan kita harus mendunia, menginternasional, menguniversal dan go internasional. Intinya manusia indonesia harus beriman, berwawasan, masakini dalam arti mampu berinovasi dan menguasai tehnologi modern, Namun harus tetap berbudaya.

GOOGLE search
Custom Search

Google search

Custom Search